Papa dan pembantai Puja mengangguk. Kemudian papa memberikan sesuatu kepada pembantai lalu mengakhiri pertemuan itu dengan berjabat tangan.
Papa dan Dokter Faisal meninggalkan pembunuh itu.
Pembunuh itu mendekati Puja. Ia mengambil posisi jongkok. Dia mengelus rambut Puja beberapa kali. Jarak sedekat itu tidak lagi bisa menyamarkan wajah. Dan ini benar-benar gila, orang yang menyiksa dan membantai Puja tak lain adalah sepupunya sendiri, Mas Dami. “Maafkan aku Puja. Aku terpaksa melakukannya.” Suaranya bergetar.
Mas Dami kembali meraih kapak yang menindih punggung Puja. Ia mengangkatnya tinggi dan menghunjamkannya ke tubuh Puja. Saat itu pulalah baik Mas Dami dan lokasi pembantaian itu lenyap dan berganti dengan interior kamar berwarna biru langit. Desain plafon seperti langit malam tiba-tiba menjadi malam yang suram terlebih saat salah satu pembunuh itu masuk ke kamarku, papa.
Jangan lewatkan: Mara dan Tragedi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H