Mohon tunggu...
Ratih Fitrinaka
Ratih Fitrinaka Mohon Tunggu... -

Diving. Basketball. Broadcasting.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Loyalitas Abdi Andong Penarik Wisatawan

4 Mei 2011   12:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:05 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="attachment_106116" align="alignnone" width="300" caption="Pak Tukiran bersama pengunjung"][/caption] [caption id="attachment_106118" align="alignnone" width="300" caption="Pak Tukiran di kandang kuda balap Mutiara gading"][/caption] [caption id="attachment_106119" align="alignnone" width="300" caption="Istri Pak Tukiran meracik makanan kuda"][/caption]

Apakah alat transportasi tradisional yang murah bagi wisatawan dan juga sebagai simbol budaya di Yogyakarta? Andong lah jawabannya.

Andong sebagai simbol pariwisata menjadi sebuah promosi wisata yang nyaman dan mengesankan bagi wisatawan baik dalam negeri maupun luar negeri. Yogyakarta merupakan salah satu kota yang cocok sebagai tempat penarik andong beraktualisasi. Malioboro menjadi tempat berkumpul para kusir andong untuk mengais rezeki.

Pak Tukiran, potret kusir andong berkepribadian baik, sopan, ramah, rapi dan murah senyum. Ia bukan merupakan kusir andong yang suka menonjok harga mahal kepada penumpang, ia tidak pernah memasang tarif tinggi. Malah ia dengan suka rela memberi ongkos lebih murah dari kusir andong lainnya, masih boleh ditawar pula.

Ribuan kusir andong di Yogyakarta. Namun, tidak semua memiliki sifat seperti Pak Tukiran. Ketika ditanya mengenai pengaruh munculnya alat transportasi Trans Jogja, ia berujar "Penghasilan tiap orang itu sudah diatur sendiri- sendiri sama Gusti Allah, jadi saya ikhlas saja berapapun yang saya dapat, saya syukuri, yang penting saya enjoy dengan pekerjaan saya"

Ia bertempat tinggal di Kota Gede tepatnya Desa Bantul, Kenalan, Banguntapan RT.04/RW.04. tempat itu ditempuh sekitar satu jam dari kota. Di desa itu masih terlihat asri dan belum mendapat sentuhan pembangunan dan pengembangan dari pemerintah. Kondisi jalan desa masih macadam (jalan berbatu). Di sisi kanan dan kiri jalan banyak genangan air karena hujan.

Beberapa tetangga mengenal baik sosok Pak Tukiran. Ia dikenal warga sebagai penarik andong, juga guru ngaji bagi anak-anak di Kenalan.

Selama sepuluh tahun bekerja sebagai kusir andong, ia tidak pernah mengeluh menjalani pekerjaannya. "Saya mencintai pekerjaan ini dengan segala resikonya." Ujar pria kelahiran Bantul, 30 Desember 1952 silam.

Pria rendah hati ini mengaku pernah diwawancarai oleh Metro TV. Ia senang sekali. Ia tidak pernah menyangka dari proses wawancara itu ternyata ia diberi imbalan sebesar 1 juta rupiah dari stasiun televise milik Media Group itu. Hal itu diluar dugaannya, dirinya tidak mengira akan semujur itu. "Saya gak tau, saya kira cuma mau tanya-tanya aja. Saya bingung kok andong saya yang dipilih buat diwawancarai padahal masih banyak andong lain yang lebih bagus daripada andong saya? Ya Alhamdulillah Puji syukur" ucapnya tersenyum

Andong miliknya merupakan warisan turun temurun. Kini di rumahnya terdapat Sembilan ekor kuda milik keluarga besar Pak Tukiran. Tidak semua dimanfaatkan unyuk dijadikaan kuda andong. Ada kuda balap, namanya Mutiara Gading. Kuda berwarna cokelat muda itu pernah menjuarai lomba balap kuda di beberapa daerah. Piala-piala yang diraih oleh kuda tersebut dipampangnya di ruang tamu.

Seiring berjalannya profesi Pak Tukiran selama sepuluh tahun, kereta andongnya telah banyak mendapat sentuhan modifikasi. Awalnya kereta andongnya masih sangat sederhana, tanpa aksesori tambahan. Kini andongnya diberi cat kuning menyala. Bagian pijakan tangga diberi batu hias. Warna kulit jok, ia ganti dengan warna merah muda. Dengan perubahan masif ini ia bisa meningkatkan pendapatan.

Dahulu dirinya hanya memperoleh 10 ribu sekali putaran, sekarang dapat mencapai Rp 20 hingga 30 ribu.

Tata eksterior dan interior andong yang rapi membuat pihak Gudang Garam memberikan hibah kepada Pak Tukiran sebesar Rp 700 ribu per tahun. Ia juga mendapat sponsor dari indosat berupa cover, seragam, jok dan bendera. Kesemua aksesoris gratis itu berwarna kuning menyala.

Dalam keluarganya, ia dikenal sebagai sosok yang penyayang. Dia sangat menyayangi keluarga dan anak-anak. Di rumah ia tinggal bersama istri, anak, menantu dan seorang cucu bernama Iga Putri Nur Hazizah.

Istri Pak Tukiran bernama Aminah. Mereka saling mengenal satu sama lain ketika Pak Tukiran menjadi guru mengaji Aminah. Dari situ muncul lah benih-benih cinta seperti pepatah jawa "witing tresno jalaran soko kulino". Selain itu mereka juga merupakan tetangga dekat sehingga tiap keluarga sudah saling mengenal sejak lama.

Masa kecil

Pak Tukiran anak bungsu dari tiga bersaudara. Kedua kakaknya tinggal dan bekerja di Jakarta. Dia satu-satunya anak yang bekerja sebagai kusir andong.

Impian masa kecilnya, ia bercita-cita ingin menjadi seorang guru. Karena ia sangat menyukai anak kecil. Ia gemar menyanyi bersama anak-anak kecil. Ia sangat sayang terhadap anak kecil, bahkan seringkali ia mengajak penumpang anak-anak untuk menyanyi bersama sambil berkeliling naik andong.

Dahulu dirinya juga pernah mendaftar menjadi Angkatan Darat. Namun, keinginannya terpaksa kandas di tengah jalan karena surat lamaran yang ia kirim salah alamat.

Karir pendidikannya hanya sempat ia lalui di bangku SD kelas lima. Pendidikannya terhenti karena faktor ekonomi keluarga yang kiam memburuk. Mirip tokoh Lintang -salah satu pemeran utama dalam Film Laskar Pelangi- keadaan ekonomi yang sulit membuatnya harus putus sekolah. Padahal ia termasuk murid cerdas di sekolah.

Ia bersekolah di Sekolah Rakyat (SR) Banguntapan. Ia berhenti ketika berumur 15 tahun. Setelah itu ia mencoba bekerja menjadi tukang batu bata. Ia mampu memproduksi batu bata sampai 15 ribu buah dalam sehari.

Keseharian

Ia biasanya mulai berangkat kerja ke Malioboro dari jam tiga sampai jam delapan malam. Selain sebagai kusir andong, ia juga menjadi tukang sapu di SD Banguntapan 5. Ia mengambil kerja sampingan tersebut untuk menambah penghasilan.

Selama 18 tahun bekerja sebagai tukang sapu penghasilannya tidak dapat untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu, ia pun merangkap menjadi kusir andong.

Setiap hari usai bekerja, ia memasukkan kudanya ke istal. Ia selalu mengelap kudanya dan memberi makan ( bekatul dicampur daun kacang tanah). Istrinya selalu membantu meracik makanan untuk kuda peliharaanya.

Ia selalu memantau kesehatan kudanya dan memandikannya dengan air hangat. Tidak lupa ia membersihkan kandang dan mengontrol ban serta skrup kereta andongnya.

Penghasilannya tidak menentu kadang ia dapat memperoleh 100 ribu dalam sehari. Terkadang ketika sepi penumpang ia cuma dapat memperoleh 10 ribu. "Alhamdulillah setiap narik gak pernah gak dapat duit sama sekali walaupun kondisi sepi sekalipun." Ujarnya

Ia menyukai masa-masa liburan seperti lebaran. Dirinya pasti mendapat banyak pendapatan. Uang lebih yang didapat ia belikan mainan untuk cucunya dan memenuhi kebutuhan hidupnya.

Selama ini ia sangat menikmati pekerjaannya. Pak Tukiran senang bertemu dengan orang-orang baru. Penumpangnya ada wisatawan lokal dan mancanegara. Saking cintanya terhadap pekerjaannya, ia berujar akan terus bekerja sebagai kusir andong sampai akhir hayatnya.

Ketika ditanya tentang kesulitan yang dirasakan selama menjadi kusir andong. Ia menjawab, sejauh ini tidak ada kendala selama ia menjadi kusir andong. Namun kadang ia kesusahan ketika menjelang musim hujan. Hari-hari sepi tanpa pengunjung dan penghasilan pun berkurang. Pak Tukiran juga merasa kerepotn ketika kudanya rewel (sakit) atau nubruk-nubruk kuda lain.

Ketika terjadi musibah gempa tahun 2006 di Bantul. Kondisi financial keluarga ini merosot tajam. Mereka harus menjual harta bendanya untuk membangun rumah yang rusak total. Penghasilan yang pas-pasan membuat keluarga Pak Tukiran semakin kesulitan. Saat itu pemerintah member santunan sebesar 15 juta, tetpi uang itu belum cukup untuk membangun kembali rumahnya yang roboh. Mereka musti menjual tiga ekor sapi guna menambah perbaikan rumah dan perabot rumah tangga yang rusak akibat gempa.

Banyak pembangunan dan kebijakan pemerintah kota menyebabkan sulitnya sarana transportasi tradisional semacam andong untuk bisa beroperasi. Akibatnya semakin minim bagi kereta andong untuk ikut berperan dalam sistem transportasi perkotaan. Semakin sempit lahan untuk bekerja bagi pekerja sektor tradisional ini maka menambah jumlah masyarakat miskin. Harapan untuk masa mendatang, ia berharap pemerintah menyediakan zona atau lahan khusus bagi para kusir andong. hal itu sangat penting melihat kepadatan lalu lintas di Yogyakarta semakin lama semakin tidak teratur. Ia menutup pembicaraan dengan keinginannya menunaikan ibadah haji bersama istri dan keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun