"Untuk Rosemary yang lugu, pakailah gaun ini di hari pemakamanku. Jangan lupa untuk tetap hidup, meskipun kau gila." - Rosella.
Belum sempat aku memikirkan apa yang sebenarnya terjadi, masuklah ibu tiriku bersama aparat berseragam ke dalam kamar. Aku makin bergetar. Ibu tiriku berteriak histeris dan pingsan. Borgol mendarat di kedua tanganku yang lemas.
"Anda akan diinterogasi atas dugaan kasus pembunuhan dan pencurian uang perusahaan yang ditimbun di rekening atas nama Anda," kata salah seorang polisi yang memborgol tanganku.
"Tolong izinkan saya ganti baju dengan gaun itu dulu," ucapku pelan, sangat pelan hingga seperti berbisik.
Hingga detik itu, aku masih tidak mengerti apa tujuan Kak Sella menempatkanku pada situasi seperti ini. Pada detik terakhir sebelum aku benar-benar tidak waras, aku tidak tahu, siapa lagi yang bisa kupercaya jika Kak Sella sebagai orang yang paling kupercaya telah menjadikanku pencuri sekaligus pembunuh.
**
Wanita bergaun kuning yang menari di makam itu adalah aku. Rosemary namaku. Tetapi namaku akan berubah sejak anak-anak yang bermain hujan di jalan seberang pemakaman meneriakiku, "Orang gila!"
Ya, aku tetap hidup, meski gila.
Gaun kuning ini menjadi saksi tentang wanita yang memakainya. Entah yang telah mati, atau yang hanya beruntung masih hidup meski jiwanya mati. Ah, aku bahkan tidak tahu apakah hidup menjadi orang gila adalah suatu keberuntungan. Gaun kuning ini jadi satu-satunya harta yang berharga untukku saat diriku sendiri saja sudah tidak ada harganya lagi. Aku telah kehilangan segala kepercayaanku pada orang lain. Jangankan percaya pada orang lain, percaya pada diriku sendiri saja aku tidak mampu. Semesta pun pasti mengasihaniku dan Kak Sella, sebagai wanita bergaun kuning yang berakhir mengenaskan.
**