Tempe goreng dan sambal terasi tak bersisa di meja makan. Sayur lodeh masih tersisa beberapa sendok, nasi juga menyisakan beberapa centong lagi. Ada tambahan menu spesial, seperti ikan gurame goreng, sate ayam, dan es buah. Meja makan itu penuh, begitu pula isi perut sekeluarga itu.
Sesekali derai tawa mereka mengusik para cicak yang sedang mencari mangsa. Piring dan sendok di hadapan mereka ikut mendengarkan celotehan Soleh mengenai masa mudanya, awal mula bertemu Warsini, juga masa kecil Santi dan Robi.Â
Meski cerita itu diulang-ulang entah berapa kali, tetapi istri dan anaknya masih bisa tertawa lepas seolah itu baru diceritakan satu kali. Hingga tiba di pembahasan masa kecil anak bungsu Soleh yang membuat sekeluarga itu tersedak.
"Ela sudah meninggal ya? Kenapa aku sampai lupa hal seperti itu? Rasanya, Ela masih ada, makan cumi asam pedas sampai nasi satu bakul dia habiskan semua," Soleh berkata sambil mengernyitkan dahinya yang sudah keriput. Garis wajah dan rahangnya nampak sekali melukiskan kesepian dan kerinduan, ditinggal putri bungsu yang sangat dikasihinya.
Hening. Tak sadar air mata dari empat pasang mata di ruang makan itu akhirnya jatuh. Sekeluarga itupun gagal menjaga pipi mereka tetap kering, setidaknya di hari perayaan ulang tahun Soleh.Â
Nasi di piring mereka sudah mulai habis. Warsini, Santi, dan Robi tak berbicara, larut dalam perasaan duka masing-masing. Kesedihan itu membuat mereka menyendok sisa nasi, sekaligus sisa tawa yang masih sempat berderai beberapa menit lalu.Â
Di sepiring kesepian yang menjalari meja makan, harapan-harapan mengudara mencari pegangan. Tak bisa dipungkiri, mereka berempat ingin berbagi tawa dengan Ela, agar suapan-suapan kesepian di piring itu tandas tak bersisa.
"Kasihan sekali cumi asam pedas itu. Hanya anak bungsuku yang senang dan beruntung dapat menikmati hidangan selezat itu."
Hening beberapa saat. Lalu Soleh berkata lagi.
"Bapak akan makan ini, supaya ketika Ela pulang, kami bisa memakannya bersama-sama. Ayo, kalian juga!" suruh Soleh kepada istri dan kedua anaknya.
Warsini terpaksa membagi sama rata hidangan cumi asam pedas itu ke empat piring. Ia dan kedua anaknya hanya memandangi cumi itu. Warsini akan mual jika memakannya. Sedangkan Santi dan Robi tidak akan bisa makan kecuali gatal-gatal akan terasa di sekujur tubuh mereka.