Kepala kami bergerak serentak. Kami agaknya lebih kaget mendengar suara Kema dari pada apa yang akan kami hadapi. Di antara kami, Kema bukan hanya irit berbicara, tetapi paling penakut. Kami pernah menjahili di toilet dan ngambeknya tahan sampai dua minggu. Kema melangkah dengan mantap. Tepat di mulut pintu, ia berhenti dan melirik ke arah kami. Ia tersenyum kepada kami sebelum masuk ke dalam ruang kelas itu.
"Kurang ajar. Kayaknya nih bocah ngerjain kita, deh. Harga diri gue turun nih kalau begini," gerutu Miko.
"Makan, tuh harga diri," sindir Oki.
"Eh, kemarin juga ide lu ya," protes Miko.
"Tapi eksekutornya kan elu."
Sshh... Aku mendiamkan mereka, "Kok Kema belum balik juga?"
Miko dan Oki saling pandang, "Sebenarnya lu mau nunjukin apa, sih?" Oki mulai resah.
Miko tergagap, "Ta...tadi ada kucing kawin."
Koi refleks memukul keras kepala Miko hingga mengaduh, "Anjir... itu doang?"
"Tapi kenapa Kema belum keluar. Apa jangan-jangan..." Aku bergumam.
Setelah berpikir sejenak, akhirnya aku memberanikan diri, "Oke, gue mau ngecek. Tapi kalau gue belum balik, segera nyusul gue. Awas kalau nggak," tegasku.
Dadaku berdegup semakin kencang. Aku melirik Miko dan Kema dengan tidak yakin. Namun, rupanya mereka sangat ikhlas. Tangan mereka menyuruh terus maju. Aku tiba di mulut pintu. Sama seperti Kema, aku berhenti di mulut pintu. Bedanya, aku tidak mungkin bisa sesantai Kema melihat apa yang terpampang jelas di depan mataku. Kelas itu penuh dengan manusia--eh aku tidak begitu yakin. Muka mereka pucat, bahkan sekujur tubuh mereka. Kakiku mendadak kaku tak bisa beranjak. Aku merasa darahku seperti terhisap habis sehingga sekujur tubuhku terasa dingin. Jarak napasku begitu dekat sehingga dadaku terasa berat.Manusia-manusia bermuka pucat itu menyadari keberadaanku. Mereka menoleh. Aku semakin lemas ketika mata mereka mengucurkan cairan berwarna hitam pekat. Bau bangkai segera menyeruak masuk ke dalam hidungku sampai kepalaku terasa sangat pening. Mreka semua bangkit dari kursi mereka dan berjalan ke arahku. Suaraku tercekat. Aku tidak bisa berteriak. Aku tercekik. Napasku mulai pendek dan kemudian aku tidak bisa melihat apa-apa.