Menurut buku Millennials Kill Everything, terdapat tiga disrupsi yang akan menghancurkan bisnis-bisnis raksasa di Indonesia. Tiga disrupsi tersebut adalah digital disruption, millennial disruption, dan muslim market disruption.Â
Seperti yang kita ketahui bahwa disrupsi adalah pergeseran perilaku dari yang biasanya dilakukan di dunia nyata ke dunia maya. Pergeseran ini memicu digitalisasi dalam berbagai bidang yang dilakukan secara masif.Â
Salah satu digitalisasi yang disebabkan disrupsi ini adalah munculnya platform-platform keuangan digital atau yang kita kenal sebagai platform financial technology (fintech).
Perkembangan platform fintech yang melesat cepat seperti sekarang ini semakin memerlihatkan pengaruh besar dari era disrupsi yang kita hadapi saat ini. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan dengan jumlah fintech terutama fintech pinjaman online yang mencapai 113 perusahaan pada 31 Mei 2019 (OJK, 2019).Â
Selain itu, Perkembangan platform fintech dapat kita lihat pada berbagai bidang keuangan, investasi, alat pembayaran non tunai, pemberian pinjaman online atau cicilan online, dan banyak jenis fintech lain.Â
Hal ini menciptakan ekosistem baru dan perubahan yang sangat besar dalam industri keuangan. Salah satu bidang fintech yang saat ini sedang populer adalah fintech cicilan online atau pinjaman online.
Fintech cicilan online di Indonesia dibagi menjadi dua sistem, yaitu sistem konvensional dan sistem syariah. Perbedaan sistem ini adalah terletak pada mekanisme pembayarannya di mana dalam sistem konvensional menggunakan bunga sebagai imbal balik pinjaman, sedangkan sistem syariah menggunakan bagi hasil (mudharabah) dalam imbal balik pinjaman yang diberikan. Mayoritas fintech yang telah ada di Indonesia saat ini menggunakan sistem konvensional.
Padahal, mayoritas penduduk di Indonesia sendiri adalah muslim yang mengharamkan adanya riba dari bunga yang ada pada sistem konvensional. Hal itu membuat masyarakat muslim seakan-akan terkepung dengan fintech-fintech konvensional ini.Â
Meskipun demikian, fintech-fintech syariah juga mulai berkembang, bahkan ada beberapa fintech konvensional yang menawarkan sistem syariah juga. Perkembangan fintech-fintech syariah ini tidak terlepas dari adanya disrupsi pasar muslim di Indonesia (muslim market disruption) dikarenakan banyak orang islam yang mulai sadar akan bahaya riba bagi harta mereka.
Layanan pendanaan dari fintech ini juga bermacam-macam, seperti pendanaan UMKM, pendanaan kredit rumah, pendanaan kredit kendaraan, bahkan hingga pendanaan biaya pendidikan pada perguruan tinggi.Â
Salah satu layanan yang kini sedang hangat di masyarakat adalah mengenai pendanaan biaya pendidikan atau sering disebut cicilan pendidikan.
Cicilan pendidikan ini menjadi hangat diperbincangkan lantaran terdapat pro dan kontra yang menyertainya dikarenakan ada beberapa kelemahan dari sistem cicilan pendidikan ini, yaitu pada pembayaran pinjaman.Â
Terlepas dari pro dan kontra yang ada, layanan cicilan pendidikan yang ditawarkan oleh beberapa fintech ini sangat dibutuhkan dan bermanfaat bagi pelajar dan mahasiswa, terutama mahasiswa kurang mampu yang tidak memeroleh beasiswa.
Oleh karena itu, dibutuhkan sistem pendanaan dan pembayaran pinjaman yang sesuai untuk mahasiswa yang kurang mampu ini sehingga tidak memberatkan mereka dalam melunasi pinjamannya. Salah satu sistem pendanaan yang dirasa sesuai untuk mahasiswa adalah sistem pendanaan Peer-to-peer (P2P) Lending.
Sistem P2P Lending adalah sistem pendanaan di mana terdapat pemberi pinjaman atau yang memiliki dana untuk meminjamkan dananya kepada peminjam tanpa adanya lembaga keuangan seperti bank sebagai perantara.Â
Sistem pinjaman ini bisa disebut sebagai marketplace pinjam-meminjam karena pada dasarnya sistem ini mencoba mempertemukan antara pihak yang ingin meminjamkan dananya dengan yang ingin meminjam.
Dalam sistem ini pemberi pinjaman juga menjadi investor karena akan ada imbal balik yaitu bunga yang dibebankan kepada peminjam sebagai biaya dari pinjaman yang telah diberikan.Â
Imbal balik yang ada akan menjadi sepenuhnya milik investor karena tidak ada perantara lembaga-lembaga keuangan seperti bank dalam transaksi ini sehingga imbal balik yang akan dibebankan kepada peminjam menjadi lebih kecil. Oleh karena itu, sistem ini sangat cocok untuk diterapkan pada pendanaan biaya pendidikan atau cicilan pendidikan.
Saat ini sudah banyak fintech P2P Lending yang ada di Indonesia. Akan tetapi, masih sedikit yang menggunakan sistem syariah dalam operasionalnya. Hal ini berbanding lurus dengan perkembangan fintech secara umum di Indonesia yang didominasi dengan fintech konvensional dibanding fintech syariah.
Pada dasarnya, konsep P2P Lending syariah hampir mirip dengan P2P Lending konvensional, pembedanya terletak dari imbal balik yang diberikan kepada pemberi pinjaman.Â
Dalam P2P Lending syariah imbal balik yang diberikan berupa ujrah atau imbalan atas jasa berdasarkan akad wakalah. Sedangkan, dalam P2P Lending konvensional imbal balik yang diberikan berupa bunga yang dibebankan pada peminjam.Â
Maka dari itu, adanya konsep syariah dalam fintech P2P Lending ini mampu mengakomodasi masyarakat muslim di Indonesia sehingga mau menggunakan sistem ini.
Dalam sistem P2P Lending ini terdapat dua macam kegiatan ekonomi, yaitu pinjam-meminjam dan investasi. Kedua kegiatan ini dapat dihubungkan dalam konsep tolong-menolong sehingga dapat mengatasi permasalahan sosial, terutama dalam pendidikan. Konsep ini sejalan dengan prinsip dalam ekonomi syariah di mana mengutamakan kemaslahatan sosial atau kepentingan umat.
Konsep tolong-menolong pada sistem P2P Lending syariah yang dimaksud dalam pernyataan sebelumnya dapat dijelaskan dengan perumpamaan sebagai berikut. Ketika terdapat seorang investor yang ingin meminjamkan dananya terhadap mahasiswa yang kekurangan dana, investor tersebut dapat meniatkan pinjaman yang ia berikan sebagai investasi di dunia dan investasi di akhirat.
Investasi di dunia dalam P2P Lending ini bisa dilihat dari imbal balik dari dana yang kita berikan ditambah adanya ujrah atau imbalan jasa. Sedangkan, investasi di akhirat yang ada dalam sistem pendanaan ini dapat dilihat dari tujuan kita membantu mahasiswa tersebut dalam melanjutkan pendidikannya yang dalam islam dikenal sebagai amal jariyah.
Konsep tolong-menolong yang diterapkan pada fintech P2P Lending syariah cicilan pendidikan ini dapat menjadikan kepedulian masyarakat akan semakin kuat karena di dalamnya kita dapat berinvestasi sekaligus beramal.Â
Hal itu akan membuat peluang untuk menggaet masyarakat muslim untuk ikut andil dalam sistem ini sebagai investor akan semakin tinggi sehingga akan banyak juga dana yang terkumpul untuk siap disalurkan kepada mahasiswa yang kurang mampu sehingga permasalahan tidak bisa melanjutkan pendidikan karena biaya dapat teratasi.
Dengan demikian, pengembangan fintech cicilan pendidikan berprinsip syariah dengan basis P2P Lending tentu sangat memiliki prospek yang bagus sehingga perlu untuk dikembangkan secara lebih serius oleh seluruh elemen dalam negeri ini, baik masyarakat maupun pemerintah sehingga konsep tolong-menolong yang telah dijelaskan dapat terlaksana dan masalah sosial yaitu mengenai pendidikan dapat segera teratasi di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H