Mohon tunggu...
Ridha Munawir Masly Pandoe
Ridha Munawir Masly Pandoe Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Keamanan Maritim Universitas Pertahanan Indonesia

Mahasiswa Magister Keamanan Maritim Universitas Pertahanan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Diplomasi Maritim dalam Meningkatkan Kerjasama Keamanan di Kawasan Asia Tenggara

30 Agustus 2024   10:38 Diperbarui: 30 Agustus 2024   11:16 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bab 1. Pendahuluan

  1. Latar Belakang

Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki peran strategis dan signifikan dalam konteks global. Kawasan ini terdiri dari sepuluh negara anggota ASEAN (Association of Southeast Asian Nations), yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja. Lokasi geografis Asia Tenggara yang terletak di persimpangan rute perdagangan maritim utama menghubungkan Samudra Hindia dengan Samudra Pasifik. Kawasan ini mencakup beberapa selat penting seperti Selat Malaka, Selat Sunda, dan Selat Lombok, yang merupakan jalur pelayaran tersibuk di dunia. Lebih dari sepertiga perdagangan maritim dunia melewati Selat Malaka, menjadikannya titik vital bagi perekonomian global.

Negara-negara di Asia Tenggara memiliki ekonomi yang berkembang pesat dan beragam. Kawasan ini merupakan salah satu pusat manufaktur dan produksi global, dengan industri yang mencakup elektronik, tekstil, otomotif, dan banyak lagi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di negara-negara seperti Indonesia, Vietnam, dan Thailand telah menarik investasi asing dan meningkatkan peran kawasan ini dalam ekonomi global. Dengan populasi lebih dari 650 juta orang, Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan terpadat di dunia. Keberagaman etnis, budaya, dan bahasa di kawasan ini menciptakan pasar yang besar dan beragam bagi produk dan jasa, menjadikannya target penting bagi perusahaan multinasional dan investasi global.

Asia Tenggara berada di antara dua kekuatan besar, yaitu China dan India, serta dekat dengan kawasan Pasifik yang didominasi oleh Amerika Serikat. Hal ini menjadikan Asia Tenggara sebagai arena penting bagi dinamika geopolitik global. Sengketa teritorial di Laut China Selatan, kehadiran militer asing, dan isu-isu keamanan maritim menjadi perhatian utama bagi negara-negara di kawasan ini dan dunia internasional. ASEAN, sebagai organisasi regional, memainkan peran penting dalam mempromosikan stabilitas, perdamaian, dan kerjasama di Asia Tenggara. Inisiatif seperti ASEAN Regional Forum (ARF) dan East Asia Summit (EAS) menunjukkan komitmen kawasan ini terhadap dialog multilateral dan penyelesaian konflik secara damai, yang berkontribusi pada stabilitas regional dan global.

Seiring dengan meningkatnya aktivitas ekonomi dan perdagangan maritim di Asia Tenggara, ancaman keamanan maritim juga semakin meningkat. Wilayah ini menghadapi berbagai tantangan keamanan, termasuk pembajakan, terorisme maritim, penyelundupan, dan perampokan bersenjata di laut. Ancaman-ancaman ini tidak hanya mengganggu stabilitas regional tetapi juga berdampak pada keamanan perdagangan global. Sengketa teritorial di Laut China Selatan, yang melibatkan beberapa negara di kawasan ini, menambah kompleksitas masalah keamanan maritim. Ketegangan yang timbul dari klaim tumpang tindih atas wilayah laut ini seringkali mengakibatkan konflik diplomatik dan militer, yang dapat mengganggu jalur pelayaran internasional yang vital.

Diplomasi maritim dapat didefinisikan sebagai upaya diplomatik yang dilakukan oleh negara-negara untuk mengelola dan menyelesaikan isu-isu yang berkaitan dengan keamanan maritim, hak-hak navigasi, serta eksploitasi sumber daya laut. Dalam konteks Asia Tenggara, diplomasi maritim memainkan peran penting dalam menciptakan kerjasama dan dialog antar negara-negara di kawasan ini untuk mengatasi tantangan-tantangan keamanan yang ada.

Diplomasi maritim melibatkan berbagai bentuk kerjasama, termasuk latihan militer bersama, patroli maritim gabungan, pertukaran informasi intelijen, serta perjanjian-perjanjian bilateral dan multilateral yang bertujuan untuk meningkatkan keamanan maritim. Relevansi diplomasi maritim di Asia Tenggara sangat jelas, mengingat pentingnya jalur pelayaran di kawasan ini bagi perdagangan global. Upaya-upaya diplomatik yang berhasil dapat membantu mengurangi ketegangan, mencegah konflik, dan memastikan bahwa perdagangan maritim dapat berlangsung dengan aman dan lancar.

Diplomasi maritim juga memungkinkan negara-negara di Asia Tenggara untuk berkolaborasi dalam menghadapi ancaman non-tradisional, seperti kejahatan transnasional dan perubahan iklim, yang mempengaruhi keamanan maritim. Dengan demikian, diplomasi maritim tidak hanya berperan dalam mengelola sengketa dan menjaga stabilitas, tetapi juga dalam menciptakan kerangka kerja untuk kerjasama yang berkelanjutan di masa depan.

  1. Rumusan Masalah

  1. Bagaimana diplomasi maritim dapat meningkatkan kerjasama keamanan di Asia Tenggara?

  1. Tujuan Penelitian

  1. Mengidentifikasi peran diplomasi maritim.

  2. Menganalisis efektivitas diplomasi maritim dalam meningkatkan kerjasama keamanan.

  1. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk mendapatkan pemahaman mendalam tentang peran diplomasi maritim dalam meningkatkan kerjasama keamanan di kawasan Asia Tenggara. Metode yang digunakan meliputi studi literatur dan wawancara, dengan pemanfaatan sumber data primer dan sekunder.

Bab. 2 Tinjauan Pustaka

  1. Teori Diplomasi Maritim

  2. Definisi dan konsep dasar.

Diplomasi maritim adalah strategi yang digunakan oleh negara-negara untuk bekerja sama dalam mengatasi berbagai tantangan keamanan maritim dan mencapai tujuan bersama di laut. Diplomasi maritim dilakukan melalui berbagai upaya, seperti dialog, negosiasi, kerjasama, dan penegakan hukum. Konsep dasar diplomasi maritim mencakup beberapa elemen kunci:

  1. Hak Navigasi: Hak negara untuk berlayar di perairan internasional tanpa halangan, sesuai dengan hukum internasional seperti yang diatur dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).

  2. Keamanan Maritim: Upaya untuk melindungi perairan dari ancaman seperti pembajakan, terorisme maritim, penyelundupan, dan konflik bersenjata.

  3. Eksplorasi dan Eksploitasi Sumber Daya Laut: Pengelolaan sumber daya laut, termasuk perikanan, minyak dan gas bawah laut, serta mineral laut, dengan mempertimbangkan keberlanjutan dan hak-hak negara pantai.

  4. Penyelesaian Sengketa: Mekanisme diplomatik dan hukum untuk menyelesaikan sengketa maritim antar negara, termasuk melalui arbitrase dan pengadilan internasional.

  1. Perkembangan diplomasi maritim dalam konteks keamanan.

Peningkatan kolaborasi internasional menjadi salah satu perkembangan utama dalam diplomasi maritim. Negara-negara semakin menyadari pentingnya kerjasama internasional untuk menghadapi ancaman maritim yang tidak mengenal batas negara. Contoh nyata dari kolaborasi ini adalah pembentukan berbagai koalisi dan forum internasional yang bertujuan untuk meningkatkan keamanan maritim melalui kerjasama multilateral. Salah satu inisiatif penting adalah Proliferation Security Initiative (PSI), yang berfokus pada pencegahan penyebaran senjata pemusnah massal melalui laut. 

Evolusi kerangka hukum internasional juga memainkan peran penting dalam diplomasi maritim. Hukum internasional, terutama melalui Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), telah memberikan kerangka hukum yang jelas untuk hak dan kewajiban negara-negara dalam berbagai isu maritim. UNCLOS telah membantu meredakan ketegangan dengan menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa yang damai dan legal. Konvensi ini menetapkan aturan mengenai batas-batas laut, hak lintas, dan yurisdiksi negara pantai, serta menyediakan kerangka untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase dan pengadilan internasional (United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).

Penerapan teknologi dalam pengawasan maritim juga merupakan perkembangan penting dalam diplomasi maritim. Perkembangan teknologi, seperti sistem pengawasan maritim berbasis satelit dan Automated Identification Systems (AIS), telah meningkatkan kemampuan negara-negara untuk memantau aktivitas maritim dan merespons ancaman secara lebih efektif. Teknologi ini juga mendukung diplomasi maritim dengan menyediakan data yang akurat dan dapat diandalkan untuk negosiasi dan kerjasama keamanan. Sistem ini memungkinkan deteksi dini terhadap ancaman maritim dan mempercepat respons terhadap insiden di laut.

Penguatan peran organisasi regional seperti ASEAN juga signifikan dalam perkembangan diplomasi maritim. ASEAN, melalui ASEAN Regional Forum (ARF) dan East Asia Summit (EAS), telah mempromosikan prakarsa-prakarsa keamanan maritim dan memperkuat kerjasama di antara negara-negara anggotanya. Inisiatif ini menunjukkan komitmen kawasan ini terhadap dialog multilateral dan penyelesaian konflik secara damai, yang berkontribusi pada stabilitas regional dan global. ASEAN juga mengadakan berbagai latihan bersama dan pertemuan tingkat tinggi untuk meningkatkan koordinasi dan kerjasama dalam menghadapi ancaman maritim (ASEAN Regional Forum," Association of Southeast Asian Nations).

Secara keseluruhan, perkembangan dalam diplomasi maritim telah menjadi alat penting dalam mengelola isu-isu keamanan maritim yang kompleks dan dinamis. Diplomasi maritim tidak hanya berperan dalam menjaga perdamaian dan stabilitas, tetapi juga dalam memastikan bahwa eksplorasi dan eksploitasi sumber daya laut dilakukan secara berkelanjutan dan adil. Upaya-upaya diplomatik yang berhasil dapat membantu mengurangi ketegangan, mencegah konflik, dan memastikan bahwa perdagangan maritim dapat berlangsung dengan aman dan lancar.

  1. Keamanan Maritim di Asia Tenggara

  1. Ancaman dan tantangan keamanan maritim di kawasan ini.

Kawasan Asia Tenggara menghadapi berbagai ancaman dan tantangan keamanan maritim yang signifikan. Ancaman utama termasuk pembajakan, perampokan bersenjata, penyelundupan narkoba, perdagangan manusia, dan penangkapan ikan ilegal. Pembajakan dan perampokan bersenjata di laut, terutama di Selat Malaka dan Laut Sulu, terus menjadi masalah serius meskipun upaya regional untuk menanganinya. Penyebab lain dari ketidakstabilan maritim adalah aktivitas terorisme, yang kadang-kadang menggunakan jalur laut untuk perpindahan dan penyelundupan senjata. Penangkapan ikan ilegal, tidak terlapor, dan tidak diatur (IUU) juga menjadi ancaman besar terhadap sumber daya laut dan kesejahteraan ekonomi negara-negara pesisir. Penyalahgunaan perairan untuk penyelundupan narkoba dan perdagangan manusia menambah kompleksitas ancaman keamanan maritim di kawasan ini.

  1. Peran Strategis Selat Malaka dan Laut China Selatan

Selat Malaka dan Laut China Selatan adalah dua jalur maritim yang sangat strategis di Asia Tenggara. Selat Malaka merupakan salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia, menghubungkan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Selat ini dilalui oleh ribuan kapal setiap tahunnya, mengangkut barang-barang penting seperti minyak, gas, dan komoditas lainnya. Keamanan di Selat Malaka sangat penting untuk kelancaran perdagangan global. Ancaman terhadap keamanan di selat ini, seperti pembajakan dan perampokan bersenjata, dapat mengganggu aliran perdagangan internasional dan mengakibatkan kerugian ekonomi yang besar.

Laut China Selatan juga memiliki peran strategis yang sangat penting. Laut ini kaya akan sumber daya alam, termasuk minyak dan gas, serta menjadi jalur perdagangan utama bagi banyak negara. Namun, Laut China Selatan juga merupakan sumber ketegangan geopolitik yang signifikan. Sengketa teritorial antara China dan beberapa negara ASEAN, seperti Vietnam, Filipina, dan Malaysia, menambah ketidakstabilan di kawasan ini. Aktivitas militerisasi di pulau-pulau dan terumbu karang yang disengketakan oleh China telah meningkatkan ketegangan dan menimbulkan kekhawatiran tentang potensi konflik bersenjata di wilayah ini.

C. Kerjasama Keamanan Maritim di Asia Tenggara

Kerjasama keamanan maritim di Asia Tenggara telah berkembang seiring waktu, dipicu oleh kebutuhan untuk mengatasi berbagai ancaman maritim yang kompleks dan lintas batas. ASEAN memainkan peran sentral dalam mendorong kerjasama regional di bidang keamanan maritim. Pada awalnya, fokus ASEAN lebih kepada kerja sama ekonomi, namun seiring dengan meningkatnya ancaman maritim, organisasi ini mulai memperluas agendanya untuk mencakup keamanan.

Pada tahun 2004, ASEAN mendirikan Regional Cooperation Agreement on Combating Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia (ReCAAP), yang merupakan kerangka kerjasama pertama di Asia yang bertujuan khusus untuk memerangi pembajakan dan perampokan bersenjata di laut. ReCAAP telah membantu meningkatkan koordinasi dan berbagi informasi antara negara-negara anggotanya, serta menyediakan platform untuk diskusi dan kerjasama di bidang keamanan maritim.

Mekanisme dan institusi yang mendukung kerjasama keamanan maritim di Asia Tenggara mencakup berbagai forum dan inisiatif. Salah satu mekanisme penting adalah ASEAN Regional Forum (ARF), yang merupakan platform dialog multilateral untuk isu-isu keamanan, termasuk keamanan maritim. ARF berfungsi sebagai forum bagi negara-negara anggota ASEAN dan mitra dialog mereka untuk membahas dan mengkoordinasikan kebijakan keamanan maritim, serta untuk meningkatkan kerjasama dalam menangani ancaman maritim.

Selain ARF, ASEAN juga membentuk ASEAN Maritime Forum (AMF) dan Expanded ASEAN Maritime Forum (EAMF) untuk memperkuat dialog dan kerjasama di bidang maritim. AMF dan EAMF menyediakan platform bagi negara-negara anggota ASEAN dan mitra dialog mereka untuk berbagi informasi, praktik terbaik, dan pengalaman dalam mengelola isu-isu maritim. Inisiatif ini mencakup berbagai bidang, termasuk keselamatan navigasi, pencarian dan penyelamatan, serta perlindungan lingkungan laut.

Kerjasama trilateral antara Indonesia, Malaysia, dan Filipina dalam Trilateral Cooperative Arrangement (TCA) di Laut Sulu-Sulawesi juga merupakan contoh penting dari upaya regional untuk meningkatkan keamanan maritim. TCA mencakup patroli terkoordinasi, berbagi informasi, dan latihan bersama untuk mengatasi ancaman maritim seperti pembajakan dan terorisme di wilayah perbatasan maritim ketiga negara.

Secara keseluruhan, kerjasama keamanan maritim di Asia Tenggara telah berkembang menjadi lebih terstruktur dan terkoordinasi, dengan berbagai mekanisme dan institusi yang mendukung upaya kolektif untuk menghadapi ancaman maritim. Kerjasama ini menunjukkan komitmen negara-negara di kawasan ini untuk menjaga stabilitas dan keamanan maritim, yang sangat penting bagi perdamaian dan kesejahteraan ekonomi regional dan global.

BAB 3 PEMBAHASAN

  1. Peran Diplomasi Maritim dalam Meningkatkan Keamanan

Diplomasi maritim berperan penting dalam meningkatkan keamanan maritim di kawasan Asia Tenggara melalui berbagai inisiatif dan kerjasama antar negara. Beberapa kasus konkret menunjukkan keberhasilan diplomasi maritim dalam meredakan ketegangan dan meningkatkan keamanan di kawasan ini.

Salah satu contoh sukses diplomasi maritim adalah Proliferation Security Initiative (PSI), yang diluncurkan oleh Amerika Serikat pada tahun 2003. PSI bertujuan untuk mencegah proliferasi senjata pemusnah massal melalui laut. Inisiatif ini melibatkan lebih dari 100 negara yang berkomitmen untuk berbagi informasi, mengadakan latihan bersama, dan memperkuat kerjasama dalam inspeksi kapal yang dicurigai membawa senjata pemusnah massal. Melalui PSI, negara-negara telah berhasil meningkatkan koordinasi dan berbagi informasi yang penting dalam menghadapi ancaman keamanan maritim global.

  1. Peran Organisasi Regional Seperti ASEAN

ASEAN telah memainkan peran kunci dalam mempromosikan diplomasi maritim di Asia Tenggara. Melalui mekanisme seperti ASEAN Regional Forum (ARF) dan ASEAN Maritime Forum (AMF), ASEAN telah memfasilitasi dialog dan kerjasama antar negara anggotanya serta dengan mitra dialog mereka. ARF, misalnya, telah menjadi platform penting untuk diskusi tentang isu-isu keamanan maritim, termasuk pembajakan, terorisme maritim, dan penangkapan ikan ilegal. ASEAN juga telah menginisiasi latihan maritim bersama dan pertukaran informasi yang membantu meningkatkan kapasitas negara-negara anggotanya dalam menghadapi ancaman maritim.

Laut China Selatan adalah salah satu kawasan dengan sengketa maritim paling kompleks dan berkepanjangan. Sengketa ini melibatkan beberapa negara, termasuk China, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei, yang mengklaim sebagian dari perairan dan pulau-pulau di kawasan ini. China mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan berdasarkan "nine-dash line," yang ditolak oleh negara-negara lain. Sengketa ini telah menimbulkan ketegangan militer dan diplomatik yang signifikan (Beckman, Robert, "The South China Sea Disputes: International Law, UNCLOS and the ASEAN-China 2002 Declaration on the Conduct of Parties," Pacific Review, vol. 25, no. 5, 2012).

  1. Upaya Diplomasi dan Hasilnya

Berbagai upaya diplomasi telah dilakukan untuk meredakan ketegangan di Laut China Selatan. Salah satu inisiatif penting adalah Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (DOC) yang ditandatangani oleh China dan ASEAN pada tahun 2002. DOC berkomitmen untuk menyelesaikan sengketa secara damai dan mempromosikan kerjasama di berbagai bidang, termasuk keamanan maritim dan perlindungan lingkungan. Meskipun DOC belum sepenuhnya efektif dalam menyelesaikan sengketa, ini merupakan langkah awal yang penting dalam diplomasi maritim.

Keberhasilan diplomasi maritim dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk komitmen politik negara-negara yang terlibat, transparansi, dan kepercayaan di antara pihak-pihak yang bernegosiasi. Kerjasama yang efektif juga memerlukan adanya mekanisme yang kuat untuk berbagi informasi dan koordinasi, serta dukungan dari kerangka hukum internasional seperti UNCLOS. Selain itu, keberhasilan diplomasi maritim sering kali bergantung pada kemampuan negara-negara untuk menyeimbangkan kepentingan nasional mereka dengan kebutuhan untuk kerjasama regional dan internasional.

  1. Tantangan yang Dihadapi dalam Implementasi Diplomasi Maritim

Implementasi diplomasi maritim menghadapi berbagai tantangan, termasuk ketegangan geopolitik, perbedaan kepentingan nasional, dan kurangnya kapasitas institusional di beberapa negara. Di Laut China Selatan, misalnya, upaya diplomasi seringkali terhambat oleh tindakan unilateralis China yang memperkuat klaimnya melalui pembangunan pulau buatan dan penempatan militer. Selain itu, ketidakpercayaan di antara negara-negara yang bersengketa seringkali menghalangi kemajuan dalam negosiasi dan kerjasama. Tantangan lainnya adalah sumber daya yang terbatas untuk penegakan hukum maritim dan perlindungan lingkungan, yang memerlukan investasi dan kerjasama yang lebih besar di tingkat regional dan internasional.

  1. Implikasi dan Rekomendasi

  1. Implikasi

Implikasi dari analisis ini menggarisbawahi bahwa diplomasi maritim adalah komponen vital dalam menjaga keamanan dan stabilitas di Asia Tenggara. Diplomasi maritim yang efektif memiliki dampak langsung terhadap stabilitas ekonomi, keamanan regional, dan perdamaian internasional, terutama di kawasan yang kaya akan sumber daya dan memiliki jalur pelayaran strategis seperti Laut China Selatan dan Selat Malaka (Buszynski, 2012). Namun, kompleksitas dalam pelaksanaan diplomasi maritim juga menunjukkan adanya tantangan besar, termasuk ketidakpastian geopolitik, perbedaan kepentingan nasional, dan kekurangan dalam kapasitas institusional. Jika ketegangan ini tidak dikelola dengan baik, risiko konflik bisa meningkat, yang berpotensi mengganggu perdagangan global dan stabilitas regional (Beckman, 2012).

  1. Rekomendasi

  1. Penguatan Kerjasama Regional: Negara-negara di Asia Tenggara harus terus memperkuat kerjasama melalui mekanisme-mekanisme regional seperti ASEAN, ARF, dan ReCAAP. Inisiatif ini harus lebih proaktif dalam merespons ancaman maritim dan lebih inklusif dalam melibatkan semua negara yang berkepentingan di kawasan ini (ASEAN Regional Forum, n.d.).

  1. Peningkatan Transparansi dan Kepercayaan: Membangun kepercayaan di antara negara-negara yang bersengketa adalah kunci untuk efektivitas diplomasi maritim. Pertukaran informasi, latihan bersama, dan dialog terbuka harus diperluas untuk mengurangi ketegangan dan mencegah mispersepsi yang dapat memicu konflik (Koh, 2013).

  1. Peningkatan Kapasitas Institusional: Negara-negara di kawasan ini perlu meningkatkan kapasitas institusional mereka dalam penegakan hukum maritim, perlindungan lingkungan, dan pengelolaan sumber daya laut. Ini dapat dicapai melalui investasi dalam teknologi maritim, pelatihan personel, dan kerjasama teknis dengan mitra internasional (Raymond, 2009).

  1. Pendekatan Multilateral dalam Penyelesaian Sengketa: Penyelesaian sengketa maritim, terutama di Laut China Selatan, harus dilakukan melalui mekanisme multilateral yang didukung oleh hukum internasional, seperti UNCLOS. Pendekatan ini akan membantu memastikan bahwa setiap resolusi bersifat adil, inklusif, dan berkelanjutan (Beckman, 2012).

  1. Perluasan Peran Diplomasi Non-Tradisional: Selain diplomasi antar pemerintah, penting untuk melibatkan aktor non-negara seperti organisasi non-pemerintah, akademisi, dan sektor swasta dalam diplomasi maritim. Ini dapat memperluas perspektif dan solusi inovatif dalam menghadapi tantangan maritim yang kompleks (Buszynski, 2012).

BAB 4 PENUTUPAN

  1. Kesimpulan
    Diplomasi maritim memainkan peran krusial dalam meningkatkan keamanan di kawasan Asia Tenggara, sebuah wilayah yang menghadapi berbagai ancaman maritim seperti pembajakan, penyelundupan, dan sengketa teritorial. Berbagai inisiatif dan kerjasama regional, termasuk yang dipimpin oleh ASEAN, telah berhasil meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar negara untuk menghadapi ancaman ini.

Studi kasus Laut China Selatan menunjukkan bahwa meskipun diplomasi maritim menghadapi tantangan besar, seperti ketegangan geopolitik dan tindakan unilateralis, upaya diplomatik tetap penting dalam mencegah eskalasi konflik dan mencari solusi damai. Keberhasilan diplomasi maritim sangat bergantung pada komitmen politik, transparansi, dan kerjasama regional yang kuat, meskipun tantangan seperti perbedaan kepentingan nasional dan ketidakpercayaan antar negara seringkali menjadi hambatan.

Secara keseluruhan, diplomasi maritim di Asia Tenggara telah berkontribusi pada stabilitas regional, namun masih diperlukan upaya lebih lanjut untuk mengatasi tantangan yang ada dan memastikan keamanan maritim yang berkelanjutan. Kerjasama yang lebih intensif dan pendekatan multilateral yang inklusif akan menjadi kunci dalam menjaga keamanan di wilayah yang strategis ini.

Referensi: 

ASEAN Regional Forum. (n.d.). "ASEAN Regional Forum." Retrieved from https://asean.org/our-communities/asean-political-security-community/asean-regional-forum-arf/

Bateman, S., Ho, J. H., & Chan, J. (2009). Good Order at Sea in Southeast Asia: Policy Recommendations. Singapore: S. Rajaratnam School of International Studies.

Beckman, R. (2012). "The South China Sea Disputes: International Law, UNCLOS and the ASEAN-China 2002 Declaration on the Conduct of Parties." Pacific Review, 25(5).

Buszynski, L. (2012). "The South China Sea: Oil, Maritime Claims, and U.S.-China Strategic Rivalry." Washington Quarterly, 35(2).

Information Fusion Centre (IFC). (2020). Annual Report 2019. Singapore: IFC.

Koh, T. (2013). "Building Trust and Confidence in Southeast Asia: Role of ASEAN Maritime Forums." Asia-Pacific Review, 20(1).

Liss, C. (2010). Oceans of Crime: Maritime Piracy and Transnational Security in Southeast Asia and Bangladesh. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies.

Raymond, C. Z. (2009). "Maritime Security in Southeast Asia: A Critical Review of the Literature." Naval War College Review, 62(3).

Raymond, C. Z. (2016). Naval Cooperation in the Malacca Strait: Policy Options for Singapore and Malaysia. Contemporary Southeast Asia, 38(2), 285-308.

ReCAAP Information Sharing Centre. (2020). Annual Report 2019. Singapore: ReCAAP ISC.

Storey, I. (2008). Securing Southeast Asia's Sea Lanes: A Work in Progress. Asia Policy, (6), 95-127.

United Nations. (1982). United Nations Convention on the Law of the Sea.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun