"Mas, ini temannya udah bangun." Telingaku menangkap suara bariton khas pria dewasa. Badanku masih terasa sangat pegal. Aku mengembus napas lega melihat teman-temanku mengerubungiku dengan wajah yang normal, bukan wajah menyeramkan seperti di dalam kelas beberapa waktu yang lalu.
"Kukira kau sudah terbiasa, Rik," kata Miko.
"Terbiasa buat apa?" tanyaku masih dalam kondisi berbaring.
"Kita dan tempat ini," timpal Oki.
"Maksudmu?"
Miko membantuku untuk duduk, "Kau harus terima kalau sekarang tempat kita di sini. Sama seperti kau terbiasa melihat kami, kau juga harus terbiasa dengan mereka." Miko mengarahkan kepalanya pada orang-orang yang lalu-lalang di sekitar kami. Muka mereka persis seperti yang kulihat di ruang kelas tadi. Aku ingin segera kabur, tetapi Miko, Oki dan Kema malah berusaha menahanku.
"Rik, belajarlah untuk menerima keadaan. Kita sudah di sini dalam waktu yang lama dan kita akan tetap menjadi penghuni sekolah ini untuk selamanya."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H