Membayar separuh maskawin dalam kondisi demikian merupakan hal yang telah disepakati oleh seluruh ulama, tiada seorang pun yang berbeda pendapat dalam masalah ini. Untuk itu manakala seorang lelaki telah menentukan jumlah maskawin kepada wanita yang dinikahinya, kemudian si lelaki menceraikannya sebelum menggaulinya, maka si lelaki diwajibkan membayar separuh maskawin yang telah ditentukannya itu.
Pihak suami tetap diwajibkan membayar mahar secara penuh jika ia ber-khalwat dengannya, sekalipun tidak menyetubuhinya. Pendapat inilah yang dikatakan oleh Imam Hanafi, Maliki, Hambali, dan Imam Syafii dalam qaul qadim-nya serta para Khalifah Ar-Rasyidun.
Tapi Imam Syafii dalam qoul jadidnya mengatakan sehubungan dengan seorang lelaki yang mengawini seorang wanita, lalu si lelaki ber-khalwat dengannya tanpa menyetubuhinya, setelah itu si lelaki menceraikannya, "Tiada yang berhak diperoleh istrinya selain separo maskawin.".
Tathbiq Syar'i (Penerapan Syari'at)
Secara umum ta'fuw (pemaafan) dalam ayat ini bisa diterapkan di segala bidang kehidupan.
Dalam urusan warisan, jika kita berkecukupan dalam harta maka ada baiknya jika kita melakukan ta'fuw dengan tidak mengambil warisan agar ahli waris yg lain mendapat bagian lebih besar.
Dalam urusan giliran suami, jika seorang istri merasa berkecukupan dalam banyak hal sementara istri yg lain dari suaminya masih membutuhkan banyak hal misalnya karena miskin atau karena baru masuk Islam, dll; maka ta'fuw bisa dilakukan dengan merelakan giliran dirinya diberikan sekali atau dua kali untuk istri yg lain atau bisa juga dalam bentuk lain.
Dalam urusan membayar hutang, jika kita memberikan hutang kepada orang lain dan dia kesulitan bayar maka ta'fuw bisa dilakukan dengan memberikan tambahan waktu, atau dengan mengurangi jumlah yg harus dibayar, atau bahkan menganggap lunas hutang tersebut.
Dalam urusan pembayaran gaji, jika ada karyawan dalam sebulan tidak masuk beberapa hari karena sakit maka ta'fuw bisa dilakukan dengan membayar penuh gajinya karena alasannya tidak masuk itu syar'i bukan karena malas.
Dalam urusan memberikan nafkah, walaupun suami hanya wajib memberikan nafkah berupa kebutuhan pokok seperti pangan, sandang dan papan; ta'fuw dapat dilakukan dengan memenuhi juga kebutuhan sekunder kepada istri atau bahkan kebutuhan tersiernya.
Yang pada intinya jangan sampai kita seperti yang disebut Rasulullah sebagai orang yang kikir akan kebajikan.