Tak jauh berbeda jikalau dengan teman sekantornya. Sesekali ia pergi, karena dia agak sungkan selalu menolak ajakan teman-teman sekantor tersebut. Juga di restoran cepat saji, bercengkrama dan berfoto agar bisa nantinya di uplod di sosial media dan kerap kali ia melihat teman sekantor laki laki yang mencuri pandang ke arahnya, ia sadar namun mengabaikan dan ada juga yang mencoba mendapatkan kesempatan selfie bersamanya. Ia tahu Tidak baik terlalu membatasi diri, karena itu ia persilahkan asal satu kali saja, toh mereka juga teman, teman di lingkup kerja yang juga nantinya bakal menolongnya.
Namun berbeda hal jikalau ia hanya berdua dengan teman dekatnya, ia lah yang paling cerewet. Perihal gaya hidup temannya yang agak kaku, cara berpakaian, selera temannya terhadap beberapa film drama korea, sampai kepada kritikan untuk temannya yang tak kunjung berani memiliki seorang pacar. Padahal ia sendiri juga masih sendiri, ia bisa menangkis celotehan temannya perihal pasangan hidup, bukannya tidak berani, alasannya kerasnya yakni karena tidak punya waktu dengan hal tersebut.Â
Lain hal dengan temannya tersebut yang blak-blakan menceritakan tentang pria ini, pria itu yang sangat keren, mapan dan rendah diri. Juga itulah membuatnya terjerumus kedalam pembahasan macam -macam pria yang membuatnya merasa seperti duduk dan berdiskusi di bangku kuliah dengan durasi waktu 2 sks.
Bersama teman dekatnya tersebut ia singgahi senja di penghujung kota yang hiruk pikuk, ia pijakkan kaki di pasir pantai dengan warna langit yang telah berubah menjadi kuning kecoklatan, melihat keberadaan matahari tersebut, yang tersibak dari sekumpulan awan, hingga sebegitu bulat dengan  warna yang terlihat agak padam ia kembali teringat pernyataan lelaki yang telah ia abaikan, sudah beberapa tahun tak saling berkomunikasi, di dalam hati ia lontarkan pertanyaan kepada si lelaki yang entah berada dimana, "jika senja seperti ini jatuh dimatamu, masih adakah kau ingat padaku?" Seketika ia memejamkan matanya sambil menggeleng gelengkan kepala dan meracau didalam hati, Tidak, tidak, kenapa saya malah mengingatnya. Kemudian tetesan air menyentuh wajahnya, bukan air mata tetapi gerimis telah turun di penghujung senja kali ini.Â
Dari bersimpuh ia kembali berdiri, pasir yang ia mainkan dengan jemari nya ia kibaskan segera, gerimis memberikan isyarat agar ia lekas pulang pada hari ini. Langkah cepat ia ambil menuju temannya yang sedang asyik memainkan gawai, tampak jelas karena temannya tersebut menggesek-gesekkan jempol ke atas-ke bawah di layar gawainya nan lebar, "Sudah selesai ritual senjanya?" Temannya menyahut. Ia menggerutu kecil, paling tidak suka jika ada yang mengatakan dirinya pencinta senja apalagi pemuja senja. bersama temannya kembali ia mengambil langkah, menuju rumah, rumah temannya.Â
#Dini Hari - Jumat, 14/07/2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H