Mohon tunggu...
BANYU BIRU
BANYU BIRU Mohon Tunggu... Guru - Guru | Pecandu Fiksi

Orang yang benar-benar bisa merendahkanmu adalah dirimu sendiri. Fokus pada apa yang kamu mulai. Jangan berhenti, selesaikan pertandinganmu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Video Call Karya Banyu Biru

20 Mei 2024   19:58 Diperbarui: 20 Mei 2024   19:58 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nggak mungkinlah. Masa nyasarnya dua hari berturut-turut? Pas kita teleponan gitu?

Aku ragu mengatakan ini, tetapi apa mungkin aktifitas video call-an kami disadap?

Aduh, aku nggak ngerti lagi masalah beginian. Besok aku coba tanya teman yang lebih tahu beginian. Semoga nggak ada apa-apa.

Semoga, batinku.

Sekarang adalah hari kedua setelah teror, sekitar pukul delapan malam kurang sepuluh menit, chat masuk dari Sapta. Sepertinya aku sudah menunjukkan gejala trauma atau mungkin hanya paranoid seperti kata Sapta. Masalahnya perasaan ini sangat mengganggu. Bahkan untuk membuka pesan saja, aku perlu berpikir lama. Tapi bagaimana jika pesan atau panggilan itu dari Sapta?

Yang, video call-an Yok.

Aku membaca pesan Sapta melalui notifikasi. Aku tidak langsung membalas. Seperti mengerti kegelisahanku, Sapta mengirimkan pesan lagi.

Aku udah tanya temanku, cuma ribet kalau harus ngetik.

Ah, tidak enak rasanya menolak permintaan Sapta. Terlebih untuk hubungan jarak jauh ini, risiko hilang kontak besar sekali. Aku tidak mau hal itu terjadi. Akhirnya aku memberanikan diri membuka aplikasi hijau itu dan langsung memanggil kontaknya.

Sapta menjelaskan semua yang ia dapatkan dari temannya. Katanya fitur baru ini memang punya risiko disadap tetapi pelaku kemungkinan hanya bisa dilacak jika penyadap sialan itu juga berada dalam satu grup dengan target. Teori paling masuk akal untuk masalah ini yaitu pengguna akun WA pernah sengaja atau tidak sengaja menerima panggilan nomor tidak dikenal. Itu bisa jadi celah untuk mengambil data rekaman hingga info-info pribadi yang terhubung.

Sapta menjelaskan dengan raut muka yang sangat bersemangat. Sapta bahkan terlihat bangga dengan pengetahuan barunya sama seperti anak kecil yang berhasil menyelesaikan permainannya. Sedikitpun tidak terasa bahwa durasi obrolan kami ternyata sudah hampir dua jam. Absennya nomor misterius itu cukup melegakan. Apakah ini pertanda bahwa semuanya sudah aman? Kupikir begitu, hingga sesuatu muncul di belakang Sapta. Makhluk berbadan besar seperti kabut hitam, membentuk manusia yang mengenakan jubah. Wajahnya tidak bisa terlihat jelas, tetapi ada kilatan berwarna merah menyala di matanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun