Mohon tunggu...
Rasmini yanti
Rasmini yanti Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Modal dalam Perspektif Islam

25 Februari 2018   17:32 Diperbarui: 25 Februari 2018   17:36 3306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Secara bahasa (arab) modal atau harta disebut al-amal (mufrad tunggal), atau al-amwal (jamak). Secara harfiah, al-mal (harta) adalah segala sesuatu yang engkau punya. Adapun dalam istilah syar'i, harta diartikan sebagai segala sesuatu yang dimanfaatkan dalam perkara yang legal menurut syara' (hukum islam), seperti bisnis, pinjaman, konsumsi dan hibah (pemberian).

Pengertian modal dalam konsep ekonomi Islam berarti semua harta yang bernilai dalam pandangan syar'i, dimana aktivitas manusia ikut berperan serta dalam usaha produksinya dengan tujuan pengembangan. Istilah modal tidak harus dibatasi pada harta-harta ribawi saja, tetapi ia juga meliputi semua jenis harta yang bernilai yang terakumulasi selama proses aktivitas perusahaan dan pengontrolan perkembangan pada periode-periode lain. Dalam firman Allah yang artinya : "Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati."

Dalam bahasa Inggris, modal disebut capital yang mengandung arti barang yang dihasilkan oleh alam atau buatan manusia, yang diperlukan bukan untuk memenuhi secara langsung keinginan manusia tetapi untuk membantu memproduksi barang lain yang nantinya akan dapat memenuhi kebutuhan manusia secara langsung dan menghasilkan keuntungan.

Pentingnya Modal

Pentingnya modal dalam kehidupan manusia ditunjukkan dalam al-Qur'an sebagai berikut:

Artinya :"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah lading. Itulah kesenanagan hidup di dunia, dan di sisi allahlah tempat kembali yang baik (surga)". Kata "mata'un" berarti modal karena disebut emas dan perak, kuda yang bagus dan ternak (termasuk bentuk modal yang lain). Kata "zuyyina" menunjukkan kepentingan modal dalam kehidupan manusia.

Urgensi Modal

Afzalurrahman mengatakan, Rasulullah saw. menekankan pentingnya modal dalam ucapan ini: "Tidak akan ada kecemburuan kecuali dalam dua hal: orang yang diberi oleh Allah kekayaan (atau modal) dan kekuasaan untuk membelanjakannya dalm menegakkan kebenaran, dan orang yang dijamin oleh Allah dengan ilmu pengetahuan yang banyak untuk menilai dan mengajarkannya pada orang lain. (Bukhari) .

Modal dalam Perspektif Islam

Dalam pandangan Al-Quran, uang  merupakan  modal  serta  salah satu   faktor   produksi  yang  penting,  tetapi  "bukan  yang terpenting". Manusia menduduki tempat di  atas  modal  disusul sumber  daya  alam.  Pandangan  ini  berbeda  dengan pandangan sementara pelaku ekonomi modern yang  memandang  uang  sebagai segala sesuatu, sehingga tidak jarang manusia atau sumber daya alam dianiaya atau ditelantarkan. Dalam sistem ekonomi Islam modal diharuskan terus berkembang agar sirkulasi uang tidak berhenti.

Di karenakan jika modal atau uang berhenti (ditimbun/stagnan) maka harta itu tidak dapat mendatangkan manfaat bagi orang lain, namun seandainya jika uang diinvestasikan dan digunakan untuk melakuakan bisnis maka uang tersebut akan mendatangkan manfaat bagi orang lain, termasuk di antaranya jika ada bisnis berjalan maka akan bisa menyerap tenaga kerja. Seorang wali yang menguasai  harta orang-orang  yang  tidak  atau  belum mampu mengurus hartanya, diperintahkan untuk  mengembangkan  harta  yang  berada  dalam kekuasaannya itu dan membiayai kebutuhan pemiliknya yang tidak mampu itu, dari keuntungan perputaran modal, bukan dari  pokok modal. Sebagaimana firman Allah swt:

Artinya : "Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik."

Secara fisik terdapat dua jenis modal yaitu fixed capital dan circulating capital. Fixed capital seperti gedung-gedung, mesin-mesin atau pabrik-pabrik, yaitu benda-benda yang ketika manfaatnya dinikmati tidak berkurang eksistensi substansinya. Adapun circulating capital seperti: bahan baku dan uang ketika manfaatnya dinikmati, substansinya juga hilang. Perbedaan keduanya dalam syariah dapat kita lihat sebagai berikut. Modal tetap pada umumnya dapat disewakan, tetapi tidak dapat dipinjamkan (qardh). Sedangkan modal sirkulasi yang bersifat konsumtif bisa dipinjamkan (qardh) tetapi tidak dapat disewakan. Hal itu karena ijarah dalam Islam hanya dapat dilakukan pada benda-benda yang memiliki karakteristik, substansinya dapat dinikmati secara terpisah atau sekaligus. Ketika sebuah barang disewakan, maka manfaat barang tersebut dipisahkan dari yang empunya. Ia kini dinikmati oleh penyewa, namun status kepemilikannya tetap pada si empunya. Ketika masa sewa berakhir, barang itu dikembalikan kepada si empunya dalam keadaan seperti sediakala.

Ketentuan Hukum Islam Mengenai Modal

Beberapa ketentuan hukum Islam mengenai modal dikemukakan A. Muhsin Sulaiman, sebagaimana yang dikutip oleh Rustam Effendi adalah sebagai berikut:

Islam mengharamkan penimbunan modal

Modal tidak boleh dipinjam dan meminjamkan dengan cara riba

Modal harus dengan cara yang sama dengan mendapatkan hak milik (dengan cara yang halal misalnya, lihat )

Modal yang mencapai nisab, zakatnya wajib dikeluarkan (85 gram emas, pen)

Modal tidak boleh digunakan untuk memproduksi dengan cara boros

Pembayaran gaji buruh/pekerja harus sesuai dengan ketentuan gajih dalam Islam.

Pengembangan Modal

Dalam mengembangkan modal, umtuk meningkatkan atau memperbanyak jumlah modal dengan berbagai upaya yang halal, baik melalui produksi maupun investasi. Semua itu bertujuan agar harta bisa bertambah sesuai yang diinginkan. Adapun bentuk-bentuk pengembangan modal menurut ketentuan Syari'ah Mu'amalah, dapat dilakukan dalam bentuk atau pola sebagai berikut:

Transaksi akad jual-beli, yaitu pengembangan modal usaha di mana seseorang berada dalam posisi sebagai penjual dan yang lainnya sebagai pembeli, seperti dalam akad al-Ba'i, as-Salam, dan al-Istinsya'. "Dari Shuhaib Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tiga hal yang didalamnya ada berkah adalah jual-beli bertempo, ber-qiradl (memberikan modal kepada seseorang hasil dibagi dua), dan mencampur gandum dengan sya'ir untuk makanan di rumah, bukan untuk dijual."

Transaksi akad bagi-hasil, yaitu pengembangan modal usaha di mana seseorang dapat bertindak sebagai pemberi modal dan yang lainnya bertindak sebagai pengelola modal dengan kerentuan akan membagi hasil yang diperoleh sesuai perjanjian yang telah disepakati. Transaksi ini dapat dilihat dalam akad-akad bagi hasil seperti dalam akad as-syirkah seperti akad al-Mudharabah dan akad as-Syirkah. "Dari Hakim Ibnu Hizam bahwa disyaratkan bagi seseorang yang memberikan modal sebagai qiradl, yaitu: Jangan menggunakan modalku untuk barang yang bernyawa, jangan membawanya ke laut, dan jangan membawanya di tengah air yang mengalir. Jika engkau melakukan salah satu di antaranya, maka engkaulah yangmenanggung modalku". Riwayat Daruquthni dengan perawi-perawi yang dapat dipercaya. Malik berkata dalam kitabnya al-Muwattho', dari Ala' Ibnu Abdurrahman Ibnu Ya'qub, dari ayahnya, dari kakeknya: Bahwa ia pernah menjalankan modal Utsman dengan keuntungan dibagi dua.

Hadist ini menerangkan bahwa maksud dari ketiga syarat tersebut (jangan engkau gunakan modalku pada barang berjiwa dan tidak juga dibawa melintasi laut dan melintasi lembah yang berair) adalah dalam perbuatan seperti yang disyaratkan tadi (ke tiga perkara tadi) ada bahaya yang tidak terduga lebih dahulu, yaitu apabila seseorang menggunakan modalnya itu dengan bebas dalam artian tidak memikirkan madhoratnya, maka itu akan berbahaya karena ada sesuatu yang tidak terduga yang bisa saja datang kepada si pemilik modal.

Dan apabila syarat tersebut dilanggar, maka kerugian yang akan terbit dari padanya adalah atas tanggungan penerima modal itu, maksudnya adalah apabila terjadi kerugian yang disebabkan kecerobohan salah satu pihak, maka ia harus menanggung kerugiannya sendiri. Tetapi apabila kerugian tersebut karena kecelakaan atau unsur kecelakaan, maka kerugaian tersebut ditanggung bersama.

Dengan demikian syarat/pernyataan tersebut memberikan unsur keadilan bagi kedua belah pihak sesuai dengan prinsip dasar ekonomi Islam. Dan khususnya bagi pebankan syariah, akad mudharabah/kerjasama ini digunakan sebagai salah satu produk perbankan syariah untuk mencegah terjadinyasistem riba dalam masyarakat, karena akad mudharabah ini sangat membantu bagiorang-orang yang mempunyai kemampuan usaha akan tetapi tidak mempunyai modal, sehingga dapat terhindar dari sistem riba.

Transaksi akad jasa, yaitu pengembangan modal di mana seseorang bertindak sebagai konsumen/pemakai jasa dan wajib memberikan harga kepada pihak yang telah memberikan jasa tersebut menurut kesepakatan yang dibuat, seperti dalam akad al-rahn, al-wadi'ah. Sabda Rasulullah sawyang artin ya:  Dari Khaulah Al-Anshariyah radhiyallahu anha, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: "Sesungguhnya ada orang-orang yang mengelola dan mengambil harta kaum muslimin tanpa hak, maka bagi mereka azab neraka pada hari kiamat."

Sistem pengembangan dalam hal ini, ekonomi Islam memberikan batasan-batasan sebagai berikut:

Cara mendapatkan modal (harta) dan mengembangkannya tidak dilakukan dengan yang dilarang Syari'at Islam. Antara lain pertama, dengan jalan perjudian, karena cara ini dapat menimbulkan permusuhan dan dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat. Pada dasarnya cara pengembangan ini dilakukan tanpa adanya usaha yang jelas dan hanya bersifat spekulasi semata. Kedua, pengembangan harta/modal dengan jalan riba (apapun bentuk dan jumlahnya), yaitu pengambilan keuntungan dengan cara mengeksploitasi tenaga orang lain. Ketiga, pengembangan modal dengan jalan penipuan (al-ghabn atau at-tadlis). Cara-cara penipuan dalam segala kegiatan ekonomi yang dilakukan di masyarakat jelas-jelas dilarang dan diharamkan agama. Keempat, pengembangan modal (harta) dengan jalan penimbunan. Maksudnya adalah seseorang mengumpulkan barang-barang dengan tujuan menunggu waktu naiknya harga barang-barang terebut, sehingga ia bisa menjualnya dengan harga tinggi menurut kehendaknya. Rasulullah saw bersabda yang artinya : "Sesungguhnya orang-orang yang mengelola harta Allah dengan tidak benar maka bagi mereka api neraka pada hari kiamat."

Menentukan mekanisme pengembangan dan pengelolaannya, di mana dalam mekanisme ini harus jelas cara atau bentuk serta tujuan yang akan dicapai. Prinsipnya adalah peningkatan dan pembagian hasil untuk menciptakan sirkulasi yang benar dan tepat bagi setiap golongan masyarakat dengan latar belakang perekonomian yang berbeda.

Hak milik pribadi kadangkala dalam keadaan tertentu dapat berubah menjadi milik umum. Di antara hal penting yang diungkapkan ajaran Islam adalah penetapan antara pemilikan bersama menyangkut benda-benda yang bersifat dharuri (yang sangat dibutuhkan bagi semua manusia), sehingga kepemilikannya bersifat bersama dan umum. Rasul saw bersabda yakni artinya sebagai berikut : "Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Sa'id berkata, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Khirasy bin Hausyab Asy Syaibani dari Al Awwam bin Hausyab dari Mujahid dari Ibnu Abbas ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal; air, rumput dan api. Dan harganya adalah haram." Abu Sa'id berkata, "Yang dimaksud adalah air yang mengalir."

Mensuplai atau memberikan orang yang memiliki keterbatasan faktor-faktor produksi dengan ketentuan-ketentuan yang ada, seperti memberikan pinjaman modal untuk digunakan sebagai modal usaha sehingga dapat dikembangkan lagi menjadi lebih besar, ataupun dengan memberikan modal kepada seseorang dengan perjanjian membagi hasil yang didapat sesuai perjanjian yang sudah disepakati oleh kedua belah pihak. 

Telah diterangkan dalam sebuah hadis yang artinya sebagai berikut : "Tuan kami, Abbas Ibn Abd al-Muthalib jika menyerahkan hartanya (kepada seorang yang pakar dalam perdagangan) melalui akad mudharabah, dia mengemukakan syarat bahwa harta itu jangan diperdagangkan melalui lautan, juga jangan menempuh lembah-lembah, dan tidak boleh dibelikan hewan ternak yang sakit tidak dapat bergerak atau berjalan. Jika (ketiga) hal itu dilakukan, maka pengelola modal dikenai ganti rugi. Kemudian syarat yang dikemukakan Abbas Ibn Abd al-Muthalib ini sampai kepada Rasulullah SAW dan Rasul membolehkannya.

Daftar Pustaka

Suhendi, Hendi, Dr. H. M.Si. Fiqh Muamalah. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. 

2005.

Swasono, Sri Edi. Pandangan Islam dalam Sitem Ekonomi Indonesia. Jakarta : UI

Press. 1987.

Ash Shiddiqie, M. Hasbi. Pengantar Fiqh Muamalah. Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra. 1997.

An-Nabhani, Taqyuddin. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam.

Surabaya: Risalah Gusti. 1996.

Haroen, DR. H. Nasrun. Fiqh Mu'amalah. Jakarta: Gaya Media Pratama. 2000.

Syafee'i, Prof. DR. H. Racmat. Fiqih Muamalah. Bandung : CV. Pustaka Setia. 2001.

Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam. Bandung : Sinar Baru Algesindo. 1994.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun