Mohon tunggu...
RANTO NAPITUPULU
RANTO NAPITUPULU Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Otodidak

Saya bukan sastrawan. Hanya seorang penulis otodidak yang suka bercerita tentang banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sajak Sepanjang Perjalanan Semarang-Jakarta

14 Maret 2024   22:26 Diperbarui: 15 Juli 2024   10:12 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

terompet kereta kembali bersuara
sebagai aba-aba
sesaat lagi kereta akan tiba di satu kota
sebagaimana demikianlah hidup kita
hanya berjarak sejauh satu kota ke satu kota

aku menutup mata
untuk mengingat wajahmu yang tiada beda
dengan rahwana yang tamak dan serakah
kau menguyah kayu-kayu di hutan toba
seperti burung nasar
mengunyah bangkai tak peduli bangkai itu bangkai siapa
tanpa kau hitung nyawa dan jiwa
yang kelak akan ditimpa batu-batu yang murka

terkutukluh hei kau bangsat!
pemilik kepala sepuluh rupa
yang juga serakah pada isteri rama wijaya
tariklah napas terakhirmu s'bab ajalmu akan tiba
sri rama akan melepas anak panah gunawijaya dari busurnya

aku tak mau melihat kau tertawa
saat menjual tanah leluhur kita kepada mereka
para lelaki penjilat bermuka lima

**

Desember 2023


4. batu-batu menangis

hujan turun
kukenakan ulos pemberian ibu
aku teringat cerita seruni yang memeluk dingin lalu menjadi batu
tergantung jauh di atas danau

di bangku kereta dekat jendela
seorang perempuan menangis memeluk kisah sitinurbaya
jiwanya lari ke dalam rimba
meninggalkan lelaki yang tidak akan pernah menjadi suaminya
sebab ia tidak cinta sebab ia tidak suka

apakah lacur namanya jika ia jujur berkata
bahwa ia tidak cinta meski itu dalam suka (?)
apakah ia akan menjadi pendosa
jika ia hendak membuang kisah sitinurbaya dari jendela kereta (?)

batu-batu pun menangis sejadinya
melihat kita mentertawakan air mata perempuan bernama natalia
yang dijodohkan ayahnya
kepada lelaki yang tidak dia suka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun