Mohon tunggu...
Rania Wahyono
Rania Wahyono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelancer

Mencari guru sejati

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mengurangi Konsumsi Gula dengan Label Nutri-Grade: Belajar dari Kebijakan Gula di Singapura

18 Juli 2024   15:36 Diperbarui: 18 Juli 2024   18:23 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah Indonesia melalui Kemenkes sedang mempertimbangkan penerapan label nilai kandungan gula pada minuman dan makanan. Wacana ini termasuk langkah yang revolusioner dan relevan mengingat tingginya obesitas dan penderita diabetes di Indonesia. Diabetes, yang dahulu dikenal sebagai penyakit orang dewasa kini semakin banyak menyerang anak-anak di Indonesia.

Upaya ini terinspirasi dari langkah yang telah diterapkan oleh negara Singapura melalui kebijakan pemberian label Nutri-Grade. Mentri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Senin (8/7/2024) mengatakan akan mengadopsi penerapan label seperti Nutri-Grade. 

Dimana regulasi ini akan mewajibkan pemberian label pada kemasan depan minuman dan makanan yang menunjukkan tingkatan kadar gula dan lemak jenuhnya dengan tulisan yang besar dan jelas.

Langkah ini akan membantu dan mengedukasi konsumen membuat pilihan pada produk minuman dan makanan yang lebih sehat dengan mudah. Sebagai langkah upaya untuk mengurangi konsumsi gula dan meningkatkan kesehatan masyarakat.

Bagaimana Gula Merusak Tubuh dan Menghancurkan Hidupmu

Kita semua pasti tahu bahaya dari rokok, alkohol, dan narkoba. Mulai dari bikin kecanduan sampai dengan resiko kematian. Tapi ada satu lagi yang sebenarnya bahayanya bisa dibilang mirip. Sama-sama bikin ketagihan, kecanduan dan juga mematikan yaitu gula.

Kenyataannya gula sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan. Semua makanan dan minuman yang  jadi trend atau top search platform online hampir semuanya memakai gula sebagai salah satu bahan utama. 

Makanan dan minuman dalam kemasan seperti minuman kopi yang katanya mengandung kopi tapi ternyata rasanya manis semua. Belum lagi makanan dan minuman siap saji seperti boba, aneka kopi kekinian, donat dan martabak manis yang topingnya luar biasa manisnya.

Gula juga terkandung di dalam buah dan karbohidrat seperti nasi putih yang memiliki kadar gula paling tinggi. Jenisnyapun bukan cuma gula pasir, ada juga gula aren, gula batu, gula Stevia atau gula rafinasi yang pada dasarnya semuanya adalah gula. 

Sifat adiksi pada gula yang menyebabkan sulitnya lepas dari gula meski sudah tahu resiko dan bahayanya. Tubuh jadi terbiasa dengan rasa manis, tanpa gula jadi hambar dan tidak enak. Akibatnya gula darah melonjak lalu insulin yang dihasilkan pankreas akan bekerja keras untuk menurunkan gula darah dalam tubuh.

Konsumsi gula yang berlebihan secara terus-menerus dapat menyebabkan sel-sel tubuh menjadi kurang sensitif terhadap insulin yang dikenal sebagai resistensi insulin. Ketika resistensi insulin terjadi, sel-sel tidak merespons insulin dengan baik. Pankreas bisa menjadi kelelahan dan tidak mampu menghasilkan insulin yang cukup sehingga kadar glukosa dalam darah tetap tinggi. Kondisi ini dikenal sebagai diabetes.

Penderita diabetes memiliki risiko tinggi mengalami luka terbuka yang sulit sembuh. Tingginya kadar gula darah mengganggu fungsi sel-sel kekebalan tubuh, membuat tubuh lebih rentan terhadap infeksi. Pembuluh darah di kaki menjadi menyempit atau tersumbat yang menghambat aliran darah.

Kurangnya aliran darah pada kaki atau jari tangan membuat jaringan sel tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi yang diperlukan sehingga memperlambat penyembuhan luka serta meningkatkan risiko infeksi. 

Pada kasus yang sudah parah, tindakan amputasi diperlukan untuk mencegah infeksi menyebar ke bagian tubuh lainnya. Inilah hal yang paling menakutkan dari diabetes.

Selain obesitas, diabetes juga memicu munculnya penyakit kronis lainnya. Seperti penyakit jantung, hipertensi, stroke, kanker, penyakit hati dan kebutaan bila sudah menyerang mata. 

Bayangkan jika umur 30-an sudah diabetes. Masa yang harusnya produktif jadi tidak produktif atau terbaring di rumah sakit gara-gara penyakit kronis yang disebabkan karena diabetes. Belum lagi dampaknya bagi kesehatan mental dan hubungan dengan keluarga yang harus ikut merawat.

Regulasi Gula oleh Pemerintah

Tingkatan Nutri-Grade yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Singapura. Foto: www.moh.gov.sg
Tingkatan Nutri-Grade yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Singapura. Foto: www.moh.gov.sg

Berbeda dengan rokok atau miras, gula tidak diatur sama sekali peredarannya. Inilah yang menjadi titik lemahnya sistem regulasi di Indonesia yang mengatur tentang penjualan minuman dan makanan manis.

Banyak negara yang sudah sadar akan pentingnya mengatur peredaran minuman dan makanan bergula agar warganya tetap sehat. Singapura telah mengimplementasikan kebijakan untuk mengurangi konsumsi gula di masyarakat, salah satunya adalah sistem label Nutri-Grade.

Kebijakan ini mewajibkan minuman berkemasan dan minuman siap saji harus diberi label nutrisi A, B, C, D sesuai kadar gula dan lemak jenuh per 100 ml. Grade A adalah yang terendah dalam gula dan lemak jenuh dan D yang paling tinggi kadar gula dan lemak jenuhnya. 

Larangan iklan untuk minuman yang termasuk dalam kategori D di berbagai media, kecuali di titik penjualan seperti supermarket. Hal ini dilakukan untuk mengurangi promosi minuman tinggi gula dan mendorong masyarakat untuk memilih minuman yang lebih sehat.

Regulasi lainnya adalah penerapan pajak cukai pada minuman berpemanis. Beberapa negara ada yang sudah menerapkan cukai pada industri minuman berpemanis atau Sugar-Sweetened Beverage (SSB) yang dapat membantu konsumen mengontrol konsumsi gula.

Inggris misalnya yang menerapkan cukai 0.24 poundsterling per liter untuk minuman berpemanis dengan kadar gula lebih dari 8 gram per 100 ml. Lalu yang memiliki kandungan gula 5-8 gram per 100 ml dikenakan pajak 0.18 pound per liter.

Dan kalau perusahaan memproduksi jutaan liter, aturan itu berpengaruh banget buat mereka. Pada akhirnya perusahaan memilih untuk mengurangi jumlah gula. Tak heran minuman soda di Indonesia rasa manisnya berbeda dengan yang di jual di luar negeri seperti di Jepang dan disana tidak ada minuman teh atau kopi yang diberi gula.

****

Masyarakat Indonesia sebetulnya sudah banyak yang aware dengan permasalah gula. Terbukti banyak yang memberi respond yang positif atas wacana pemberian label pada produk minuman.

Namun juga banyak reaksi kontra yang timbul, salah satunya dari pelaku industri gula, makanan dan minuman di Indonesia. Implementasi kebijakan ini memerlukan kerjasama lintas sektor dan dukungan dari masyarakat serta industri makanan dan minuman.

Menurut Mentri Kesehatan kebijakan tersebut juga masih menunggu rancangan peraturan pemerintah atau RPP-nya karena akan melibatkan industri skala besar dan juga kebiasaan orang Indonesia sudah terlanjur suka manis.

Kalau intervensi dari pemerintah bakal membantu mengurangi konsumsi gula dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Maka kebijakan pemberian label merupakan langkah awal yang positif yang diikuti pengenaan cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK) untuk segera diterapkan di Indonesia. 

Referensi:

https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-7429824/contoh-singapura-menkes-ingin-beri-label-khusus-di-minuman-manis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun