"Kami telah melihat kebohonganmu pada gurumu," suara leluhur itu melanjutkan. "Kebohonganmu adalah luka bagi alam, sebab kamu menyembunyikan kebenaran di dalam hati."
Leluhurnya berbisik lembut namun tegas, "Sebagai hukuman, kau akan kami kutuk menjadi seekor rusa, makhluk yang selalu mencari jalan pulang namun tak pernah menemukan arah, hingga kau belajar jujur. Ketika kau mengakui kebohonganmu kepada gurumu, kutukan ini akan terangkat."
Dara menangis terisak, tetapi tak ada yang bisa dia lakukan. Ketika pagi menjelang, ia terbangun dan mendapati dirinya sepenuhnya berubah menjadi rusa. Tanduk-tanduknya kini tumbuh penuh, bulu halus menutupi tubuhnya, dan kakinya menjadi ramping serta kuat. Kini, Dara terjebak dalam tubuh rusa. Dari kejauhan, ia melihat rumahnya, keluarganya yang mencari-cari, namun mereka tak bisa mengenalinya.Â
Hatinya tersiksa tiap kali melihat wajah khawatir ibunya.
Hari-hari berikutnya, Dara hidup di hutan, melompat-lompat di antara pepohonan tumbang, menggembalakan perasaannya yang berat, dan menyesali kebohongannya. Setiap malam ia merenung, mengenang kehangatan keluarga, keceriaan di kelas, dan kebaikan Pak Arsa yang tak seharusnya ia balas dengan kebohongan.
Setelah beberapa minggu, akhirnya Dara memutuskan untuk kembali ke desa, mendekati sekolah tempat Pak Arsa mengajar. Meski menjadi seekor rusa, entah bagaimana, ia merasa dirinya masih Dara yang dulu, murid yang pernah ia kenal. Setiap sore, Dara duduk di pinggir hutan, memandang Pak Arsa yang berjalan pulang dengan langkah penuh ketenangan.
Suatu hari, Pak Arsa melihat sosok rusa yang duduk di sana, menatapnya dengan tatapan lembut dan penuh penyesalan. Tanpa ia tahu, rusa itu sebenarnya adalah Dara. Setiap kali Pak Arsa mendekat, rusa itu tampak ragu namun tak beranjak. Seolah-olah ada pesan yang ingin disampaikan melalui pandangannya.
Akhirnya, Pak Arsa mulai berbicara kepada rusa itu, seakan tahu bahwa rusa tersebut bukanlah rusa biasa. "Apa kau tersesat rusa kecil?" ucapnya.
Mendengar itu, Dara merasa seakan ada dorongan kuat dari dalam dirinya untuk berkata jujur. Ia mengumpulkan keberanian dan melangkah maju. Dengan tekad yang besar, Dara bersuara dalam hati, menyampaikan permohonan pada leluhurnya agar diberi kesempatan sekali lagi untuk berbicara. Dan tiba-tiba, dalam keajaiban malam yang sunyi, suara Dara terdengar dari bibir rusa itu.
"Pak Arsa, ini aku, Dara." Pak Arsa terperangah, mendengar suara lembut Dara keluar dari mulut rusa tersebut. Tanpa berkata apa-apa, ia mendengarkan, matanya penuh perhatian dan kesedihan.
"Pak, aku berbohong tentang nilai ujian itu," Dara melanjutkan. "Aku tidak sepenuhnya jujur ... aku ... aku mencontek, Pak. Aku minta maaf. Sejak hari itu, aku dikutuk dan tak bisa kembali menjadi manusia."