Mohon tunggu...
Rani
Rani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Babel

Hobi Membaca Buku

Selanjutnya

Tutup

Financial

Pengangguran di Kalangan GenZi, Mengancam Masa Depan Generasi

9 Agustus 2024   19:28 Diperbarui: 9 Agustus 2024   20:48 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada tahun 2023 terdapat sekitar 9,9 juta penduduk Indonesia berusia 15-24 tahun yang masuk kategori tidak memiliki kegiatan atau youth not in education, employment, and training (NEET). Sebagian besar diantaranya adalah GenZi yang seharusnya berada di fase produktif.

Terdapat berbagai fatktor yang menyebabkan generasi muda masuk ke dalam kategori NEET, antara lain putus asa, kecacatan, kurangnya akses transportasi dan penididikan, keterbatasan finansial, dan pekerjaan rumah tangga. Tingginya angka pengangguran pada anak muda dinilai pemerintah sebagai indikasi bahwa daya saing mereka yang masih belum optimal. Rendahnya dasa saing pemuda di pasar kerja merupakan salah satu penyebab tingginya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). (CNBC Indonesia, 15-5-2024).

Anak muda yang tidak memberdayakan potensinya, seperti tidak bersekolah dan tidak memiliki pekerjaan dinilai tidak produktif. Jumlah pengangguran di kalangan pemuda diartikan sebagai ancaman yang dapat mengurangi pendapatan pajak di masa depan. Alih-alih mempersiapkan masa depan terbaik untuk GenZi, pemerintah malah menghadapi kesusahan dalam meningkatkan pendapatan pajak karena tingginya angka pengangguran di kalangan GenZi.

Pemicu NEET

Dalam jurnal ketenagakerjaan yang berjudul Analisis Tenaga Kerja Muda Tanpa Kegiatan (Not in Education, Employment, or Training/NEET) berdasarkan status perkawinan, disebutkan bahwa NEET dipicu oleh berbagai hal. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang lesu, yang membuat perusahaan berhenti merekrut karyawan baru atau sampai mengurangi jumlah pekerjanya (PHK).

Kedua, kebuntuan pasar tenaga kerja di mana laju ekonomi yang lesu membuat perusahaan enggan membuka lapangan kerja baru. sementara perusahaan kesulitan memensiunkan tenaga kerja yang sudah tidak aktif karena adanya peraturan pemerintah yang terlalu melindungi tenaga kerja.

Ketiga, ketidaksesuaian kualifikasi lulusan sekolah/perguruan tinggi dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.

Keempat, berbagai inovasi yang meningkatkan efisiensi dalam proses produksi dan operasional bisnis membuat berkurangnya kebutuhan tenaga kerja.

Kelima, globalisasi yang di mana jika produksi barang atau jasa mampu dilakukan secara efisien oleh negara, maka negara tersebut akan menerima banyak pesanan produksi. sementara jika tidak efisien, maka negara itu akan menghadapi jumlah pengangguran yang besar.(CNBC Indonesia, 17-5-2024).

Kelima pemicu NEET yang sudah disebutkan menunjukkan bahwa negara tidak bertanggung jawab dalam menyediakan pekerjaan bagi masyarakat. Masalah pengangguran ini karena bersumber dari diterapkannya sistem ekonomi liberal. Negara yang seharusnya bertanggung jawab dalam penyediaan lapangan kerja malah dialihkan kepada perusahaan-perusahaan individu ataupun swasta. Akibatnya, angkatan kerja yang merupakan lulusan sekolah atau perguruan tingggi harus menyesuaikan diri dengan standar yang ditetapkan oleh industri.

Dampak Neet

Mengutip dari Global Affairs, tingginya jumlah generasi muda yang tergolong NEET dapat memberikan efek yang merugikan bagi suatu negara. Salah satunya ialah pertama, berkurangnya jumlah pajak yang diterima. GenZi yang menganggur tidak bisa menyetor pajak penghasilan (PPh) karena mereka tidak punya pendapatan. Lagi lagi, Negara hanya memperhitungkan pajak dan tidak memperhatikan masa depan generasi.

Kedua, terhambatnya pertumbuhan ekonomi. GenZi yang tidak memiliki perkerjaan tidak akan berkontribusi dalam peningkatan konsumsi, penurunan konsumsi ini akan berdampak pada penurunan produksi. akibatnya, jumlah perusahaan yang melakukan ekspansi atau membuka usaha baru semakin berkurang sehingga melemahnya laju pertumbuhan ekonomi dari investasi.

Ketiga, berkurangnya jumlah tabungan masyarakat. Pemerintah mengatakan bahwa tabungan masyarakat (national savings) sangat penting sebagai sumber pendanaan pembangunan.

