Yogyakarta hari ini muram, dunia sastra dan puisi Indonesia berduka karena telah kehilangan salah satu penyair terbaiknya. Joko Pinurbo atau yang kerap di sapa Jokpin menghembuskan nafas terakhirnya pada Sabtu 27 April 2024 di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Kini raganya telah dipeluk bumi.
Sebelum era digital dan sosial media, karya puisinya sering menghiasi Kompas Akhir Pekan, yang selalu saya nantikan bersama dengan karya Almarhum Sapardi Djoko Damono. Dua orang maestro sastrawan favorit saya yang piawai dalam meramu kata yang biasa menjadi puisi yang indah dan menghidupkan maknanya.
Karya-karya Jokpin telah banyak menginspirasi bukan hanya para sastrawan dan penikmat puisi, namun juga orang awam seperti saya yang sangat menikmati dan mengagumi goresan kata-kata indah. Karya-karya puisinya merefleksikan kehidupan sehari-hari, cinta, kegelisahan, serta kritik sosial yang halus dengan sentuhan humor yang cerdas.Â
Dalam salah satu wawancara, puisi Jokpin banyak terinspirasi dari sang maestro sastra Sapardi Djoko Damono. Dalam kumpulan puisinya Kabar Suka Cita ada puisi yang di persembahkan untuk Sapardi Djoko Damono.Â
Sapardi Djoko Damono juga turut menuliskan puisinya pada novel perdana Joko Pinurbo yaitu Srimenanti(2019). Sebuah novel dengan jalinan puisi yang merangkai sebuah cerita. Disini terlihat bahwa puisi selalu mendapat tempat istimewa bagi Jokpin yang kemudian terkenal dengan jargonnya "Selamat Menunaikan Ibadah Puisi"
Selain novel, buku best seller kumpulan puisi karyanya antara lain Celana (1999), Selamat Menunaikan Ibadah Puisi (2016), Buku Latihan Tidur (2017), Surat Kopi (2019), Perjamuan: Khong Guan(2020) dan Sepotong Hati di Angkringan (2021).
Buku-buku karya Jokpin melahirkan Quote dan kata-kata bijak tentang cinta, Tuhan, romantisme, humor yang menyentuh hati, seperti berikut ini.
1. "Jarak itu sebenarnya tak pernah ada. Pertemuan dan perpisahan dilahirkan oleh perasaan."
2. "Kau mata, aku airmatamu"
3. "Kaulah matahari malam yang betah berjaga menemani saya, menemani kata, sehingga saya dan kata tetap bisa menyala di remang redup cahaya."
4. "Cinta seperti penyair berdarah dingin. Yang pandai menorehkan luka. Rindu seperti sajak sederhana yang tak ada matinya"
5. "Kupetik pipinya yang ranum, kuminum dukanya yang belum. Kekasihku, senja dan sendu telah diawetkan dalam kristal matamu"
6. "Tak ada kesedihan yang sia-sia. Waktu akan mengumpulkan pecahan-pecahannya untuk menyusun kebahagiaanmu, suatu ketika"
7. "Tubuhku kenangan yang sedang menyembuhkan lukanya sendiri"
8. "Engkau tidak takut sekian lama tinggal sendirian?Engkau tidak pernah kesepian?
"Oh, tidak. Mungkin malah sepi yang takut dengan kesendirianku"
9. "Sebagian rambutku sudah jadi rambut salju. Jangan sedih. Aku belum lupa cara berbahagia. Dompet boleh padam, rezeki tetap menyala."
10. "Eh agamamu apa?" Kepala saya tuing tuing. Saya berpikir apakah kopi tokcer dan kue enak yang membahagiakan itu mengandung agama. Sambil buru-buru undur diri, saya menimpal,
"Tuhan saja tidak pernah bertanya apa agamaku"
11. "Bahwa amin yang terbuat dari iman menjadikan kau merasa aman"
12. "Setelah punya rumah, apa cita-citamu? Kecil saja: Ingin sampai rumah saat senja, supaya saya dan senja sempat minum teh bersama di depan jendela"
13. "Harap tenang. Negara sedang khusyuk membaca buku bajakan."
14. "Kaleng Khong Guan terbang membawa hatiku yang bimbang menuju kampung halaman yang tak punya lagi halaman."
15. "Tubuh, pergilah dengan damai kalau kau tak tenteram lagi tinggal di aku. Pergilah dengan santai saat aku sedang sangat mencintaimu"
****
Selamat jalan Joko Pinurbo, beristirahatlah dalam damai. Terima kasih telah menginspirasi lewat karya puisi yang indah. Karyamu abadi dan akan selalu dikenang selamanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H