Tianaga maju mendekat. "Lepaskan dia. Jika dia datang padaku, itu buktinya!"
Pria itu ragu, tetapi akhirnya membuka ikatan Kaya. Elang itu terjatuh ke tanah, terlalu lemah untuk berdiri tegak. Tianaga berlutut, memandang burung itu dengan penuh kasih.
Kaya," bisiknya. "Tayan wachiyanke. Senang bertemu denganmu lagi, Kaya. Ini aku. Jangan takut!"
Burung itu mengangkat kepalanya perlahan, lalu menyeret tubuhnya ke arah Tianaga. Orang-orang di sekitar terdiam, terpesona oleh pemandangan itu. Si penjual mendesah berat.
"Baiklah," katanya. "Bawa dia pergi."
Tianaga membawa Kaya kembali ke pegunungan. Dia tahu burung itu telah kehilangan kepercayaan dirinya, tetapi dia tidak menyerah. Dirawatnya burung itu hingga suatu hari Tianaga mendaki bukit tertinggi, membiarkan angin menggulung mereka.
"Kaya," katanya dengan suara lembut, "kau lahir untuk terbang. Langit memanggilmu. Aku tidak bisa melindungimu selamanya, tetapi aku tahu kau bisa menjaga dirimu sendiri."
Burung itu menatapnya ragu. Tianaga mengangkatnya ke udara, lalu berkata, "Terbanglah, Kaya. Percayalah pada dirimu!"
Kaya mengepakkan sayapnya, pertama-tama ragu, lalu dengan kekuatan yang semakin besar dia melompat dari lengan Tianaga, melayang di udara. Untuk sesaat, Tianaga menahan napas, takut burung itu akan jatuh. Namun, angin menangkap tubuh Kaya, membawanya lebih tinggi.
"Kau berhasil!" Tianaga berbisik, air matanya mengalir.Â