Setetes air merentang asa
Kau menangis menekuri pembaringanku
Delapan belas bulan hitungan ingatan
Tabungan tinggal nama, tanah pun ku tak berpunya lagise
Tergadai sudah penunda mati
Ku tak berdaya melihat deras airmatamu
Meratapi bayangan mati
Menurut berita dokter kemarin ini
***
Bila air jadi pantangan
Satu tetes di sudut bibir menoreh pilu
Isak tangismu semakin menyengal
Menindih dada sesakku
Godam di jantung bertalu-talu
Penanda kumasih di sampingmu
Kau
Alasan hidupku
Kau
Satu-satunya cintaku
Kau
Ke mana mataku melekat ke dasar hatimu
***
Ginjal ini terlanjur rusak
Satu terambil lima tahun lalu
Satu tertinggal semakin menyesak
Menghempas, meretas, merampas
Kuatku tak lagi nyata
Namaku sebentar sirna
Menunggu bayang maut mencerabut
Nyawaku yang satu ini
Tinggalkan raga
Tinggalkan cintaku kepadamu
Kau
Yang setia merentang masa
Dengan setetes air
Pemuas dahagaku
Kau
Satu-satunya yang kupunya
Cintaku!
*) Puisi ini dipersembahkan untuk seseorang yang kehilangan orang tercinta setelah menderita gagal ginjal dua tahun lamanya.
2 Juni 2016 -- Rara
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI