Mohon tunggu...
Rara Avis
Rara Avis Mohon Tunggu... -

Pembaca Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dahaga

3 Juni 2016   13:40 Diperbarui: 3 Juni 2016   13:50 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setetes air merentang asa

Kau menangis menekuri pembaringanku

Delapan belas bulan hitungan ingatan

Tabungan tinggal nama, tanah pun ku tak berpunya lagise

Tergadai sudah penunda mati

Ku tak berdaya melihat deras airmatamu

Meratapi bayangan mati

Menurut berita dokter kemarin ini

***

Bila air jadi pantangan

Satu tetes di sudut bibir menoreh pilu

Isak tangismu semakin menyengal

Menindih dada sesakku

Godam di jantung bertalu-talu

Penanda kumasih di sampingmu

Kau

Alasan hidupku

Kau

Satu-satunya cintaku

Kau

Ke mana mataku melekat ke dasar hatimu

***

Ginjal ini terlanjur rusak

Satu terambil lima tahun lalu

Satu tertinggal semakin menyesak

Menghempas, meretas, merampas

Kuatku tak lagi nyata

Namaku sebentar sirna

Menunggu bayang maut mencerabut

Nyawaku yang satu ini

Tinggalkan raga

Tinggalkan cintaku kepadamu

Kau

Yang setia merentang masa

Dengan setetes air

Pemuas dahagaku

Kau

Satu-satunya yang kupunya

Cintaku!

*) Puisi ini dipersembahkan untuk seseorang yang kehilangan orang tercinta setelah menderita gagal ginjal dua tahun lamanya.

2 Juni 2016 -- Rara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun