Kebijakan ini mewajibkan minuman berkemasan dan minuman siap saji harus diberi label nutrisi A, B, C, D sesuai kadar gula dan lemak jenuh per 100 ml. Grade A adalah yang terendah dalam gula dan lemak jenuh dan D yang paling tinggi kadar gula dan lemak jenuhnya.Â
Larangan penayangan iklan untuk minuman yang termasuk dalam kategori D di berbagai media, kecuali di titik penjualan seperti supermarket. Hal ini dilakukan untuk mengurangi promosi minuman tinggi gula dan mendorong masyarakat untuk memilih minuman yang lebih sehat.
Regulasi lainnya adalah penerapan pajak cukai pada minuman berpemanis. Beberapa negara sudah ada yang menerapkan cukai pada industri minuman berpemanis atau Sugar-Sweetened Beverage (SSB) yang dapat membantu konsumen mengontrol konsumsi gula.
Inggris misalnya yang menerapkan cukai 0.24 poundsterling per liter untuk minuman berpemanis dengan kadar gula lebih dari 8 gram per 100 ml. Lalu yang memiliki kandungan gula 5-8 gram per 100 ml dikenakan pajak 0.18 pound per liter.
Dan kalau perusahaan memproduksi jutaan liter, aturan itu akan berpengaruh sekali buat mereka. Pada akhirnya perusahaan memilih untuk memformulasi ulang produknya dengan mengurangi jumlah gula.Â
****
Masyarakat Indonesia sebetulnya sudah banyak yang aware dengan bahaya gula. Terbukti banyak yang memberi respon positif atas wacana pemberian label kandungan gula pada produk minuman.
Namun banyak juga yang kontra, salah satunya dari industri gula serta industri makanan dan minuman di Indonesia. Oleh karena itu implementasi kebijakan ini memerlukan kerjasama lintas sektor serta para pelaku industri makanan minuman dan juga dukungan dari masyarakat.Â
Menurut Mentri Kesehatan kebijakan tersebut masih menunggu Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) karena akan melibatkan industri skala besar dan juga kebiasaan orang Indonesia yang sudah terlanjur suka manis.
Jika intervensi dari pemerintah akan membantu mengurangi konsumsi gula dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Maka kebijakan pemberian label kandungan gula merupakan langkah awal yang positif dan kemudian diikuti dengan penerapan cukai pada Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK).Â
Referensi: