Mohon tunggu...
RANTO NAPITUPULU
RANTO NAPITUPULU Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Otodidak

Saya bukan sastrawan. Hanya seorang penulis otodidak yang suka bercerita tentang banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ayah Diculik Orang Bunian

25 Januari 2024   18:04 Diperbarui: 25 Januari 2024   22:35 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

AYAH diculik orang bunian? Bah? Yang udah senget-nya mungkin orang bunian itu. Gak tau adat dia itu. Yang gak pernahnya mungkin dia itu main hp. Makanya gak tahu dia kemajuan zaman ini. 

"Masak sudah semaju ini zaman ini, masih main culik juga?"

Tandika kesal sekesalkesalnya mendapat kabar, bahwa ayah mereka hilang di mual tempat mandi. Katanya diculik orang bunian.

Tandika adalah orang yang tidak pernah percaya hal-hal gaib, yang tidak masuk di akal. Seperti soal orang bunian. Menurut Tandika, cerita soal mahkluk ini adalah salah satu dongeng pengantar tidur. Karena itulah ia mengumpat sekenanya saja. 

Berita yang dia terima, dugaan yang paling mungkin adalah ayah hilang di mual. Cerita ibu, sepulang dari lapo, ayah tidak ke mana-mana lagi. Hanya sebentar saja dia membenahi plastik penutup drum pupuk organik cair di belakang rumah. Plastik penutup drum itu terbuka sedikit. Mungkin tertiup angin. Jadi harus dibenarkan supaya proses fermentasi bahan pupuk di dalamnya tidak terganggu. 

Setelah itu ayah bergegas hendak mandi. Itu ibu ketahui karena ayah terdengar menanyakan di mana handuknya. Waktu itu ibu hanya menjawab dari ruang tengah.

"Itu, di jemuran!"

Setelah itu tidak kedengaran lagi suara ayah.

Dugaan bahwa ayah hilang di mual juga didukung kesaksian tiga anak lajang, yang melihat ayah menenteng gayung mandi dan melilitkan handuk di lehernya berjalan menuju mual. 

Tetapi jika hilangnya di mual, hilang ke mana? Hanyut? Tidak mungkin. Mual tempat mandi itu bukan sungai. Hanya berupa bak besar yang dipahat dari batu utuh yang di dasarnya ada belasan mata air. Kalau orang mandi, airnya cukup digayung saja dari bak besar itu. 

Air buangan di tempat mandi itu dialirkan ke bondar besar yang juga mengalirkan air dari gunung dan berfungsi sebagai irigasi sawah.

Jadi tidak ada jalannya ayah dibilang hanyut atau tenggelam.

Atas dasar pemikiran itulah, dua orang warga yang masih kerabat dekat keluarga ayah berinisiatif meminta bantuan parubat. Dari parubat itulah diketahui kalau ayah diculik oleh orang bunian.

*

Selepas mengumpat kesal tadi, Tandika teringat beberapa cerita ayah. Salah satunya, dulu, sewaktu ayah baru menikah dengan ibu, ayah pernah dijemput seorang tentara yang bertugas sebagai babinsa di desa mereka.

Alasan penjemputan itu karena ayah sering menyampaikan pendapatnya di lapo tentang hak keturunan orang yang dituduh terlibat dengan partai terlarang di masa pergolakan politik dulu.

Menurut ayah waktu itu, hak mereka sebagai warga negara harus sama dengan hak warga negera lainnya. 

Setelah penjemputan itu, atas pertimbangan bahwa dia sudah punya istri, ayah tidak pernah lagi menyampaikan pendapatnya itu. Kalau pun ia berkeluh kesah soal ketidakadilan, relatif yang ringan-ringan saja. Biasanya soal-soal kehidupan sosial saja.

Tandika khawatir, jangan-jangan tabiat ayah kambuh lagi. Ini kan tahun politik. Tahun yang sangat sensitif menyinggung soal-soal pelanggaran hak azasi orang hidup.

"Jangan-jangan ayah dijemput?"

Tandika meraih ponselnya. Ia bermaksud mengingatkan ibu, agar berpikir hal yang masuk akal saja. Tandika mau bilang sama ibu, jangan-jangan ayah diamankan oleh yang berwajib.

Tidak ada yang mangangkat panggilan Tandika. Karena memang ibu dan beberapa orang kerabat mereka sedang mempersiapkan segala sesuatunya untuk membujuk orang bunian yang menculik ayah, agar mereka mau melepas ayah.

Segala sesuatu yang dipersiapkan itu akan diantarkan nanti ke dekat lubang perbeguan yang ada di hulu mual tempat mandi itu. 

Ponsel Tandika berdering. Panggilan dari adiknya, Tiurma, dari Tembalang. Tiurma kuliah di UNDIP. Sudan semester VII. 

"Aku mau pulang besok, Bang. Aku harus bantu ibu mencari ayah. Kok bisa begitu nasib ayah kita?" suara Tiurma bergetar. 

"Sudah beli tiket?"

"Belum."

"Kalau begitu, tunda dulu. Kita tunggu dulu berita sampai besok pagi. Kalau sampai besok pagi belum juga diketahui keberadaan ayah, baru kita pulang. Kalau kita pulang, ke Jakarta dulu. Kita sama dari sini."

"Abang bisa cuti? Bukannya karyawan yang masih magang tidak bisa cuti?"

"Bagiku ayah lebih penting. Istirahatlah dulu. Nanti kalau ada kabar terbaru, segera kubell."

"Oke, Bang."

*

Pukul tiga subuh seorang kerabat dekat ayah yang bekerja di RSUD datang membawa kabar.

"Amangkela ada di rumah sakit, Namboru. Dia ditemukan orang tergeletak di tepi jalan sekitar lubang parbeguan. Sepertinya baru diantarkan orang ke situ."

Juniel dan Marta, adik Tandika dan Tiurma menangis sejadi-jadinya.

"Apa kubilang, Bu. Ayah itu bukan diculik orang bunian. Ayah itu diculik orang. Sewaktu di lapo, ayah bersitegang dengan beberapa orang bapak-bapak. Kudengar, bapak ada menyebut-nyebut tragedi mei-tragedi mei, gitu."

"Tetapi, bisa jadi amangkela itu dibawa orang bunian. Karena, beliau tampak bingung. Tidak bisa ditanyai," kata kerabat ayah yang mambawa kabar itu.

Ibu memeluk Juniel dan Marta.

"Ini entah yang keberapa puluh kalinya. Dulu juga ayah kalian sering dijemput. Tetapi selalu tidak apa-apa. Kali ini pun, ayah kalian akan baik-baik saja."

**

____________________________

senget = gila

orang bunian = mahkluk halus

mual    = air, mata air tempat mandi

lapo     = kedai

bondar = parit besar

parubat = dukun

amangkela = paman

namboru = bibi

lubang parbeguan = gua angker

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun