Mohon tunggu...
Ridha Munawir Masly Pandoe
Ridha Munawir Masly Pandoe Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Keamanan Maritim Universitas Pertahanan Indonesia

Mahasiswa Magister Keamanan Maritim Universitas Pertahanan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Diplomasi Maritim dalam Meningkatkan Kerjasama Keamanan di Kawasan Asia Tenggara

30 Agustus 2024   10:38 Diperbarui: 30 Agustus 2024   11:16 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Peran Diplomasi Maritim dalam Meningkatkan Keamanan

Diplomasi maritim berperan penting dalam meningkatkan keamanan maritim di kawasan Asia Tenggara melalui berbagai inisiatif dan kerjasama antar negara. Beberapa kasus konkret menunjukkan keberhasilan diplomasi maritim dalam meredakan ketegangan dan meningkatkan keamanan di kawasan ini.

Salah satu contoh sukses diplomasi maritim adalah Proliferation Security Initiative (PSI), yang diluncurkan oleh Amerika Serikat pada tahun 2003. PSI bertujuan untuk mencegah proliferasi senjata pemusnah massal melalui laut. Inisiatif ini melibatkan lebih dari 100 negara yang berkomitmen untuk berbagi informasi, mengadakan latihan bersama, dan memperkuat kerjasama dalam inspeksi kapal yang dicurigai membawa senjata pemusnah massal. Melalui PSI, negara-negara telah berhasil meningkatkan koordinasi dan berbagi informasi yang penting dalam menghadapi ancaman keamanan maritim global.

  1. Peran Organisasi Regional Seperti ASEAN

ASEAN telah memainkan peran kunci dalam mempromosikan diplomasi maritim di Asia Tenggara. Melalui mekanisme seperti ASEAN Regional Forum (ARF) dan ASEAN Maritime Forum (AMF), ASEAN telah memfasilitasi dialog dan kerjasama antar negara anggotanya serta dengan mitra dialog mereka. ARF, misalnya, telah menjadi platform penting untuk diskusi tentang isu-isu keamanan maritim, termasuk pembajakan, terorisme maritim, dan penangkapan ikan ilegal. ASEAN juga telah menginisiasi latihan maritim bersama dan pertukaran informasi yang membantu meningkatkan kapasitas negara-negara anggotanya dalam menghadapi ancaman maritim.

Laut China Selatan adalah salah satu kawasan dengan sengketa maritim paling kompleks dan berkepanjangan. Sengketa ini melibatkan beberapa negara, termasuk China, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei, yang mengklaim sebagian dari perairan dan pulau-pulau di kawasan ini. China mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan berdasarkan "nine-dash line," yang ditolak oleh negara-negara lain. Sengketa ini telah menimbulkan ketegangan militer dan diplomatik yang signifikan (Beckman, Robert, "The South China Sea Disputes: International Law, UNCLOS and the ASEAN-China 2002 Declaration on the Conduct of Parties," Pacific Review, vol. 25, no. 5, 2012).

  1. Upaya Diplomasi dan Hasilnya

Berbagai upaya diplomasi telah dilakukan untuk meredakan ketegangan di Laut China Selatan. Salah satu inisiatif penting adalah Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (DOC) yang ditandatangani oleh China dan ASEAN pada tahun 2002. DOC berkomitmen untuk menyelesaikan sengketa secara damai dan mempromosikan kerjasama di berbagai bidang, termasuk keamanan maritim dan perlindungan lingkungan. Meskipun DOC belum sepenuhnya efektif dalam menyelesaikan sengketa, ini merupakan langkah awal yang penting dalam diplomasi maritim.

Keberhasilan diplomasi maritim dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk komitmen politik negara-negara yang terlibat, transparansi, dan kepercayaan di antara pihak-pihak yang bernegosiasi. Kerjasama yang efektif juga memerlukan adanya mekanisme yang kuat untuk berbagi informasi dan koordinasi, serta dukungan dari kerangka hukum internasional seperti UNCLOS. Selain itu, keberhasilan diplomasi maritim sering kali bergantung pada kemampuan negara-negara untuk menyeimbangkan kepentingan nasional mereka dengan kebutuhan untuk kerjasama regional dan internasional.

  1. Tantangan yang Dihadapi dalam Implementasi Diplomasi Maritim

Implementasi diplomasi maritim menghadapi berbagai tantangan, termasuk ketegangan geopolitik, perbedaan kepentingan nasional, dan kurangnya kapasitas institusional di beberapa negara. Di Laut China Selatan, misalnya, upaya diplomasi seringkali terhambat oleh tindakan unilateralis China yang memperkuat klaimnya melalui pembangunan pulau buatan dan penempatan militer. Selain itu, ketidakpercayaan di antara negara-negara yang bersengketa seringkali menghalangi kemajuan dalam negosiasi dan kerjasama. Tantangan lainnya adalah sumber daya yang terbatas untuk penegakan hukum maritim dan perlindungan lingkungan, yang memerlukan investasi dan kerjasama yang lebih besar di tingkat regional dan internasional.

  1. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    6. 6
    7. 7
    8. 8
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun