Pak Arsa tersenyum lembut, meski hatinya sedikit pedih mendengar pengakuan Dara. "Dara, kejujuran adalah awal dari segala kebaikan. Kau telah berani mengakui kesalahanmu, dan Bapak bangga padamu." Ia mengusap kepala rusa itu dengan lembut, penuh kasih seperti seorang ayah.
Tiba-tiba, tubuh Dara bergetar. Cahaya lembut menyelimuti dirinya, dan perlahan-lahan ia berubah kembali menjadi gadis kecil dengan rambut hitam legam yang panjang. Pak Arsa terpana, melihat Dara berdiri di depannya dengan air mata di pipi.
"Terima kasih, Pak ... Terima kasih sudah mendengarkan," bisik Dara.
Pak Arsa mengangguk sambil menatapnya penuh bangga. "Dara, ingatlah bahwa kejujuran bukan hanya untuk dirimu sendiri, tetapi juga demi menjaga keseimbangan alam di sekitarmu. Alam dan leluhur kita menghargai hati yang bersih dan tindakan yang jujur."
Dara mengangguk. Dalam hatinya, ia bersumpah untuk tidak akan berbohong lagi, baik pada orang lain maupun pada dirinya sendiri. Kebenaran, ia menyadari, adalah permata paling berharga yang harus dijaga dengan hati-hati.
Sejak hari itu, Dara kembali ke sekolah, menjadi murid yang lebih bijaksana. Setiap kali ia merasa tergoda untuk berbohong, ia teringat pada malam-malam panjangnya di hutan, ketika ia hanya bisa menjadi rusa yang merindu rumah. Pak Arsa pun terus mengajarkan kejujuran dengan hati, dan Dara tak pernah lupa akan pelajaran yang diterimanya---pelajaran dari leluhur, dari hutan, dan dari gurunya yang bijaksana.
Pengalaman adalah guru terbaik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H