Keempat, menjadi beban masyarakat dan menyebabkan masalah sosial. GenZi yang menganggur memperberat tanggung jawab negara karena negara harus memberi bantuan sosial atau layanan kesehatan kepada mereka. Selain itu, masalah sosial juga bisa timbul seperti tunawisma atau pengemis. Dalam sistem kapitalisme, masyarakat selalu dinilai berdasarkan perhitungan untung dan rugi. Oleh karena itu, angka pengangguran yang tinggi  di kalangan GenZi dianggap sebagai beban bagi negara.

Kelima, kondisi ini tampaknya mengancam keberhasilan Indonesia dalam meraih Indonesia Emas 2045.

Kelima dampak yang telah disebutkan di atas memperlihatkan kekhawatiran pemerintah mengenai tingginya jumlah pengangguran di kalangan GenZi yang berpotensi menyebabkan kemunduran ekonomi negara, bukan semata-mata peduli terhadap masa depan generasi yang akan terancam.

Masa Depan Generasi Terancam

Penerapan sistem sekuler kapitalisme di negeri ini mengizinkan perusahaan-perusahaan, baik lokal, swasta, maupun dalam negeri untuk menguasai dan mengelola SDA. Akibatnya, penyediaan lapangan kerja tergantung pada mekanisme pasar, sehingga tenaga kerja tidak akan terserap. Selain itu, penanaman modal yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan lebih fokus pada investasi padat modal dari pada padat karya, sehingga masyarakat kesulitan untuk memperoleh pekerjaan.

Meningkatnya pengangguran juga disebabkan oleh faktor kemalasan individu, kecacatan atau uzur, serta tingkat pendidikan yang rendah. Tenaga kerja Indonesia yang mereka berpendidikan rendah, yakni SD dan SMP mencapai sekitar 74 %. Pada akhirnya, publik menyadari bahwa tingginya angka pengangguran yang di kalangan GenZi adalah hasil dari penerapan sistem kapitalisme.

Lebih dari itu, saat ini ada polemik di tengah masyarat mengenai tingginya biaya uang kuliah tunggal (UKT) yang membuat pendidikan tinggi sangat sulit diakses oleh anak bangsa. Harapan dan cita-cita anak bangsa terhambat oleh besarnya biaya UKT. Kampus yang mestinya menjadi tempat pendidikan yang dapat diakses oleh semua warga negara, kini hanya dapat diakses oleh orang yang berduit banyak.

Dari data yang diperoleh Agus Sartono yang merupakan Deputi Menteri Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kemenko PMK, bahwa hanya 1,8 juta pelajar dari 3,7 juta  lulusan SMA/SMK/MA yang bisa melanjutkan ke PTN/PTS. Hal ini semikin menunjukkan bahwa masa depan generasi muda kian terancam selama diatur oleh sistem kapitalisme.

Islam Mencetak Generasi Berkualitas

Negara dalam Islam berkomitmen untuk mencetak pemuda menjadi generasi yang berkualitas. Negara dapat melaksanakan berbagai tindakan.

Pertama, Departemen Pendidikan mengadakan pendidikan yang dirancang mampu melahirkan teknorat dan ilmuwan yang memiliki karakter Islami serta mampu mengelola sumber daya alam untuk menciptakan teknologi canggih. Negara akan menanggung seluruh biaya pendidikan kepada rakyat secara merata sehingga dapat dinikmati secara gratis.

Kedua, mengembangkan berbagai industri yang berkaitan dengan kekayaan milik umum. Banyak dari masyarakat, termasuk para pemuda, akan diberdayakan untuk bekerja di industri-industri tersebut. Kekayaan milik umum akan dikelola oleh sumber daya yang berkualitas berdasarkan prinsip Islam, kemudian hasilnya akan digunakan untuk kemashlahatan umum.

Ketiga, Depertemen Pendidikan akan mengadakan perguruan tinggi yang mampu melahirkan ulama, mujtahid, fukaha, pemimpin, pakar, pemikir, dan kadi (hakim)

Khatimah

Peran dan posisi pemuda dalam Islam sangatlah istimewa. Pemuda adalah pilar utama yang membangun komponen pergerakan. Mereka memiliki potensi yang produktif dan kontribusi tanpa batas. Selama ada pemuda dengan kepedulian dan semangat yang membara, suatu umat tidak akan runtuh. Sayangnya, kini peran ini malah sering ditenggelamkan oleh sistem kapitalisme.

Pada dasarnya, pemuda Islam harus siap tampil di mana saja ketika tenaga dan kekuatannya dibutuhkan untuk berkorban demi Rabb-nya. Suatu peradaban akan mati tanpa adanya pemuda. Peradaban akan baik jika pemudanya memiliki integritas.

Umat memerlukan sistem Islam diterapkan oleh negara agar generasi bisa terselamatkan dari kerusakan dan ketidakaberdayaan (menganggur) yang diakibatkkan oleh penerapan sistem sekuler kapitalisme.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun