Konsumsi gula yang berlebihan secara terus-menerus dapat menyebabkan sel-sel tubuh menjadi kurang sensitif terhadap insulin yang dikenal sebagai resistensi insulin.Â
Ketika resistensi insulin terjadi, sel-sel tidak lagi merespons insulin dengan baik. Pankreas bisa menjadi kelelahan dan tidak mampu menghasilkan insulin yang cukup sehingga kadar glukosa dalam darah tetap tinggi. Kondisi ini dikenal sebagai diabetes tipe 2.
Penderita diabetes memiliki risiko tinggi mengalami luka terbuka yang sulit sembuh. Tingginya kadar gula darah mengganggu fungsi sel-sel kekebalan tubuh, membuat tubuh lebih rentan terhadap infeksi. Pembuluh darah di kaki menjadi menyempit atau tersumbat yang menghambat aliran darah.
Kurangnya aliran darah pada kaki atau jari tangan membuat jaringan sel tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi yang diperlukan sehingga memperlambat penyembuhan luka serta meningkatkan risiko infeksi.Â
Pada kasus yang sudah parah, tindakan amputasi diperlukan untuk mencegah infeksi menyebar ke bagian tubuh lainnya. Inilah hal yang paling menakutkan dari diabetes.
Selain obesitas, diabetes juga memicu munculnya penyakit kronis lainnya. Seperti penyakit jantung, hipertensi, stroke, kanker, penyakit hati dan kebutaan bila sudah menyerang mata.Â
Bayangkan jika umur 30-an sudah diabetes. Masa yang harusnya produktif jadi tidak produktif atau terbaring di rumah sakit gara-gara penyakit kronis yang disebabkan karena diabetes. Belum lagi dampaknya bagi kesehatan mental dan hubungan dengan keluarga yang harus ikut merawat.
Regulasi Gula oleh Pemerintah
Berbeda dengan rokok atau miras, gula tidak diatur sama sekali peredarannya. Inilah yang menjadi titik lemah sistem regulasi di Indonesia yang mengatur tentang penjualan minuman dan makanan manis.
Banyak negara yang sudah sadar akan pentingnya mengatur peredaran minuman dan makanan bergula agar warganya tetap sehat. Negara tetangga kita Singapura telah mengimplementasikan kebijakan untuk mengurangi konsumsi gula di masyarakat. Salah satunya adalah sistem label Nutri-Grade.