Mohon tunggu...
Ranoldus Tangke
Ranoldus Tangke Mohon Tunggu... -

Seorang yang senang menulis, fotografi, dan bermusik.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Persimpangan

27 Juli 2016   16:01 Diperbarui: 27 Juli 2016   17:08 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Doc. Pribadi

              Sekarang, di sinilah saya. Berdiri di persimpangan yang tak jelas. Persimpangan antara surga dan neraka. Sebenarnya saya ingin masuk surga, tapi entah mengapa saya ditahan oleh malaikat penjaga dan disuruh berdiri di persimpangan ini. Jangan tanyakan sudah berapa lama saya di sini, karena di sini tak mengenal dimensi waktu. Yang jelas saya sudah cukup lama.

          Saya tak mengerti apa yang telah terjadi sehingga harus menunggu di sini, menunggu keputusan tentang apakah saya masuk neraka atau surga.

          Berawal dari mengidab kanker usus pada usia dua puluh tiga tahun. Lalu setelah muncul garis lurus pada elektrokardiograf, saya diantar oleh seorang malaikat menuju langit (anggaplah demikian). Sampai di langit, saya dihadapkan dengan seorang malaikat lain di depan pintu surga. Malaikat tersebut tidak memiliki sayap, tetapi memegang sebuah buku yang; saat dibuka, panjangnya sepanjang dua lengan yang direntangkan dan lebarnya sepanjang satu lengan. Juga dengan alat tulis di tangan kanannya.

          Saya melirik pada buku dan nampak banyak nama di sana. Ada yang namanya dicoret terbal sampai tak terbaca lagi, yang namanya dicoret dua garis, dan ada yang tidak dicoret. Di samping nama-nama yang dicoret itu terdapat tulisan seperti “Korupsi”, “Mencuri”, “Membunuh”, “Menipu”, “Bertindak rasis dan intoleran”, “Berzinah”, “Bertindak rasis dan intoleran”, “Bertindak rasis dan intoleran”, “Korupsi”, dan “Korupsi lagi”.

          Saya lantas bertanya pada malaikat yang menjaga buku itu arti dari garis-garis pada nama mereka. Katanya, yang coret tebal artinya masuk ke dalam neraka, yang tidak dicoret berarti masuk surga, sedangkan yang dicoret dua garis artinya masuk dalam "masa penantian".

                                                              ***

          Saya tidak berdiri sendiri. Ada roh-roh lain juga yang berdiri menemani saya. Mereka agak aneh, sih.

          Mengapa?

          Karena mereka berusaha meminta tolong kepada keluarga di dunia untuk mendoakan mereka. Cara yang dipakai pun aneh-aneh, tapi kebanyakan mereka menggunakan mimpi sebagai media, supaya bisa dibedakan antara setan dengan mereka para roh. Mereka terus berusaha sekuat tenaga untuk meminta doa, sampai-sampai ada yang tersedu-sedu.

          Lalu saya bertanya, “Apa gunanya doa mereka? Sampai-sampai kalian berusaha begitu keras supaya didoakan.”

          “Doa dari mereka itu dapat mempercepat penghapusan dosa kita sehingga cepat masuk ke dalam surga. Kalau tidak kita akan langsung dilemparkan ke neraka,” jawab satu dari mereka yang tersedu-sedu.

          Kata mereka semakin banyak yang mendoakan dan semakin sering maka dua garis pada nama dapat dihapus serta semakin cepat pula menuju surga. Benar juga. Saya melihat ada beberapa orang yang baru tiba di sini. Sama seperti saya, mereka disuruh menunggu namun tidak lama setelah itu mereka dipersilahkan masuk. Saya melihat yang mendoakan mereka rata-rata lebih dari seratus orang dan secara terus menerus. Beberapa saat setelah itu, ada beberapa roh lain yang menuju gapura neraka. Lalu mereka ditendang masuk dan menghilang.

          “Mengapa mereka cepat sekali masuk neraka?”

          “Itu karena mereka melakukan korupsi, intoleran, dan rasis. Perbuatan itu sama saja dengan membunuh seseorang. Menurut penilaian di surga, itu lebih kejam. Karena dengan melakukan itu, mereka sama saja merampas kebebasan orang lain. Kebebasan adalah bagian dari kehidupan juga. Jadi, orang lain menjadi ‘mati’ sebelum waktunya.”

                                                              ***

          Oh iya, bagi kalian yang penasaran mengapa saya sampai tertahan di sini, jadi ceritanya begini...

          Kata orang, saat kita meninggal kita akan ditanya oleh malaikat. Saat ditanya itu kita akan menjawabnya bukan dengan menggunakan otak tetapi dengan roh. Maka, saya menjawab semua pertanyaan malaikat dengan menggunakan roh tentunya. Pertanyaan pun mulai diajukan.

Pertanyaan pertama: Seberapa menyenangkannya sikapmu di hadapan orang lain? Dan apa buktinya?

Saya: Oh... jangan salah, saya punya banyak sanak-saudara dan teman. Mereka menyayangi saya, tetapi belum tentu sebaliknya. Mereka selalu membantu saya, tetapi saya agak malas membantu mereka. Takutnya saya malah dimanfaatkan oleh mereka. Mereka selalu menerima kekurangan saya, tapi saya tidak suka jika mereka memalukan. Mereka haruslah sama dengan saya.

Pertanyaan kedua: Mengapa di lingkungan pergaulanmu semuanya golongan kelas menengah ke atas?

Saya: Saya harus pilih-pilih dalam bergaul. Saya tidak bergaul dengan orang-orang di luar dari golongan itu, karena mereka jorok, memalukan, miskin, dan bodoh. Kata “tidak level” terlalu jahat kalau saya pakai, jadi begitulah. Mereka tidak boleh bersama saya, karena nanti saya bisa sakit dan malu, dan kalau begitu kasihan orang tua saya juga, kan?!!

Pertanyaan ketiga: Kamu sering sekali beribadah dan mendapatkan rejeki dari itu. Pernahkah kamu berpikir untuk membagikannya kepada yang juga membutuhkan?

Saya  : Saya jarang memikirkannya karena agar rumit. Saya akan memberikannya jika mereka memintanya pada saya. Tetapi kalau tidak, ya saya nikmati sendiri. Lagipula, nanti malah saya yang capek.

Pertanyaan keempat: Kalau mereka yang meminta tolong padamu, apa tanggapanmu?

Saya: Kadang-kadang walaupun mereka meminta bantuan, saya agak malas untuk membantu. Mereka kan bukan saudara saya, buat apa saya memikirkan mereka! Kalau mereka gagal atau menderita, itu salah mereka sendiri.

          Makanya saya berada di persimpangan ini, setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Lalu sang malaikat masuk ke dalam surga, mungkin mempertimbangkan hasil wawancara tadi bersama Tuhan.

          Penantian ini membuat saya jengah. Jadi coba saya lihat ke bawah utnuk memastikan berapa orang yang mendoakan saya dan memastikan berapa lama lagi saya harus menunggu sampai masuk surga.

          Loh... kok yang berdoa untuk saya cuma mama dan papa saja? Yang lain di mana? Sanak-saudara dan teman-teman mana?

          Tiba-tiba malaikat keluar lagi. Ia mulai mengangkat alat tulisnya, mendekatkan pada nama saya. Lalu... memberi coretan tebal pada nama saya. Saat itu saya pun menangis tersedu-sedu.

Jakarta, 13 Februari 2016

Rano T.

... dan hujan yang belum reda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun