Mohon tunggu...
Ratih Fitrinaka
Ratih Fitrinaka Mohon Tunggu... -

Diving. Basketball. Broadcasting.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Loyalitas Abdi Andong Penarik Wisatawan

4 Mei 2011   12:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:05 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ia biasanya mulai berangkat kerja ke Malioboro dari jam tiga sampai jam delapan malam. Selain sebagai kusir andong, ia juga menjadi tukang sapu di SD Banguntapan 5. Ia mengambil kerja sampingan tersebut untuk menambah penghasilan.

Selama 18 tahun bekerja sebagai tukang sapu penghasilannya tidak dapat untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu, ia pun merangkap menjadi kusir andong.

Setiap hari usai bekerja, ia memasukkan kudanya ke istal. Ia selalu mengelap kudanya dan memberi makan ( bekatul dicampur daun kacang tanah). Istrinya selalu membantu meracik makanan untuk kuda peliharaanya.

Ia selalu memantau kesehatan kudanya dan memandikannya dengan air hangat. Tidak lupa ia membersihkan kandang dan mengontrol ban serta skrup kereta andongnya.

Penghasilannya tidak menentu kadang ia dapat memperoleh 100 ribu dalam sehari. Terkadang ketika sepi penumpang ia cuma dapat memperoleh 10 ribu. "Alhamdulillah setiap narik gak pernah gak dapat duit sama sekali walaupun kondisi sepi sekalipun." Ujarnya

Ia menyukai masa-masa liburan seperti lebaran. Dirinya pasti mendapat banyak pendapatan. Uang lebih yang didapat ia belikan mainan untuk cucunya dan memenuhi kebutuhan hidupnya.

Selama ini ia sangat menikmati pekerjaannya. Pak Tukiran senang bertemu dengan orang-orang baru. Penumpangnya ada wisatawan lokal dan mancanegara. Saking cintanya terhadap pekerjaannya, ia berujar akan terus bekerja sebagai kusir andong sampai akhir hayatnya.

Ketika ditanya tentang kesulitan yang dirasakan selama menjadi kusir andong. Ia menjawab, sejauh ini tidak ada kendala selama ia menjadi kusir andong. Namun kadang ia kesusahan ketika menjelang musim hujan. Hari-hari sepi tanpa pengunjung dan penghasilan pun berkurang. Pak Tukiran juga merasa kerepotn ketika kudanya rewel (sakit) atau nubruk-nubruk kuda lain.

Ketika terjadi musibah gempa tahun 2006 di Bantul. Kondisi financial keluarga ini merosot tajam. Mereka harus menjual harta bendanya untuk membangun rumah yang rusak total. Penghasilan yang pas-pasan membuat keluarga Pak Tukiran semakin kesulitan. Saat itu pemerintah member santunan sebesar 15 juta, tetpi uang itu belum cukup untuk membangun kembali rumahnya yang roboh. Mereka musti menjual tiga ekor sapi guna menambah perbaikan rumah dan perabot rumah tangga yang rusak akibat gempa.

Banyak pembangunan dan kebijakan pemerintah kota menyebabkan sulitnya sarana transportasi tradisional semacam andong untuk bisa beroperasi. Akibatnya semakin minim bagi kereta andong untuk ikut berperan dalam sistem transportasi perkotaan. Semakin sempit lahan untuk bekerja bagi pekerja sektor tradisional ini maka menambah jumlah masyarakat miskin. Harapan untuk masa mendatang, ia berharap pemerintah menyediakan zona atau lahan khusus bagi para kusir andong. hal itu sangat penting melihat kepadatan lalu lintas di Yogyakarta semakin lama semakin tidak teratur. Ia menutup pembicaraan dengan keinginannya menunaikan ibadah haji bersama istri dan keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun