Mohon tunggu...
Rasssian
Rasssian Mohon Tunggu... Free like a bird -

Personal Blog saya bisa cek di http://rasssian.com | Untuk Galeri Photography bisa cek di ig : Fauziardipitra

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Cahaya Senja di Sepasang Bola Matamu

20 Juli 2018   17:24 Diperbarui: 20 Juli 2018   17:31 772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak jauh berbeda jikalau dengan teman sekantornya. Sesekali ia pergi, karena dia agak sungkan selalu menolak ajakan teman-teman sekantor tersebut. Juga di restoran cepat saji, bercengkrama dan berfoto agar bisa nantinya di uplod di sosial media dan kerap kali ia melihat teman sekantor laki laki yang mencuri pandang ke arahnya, ia sadar namun mengabaikan dan ada juga yang mencoba mendapatkan kesempatan selfie bersamanya. Ia tahu Tidak baik terlalu membatasi diri, karena itu ia persilahkan asal satu kali saja, toh mereka juga teman, teman di lingkup kerja yang juga nantinya bakal menolongnya.

Namun berbeda hal jikalau ia hanya berdua dengan teman dekatnya, ia lah yang paling cerewet. Perihal gaya hidup temannya yang agak kaku, cara berpakaian, selera temannya terhadap beberapa film drama korea, sampai kepada kritikan untuk temannya yang tak kunjung berani memiliki seorang pacar. Padahal ia sendiri juga masih sendiri, ia bisa menangkis celotehan temannya perihal pasangan hidup, bukannya tidak berani, alasannya kerasnya yakni karena tidak punya waktu dengan hal tersebut. 

Lain hal dengan temannya tersebut yang blak-blakan menceritakan tentang pria ini, pria itu yang sangat keren, mapan dan rendah diri. Juga itulah membuatnya terjerumus kedalam pembahasan macam -macam pria yang membuatnya merasa seperti duduk dan berdiskusi di bangku kuliah dengan durasi waktu 2 sks.

Bersama teman dekatnya tersebut ia singgahi senja di penghujung kota yang hiruk pikuk, ia pijakkan kaki di pasir pantai dengan warna langit yang telah berubah menjadi kuning kecoklatan, melihat keberadaan matahari tersebut, yang tersibak dari sekumpulan awan, hingga sebegitu bulat dengan  warna yang terlihat agak padam ia kembali teringat pernyataan lelaki yang telah ia abaikan, sudah beberapa tahun tak saling berkomunikasi, di dalam hati ia lontarkan pertanyaan kepada si lelaki yang entah berada dimana, "jika senja seperti ini jatuh dimatamu, masih adakah kau ingat padaku?" Seketika ia memejamkan matanya sambil menggeleng gelengkan kepala dan meracau didalam hati, Tidak, tidak, kenapa saya malah mengingatnya. Kemudian tetesan air menyentuh wajahnya, bukan air mata tetapi gerimis telah turun di penghujung senja kali ini. 

Dari bersimpuh ia kembali berdiri, pasir yang ia mainkan dengan jemari nya ia kibaskan segera, gerimis memberikan isyarat agar ia lekas pulang pada hari ini. Langkah cepat ia ambil menuju temannya yang sedang asyik memainkan gawai, tampak jelas karena temannya tersebut menggesek-gesekkan jempol ke atas-ke bawah di layar gawainya nan lebar, "Sudah selesai ritual senjanya?" Temannya menyahut. Ia menggerutu kecil, paling tidak suka jika ada yang mengatakan dirinya pencinta senja apalagi pemuja senja. bersama temannya kembali ia mengambil langkah, menuju rumah, rumah temannya. 

#Dini Hari - Jumat, 14/07/2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun