Mohon tunggu...
RANTO NAPITUPULU
RANTO NAPITUPULU Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Otodidak

Saya bukan sastrawan. Hanya seorang penulis otodidak yang suka bercerita tentang banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sajak Sepanjang Perjalanan Semarang-Jakarta

14 Maret 2024   22:26 Diperbarui: 15 Juli 2024   10:12 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ranto Napitupulu:


1. batu-batu putih dan merah

kutinggalkan tanah leluhur kita
angin berembus tak bersuara
kereta perlahan meninggalkan stasiun tawang
kueja nama itu karena aku suka

aku teringat di satu malam ba'da isya
ada tujuh bocah perempuan
berperang hebat dengan batinnya
di hadapan mereka ada perempuan dewasa bernama adinda
yang hendak mengajarkan pelajaran bahasa indonesia
yang mengucap salam tidak sebagaimana lazimnya penduduk desa

satu dari tujuh bocah perempuan itu bertanya:
apakah ibu tak beragama
sehingga ibu tak mengucap salam seperti lazimnya penduduk desa?
apakah ibu tak beragama
sehingga ibu tak mengenakan penutup kepala
sebagaimana lazimnya perempuan penduduk desa?

perempuan bernama adinda berkata:
kita ada di rumah besar
yang batu di bawah tiangnya berwarna putih dan merah
dihuni oleh banyak agama dan marga
yang masing-masing nenek moyangnya sudah ada
sebelum kerajaan majapahit ada
amarahnya juga akan memuncak
jika ada hinaan untuk ibunya, indonesia

salam kita boleh berbeda
tetapi darah kita sama-sama merah
yaitu indonesia

tujuh bocah perempuan itu bertanya dalam batinnya
siapakah orang yang telah tega
tidak mengajarkan itu kepada kami semasa kami masih belia?

**

Desember 2023


2. batu-batu berlari

batu-batu berlari
meninggalkan petak-petak sawah yang tak lagi ditumbuhi padi
yang tubuhnya retak-retak nyaris mati
yang dadanya merah seperti baru saja dibakar oleh api
yang anak-anaknya menangis menginjak-injak jantung mimpi

dari jendela kereta
aku melihat pohon-pohon pisang berlari sambil menutup mata
meninggalkan sawah dan ladang yang sudah lama menjadi rimba
yang mulutnya dibungkam oleh janji para pendusta
yang perut anaknya lapar dari masa ke masa

terompet kereta berteriak memecah sunyi
seorang bocah tak berbaju melompat dari sembunyi
menggiring kambing-kambing agar tak terlindas kereta api
matanya bengis mendelik
memaki mulut manis masinis yang bermanis-manis

pada satu kota
aku melihat ada bocah dengan gagah menyiksa seorang bocah
merasa seperti publicanus di zaman kerajaan roma
kakinya beringas menerjang dada si bocah yang meronta
tanpa hati ia terus menerjang menyiksa

ia tak lagi punya akar
akarnya hilang dibawa ibunya ke tanah seberang
entah siapa yang telah melolohkan nasi basi ke mulutnya
sehingga ia menjadi tak punya rasa

dari jendela
sepanjang rel kereta semarang-jakarta
aku membayangkan wajahmu yang belakangan semakin mirip duryudana
dalam cerita mahabharata
pongah di antara orang-orang di perjamuan tak bermeja
berpesta dengan para lelaki penjilat bermuka lima.

kututup mata
aku mau buta saja
aku tak mau melihat kau menjual rumah kita
kepada mereka
para lelaki penjilat bermuka lima

**

Desember 2023

3. batu-batu marah

batu-batu marah
pada ombak laut batang yang menghempas tak bergairah
yang dulu dadanya gemuk berisi lemak ikan layang
sekarang tak lagi kenyal bagi nelayan
sebab anak-anaknya telah membelah perahu menjadi kayu bakar
untuk menanak khotbah para pendeta
memasak tausiyah penjual ceramah

anak-anak nelayan sudah lama mengubur mimpi
nelayan sudah lama meringkuk memeluk lutut di dalam kain
seolah-olah sedang bermimpi
dan kau senyam-senyum mengumbar janji
di jalan-jalan jakarta seperti baru saja menuntaskan mimpi

dari jendela kereta
kudengar tangis meratap di baktiraja
di tanah lelehur para datu dan anak raja
batu-batu marah dan murka
mereka meronta dari akar-akar pohon yang dulu melilitnya
lalu menindih jiwa-jiwa tak tahu apa-apa

terompet kereta kembali bersuara
sebagai aba-aba
sesaat lagi kereta akan tiba di satu kota
sebagaimana demikianlah hidup kita
hanya berjarak sejauh satu kota ke satu kota

aku menutup mata
untuk mengingat wajahmu yang tiada beda
dengan rahwana yang tamak dan serakah
kau menguyah kayu-kayu di hutan toba
seperti burung nasar
mengunyah bangkai tak peduli bangkai itu bangkai siapa
tanpa kau hitung nyawa dan jiwa
yang kelak akan ditimpa batu-batu yang murka

terkutukluh hei kau bangsat!
pemilik kepala sepuluh rupa
yang juga serakah pada isteri rama wijaya
tariklah napas terakhirmu s'bab ajalmu akan tiba
sri rama akan melepas anak panah gunawijaya dari busurnya

aku tak mau melihat kau tertawa
saat menjual tanah leluhur kita kepada mereka
para lelaki penjilat bermuka lima

**

Desember 2023


4. batu-batu menangis

hujan turun
kukenakan ulos pemberian ibu
aku teringat cerita seruni yang memeluk dingin lalu menjadi batu
tergantung jauh di atas danau

di bangku kereta dekat jendela
seorang perempuan menangis memeluk kisah sitinurbaya
jiwanya lari ke dalam rimba
meninggalkan lelaki yang tidak akan pernah menjadi suaminya
sebab ia tidak cinta sebab ia tidak suka

apakah lacur namanya jika ia jujur berkata
bahwa ia tidak cinta meski itu dalam suka (?)
apakah ia akan menjadi pendosa
jika ia hendak membuang kisah sitinurbaya dari jendela kereta (?)

batu-batu pun menangis sejadinya
melihat kita mentertawakan air mata perempuan bernama natalia
yang dijodohkan ayahnya
kepada lelaki yang tidak dia suka

di jakarta
batu-batu menangis juga
melihatmu berjoget bagai badut paling jenaka
padahal di dalam rohmu ada roh aswatama
yang menghalalkan segala siasat demi tahta

berhentilah berjoget tuan
menyuguhkan lelucon tak bermakna
sebab tuan hanya memasak pepesan tak berisi apa-apa
sudah lama kami mengais tanah demi mengusir rasa lapar
sudah lama kami mendengar berita
kalau tuan hanya akan berjalan dari satu ruang ke ruang lainnya saja
menggagas siasat bagaimana cara
agar emas di lumbung leluhur tuan tetap bertambah

batu-batu menangis di perempatan jalan jakarta
melihat bocah-bocah tengadahkan tangan
mendengar perempuan belia memeluk perutnya
setelah dirudapaksa para bangsat berhati laknat.

aku tak mau membuka mata
aku mau buta saja
tak mau melihatmu berjoget seperti badut paling jenaka

**

Desember 2023

5. batu-batu bertanya

di stasiun jatinegara
aku mendengar batu-batu bertanya
dimanakah kini nisan mereka
orang-orang yang dijemput sekawanan orang bersenjata

turun dari kereta
aku mendengar langit jakarta berkata
mereka sudah di rumah bapa
tetapi batu-batu masih juga bertanya
siapakah yang kasih perintah melepaskan peluru senjata
kepada orang-orang berikat kepala
di kampus trisakti jakarta (?)

aku tak tahu menjawab apa
apakah mata harus diganti mata
darah ditebus darah
atau tragedi itu kita lupakan saja?

aku menutup mata
duduk menghadap batu-batu yang masih bertanya.

**

Desember 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun