Pendidikan memiliki peran penting dalam kehidupan individu dan masyarakat secara umum. Melalui pendidikan, seseorang dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk menghadapi tantangan kehidupan dan mencapai tujuan hidup.Â
Pendidikan juga membuka pintu kesempatan yang lebih luas karena orang yang memiliki pendidikan yang baik cenderung memiliki akses lebih mudah terhadap lapangan kerja yang lebih baik, peluang karier yang lebih besar, dan pendapatan yang lebih tinggi. Lebih lanjut, pendidikan dapat menjadi alat yang kuat dalam mendorong mobilitas sosial vertikal.
Pentingnya pendidikan ini disadari oleh banyak pihak, termasuk masyarakat di daerah-daerah terpencil. Orang tua berusaha untuk menyekolahkan anaknya tinggi-tinggi, dan anak SMA berbondong-bondong mendaftarkan diri ke perguruan tinggi idamannya di kota.Â
Selesai studi, selanjutnya apa? Fenomena yang saya amati di lingkungan saya sebagai seorang mahasiswa rantau adalah para mahasiswa ini kebanyakan tidak kembali ke kampung halamannya dan memilih menetap setidaknya sementara di kota universitasnya atau kota besar lainnya.
Saya bertanya kepada teman-teman yang memilih tidak pulang dan mendapati bahwa terdapat beberapa faktor penyebab hal ini. Faktor utamanya adalah penghasilan dan karier. Kota besar menawarkan lebih banyak peluang dan tantangan karier. Banyak perusahaan besar dan startup teknologi berlokasi di kota-kota metropolitan, menarik para lulusan dengan berbagai kesempatan karier yang menjanjikan.Â
Faktor berikutnya adalah kehidupan sosial yang beragam. Kota besar menawarkan kehidupan sosial yang beragam dengan banyak kegiatan budaya, seni, hiburan, dan olahraga. Para lulusan seringkali menemukan komunitas yang lebih beraneka ragam di kota, yang dapat meningkatkan kualitas hidup dan memperluas lingkaran pergaulan mereka.
Beberapa anak rantau mungkin telah menghabiskan waktu cukup lama untuk menimba ilmu di luar kampung halaman mereka dan merasa sudah terlalu akrab dengan kehidupan di kota tempat mereka menimba ilmu. Kembali ke kampung halaman mungkin tidak lagi sesuai dengan gaya hidup atau tujuan mereka. Berbagai infrastruktur dan layanan publik yang lebih baik di kota besar menyebabkan mahasiswa enggan kembali ke kampung halaman.Â
Faktor lain yang tidak kalah penting adalah budaya. Kebanyakan masyarakat Indonesia mengukur keberhasilan seseorang dari keluarga yang dia bangun. Tak peduli seberapa besar harta atau pengaruhmu di luar, kalau belum berkeluarga akan tetap dianggap belum berhasil.
Di banyak daerah, pernikahan muda telah menjadi bagian dari tradisi keluarga. Beberapa keluarga meyakini bahwa menikahkan anak-anaknya sejak dini akan memberikan kestabilan sosial dan kehormatan bagi keluarga. Akibatnya, anak-anak yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi sering kali didorong untuk menikah cepat dan menetap di kampung halaman. Hal ini dapat menyebabkan rasa takut yang mempengaruhi pikiran mereka, terutama jika belum siap untuk menikah atau memiliki rencana hidup yang berbeda.
Peran gender juga berperan dalam fenomena ini. Perempuan seringkali dianggap memiliki peran yang lebih tradisional dalam keluarga, terutama setelah menikah. Oleh karena itu, anak perempuan yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi mungkin lebih cenderung untuk menikah dan tinggal di kampung halaman, mengikuti ekspektasi sosial yang ada.Â