Setelah mengayuh ontel selama lima belas menit. Saya sampai tempat tujuan, sebuah gedung megah terpampang di depan mata. Pilar-pilar besar dan dekorasi interior bergaya eropa menyapa disusul harum surat dan kertas ketika mendekati ambang pintu. Saya mengambil sapu tangan untuk menyeka peluh yang berjatuhan dari dahi.
Sampai satu titik saya mendapati seorang puan tengah memerhatikan dari lantai tiga. Ia bergegas membuang muka, pura-pura mencari mentari yang mengintip dari gumpalan awan kelabu.
Saya tersenyum tipis akan tingkahnya. Nona Muda suka duduk di bibir jendela, belum berani menengok lagi pada pukul 7 pagi. Saya pun pura-pura berpaling agar rasa malu tidak terlalu lama mengungkungnya yang ditengarai dari pipi tirus memerah itu. Manisnya.
Nona Muda merupakan anak angkat dari gubernur kota ini. Nama Nona Muda adalah Kani Swastika, bulan Juli tanggal tiga nanti usianya 19 tahun, kegemarannya duduk di bibir jendela saat pagi dan menjelang sore. Sesekali ia mampir ke bagian arsip waktu jarum panjang dan pendek bertemu di angka 12, kemudian mengambil langkah seribu tiap mendengar derap langkah kaki saya bersama rekan kerja.
Namun siang ini saya berniat menangkapnya tak peduli jika harus melewati jam makan siang. Saya berkata kepada rekan bahwa arsip ini harus segera diselesaikan, selanjutnya bersembunyi dibalik pintu masuk lalu menyapa Nona Muda.
Senang rasanya sewaktu melihat Nona Muda celingak-celinguk dari ambang pintu, terlihat ketakutan sebab tahu kalau ia tak ubahnya seperti gerilyawati yang muncul dari bawah tanah, dan membawa sepucuk surat laksana belati hendak ditaruh di atas meja kayu saya.
Sejujurnya tidak tega melihat Nona Muda kecewa jika saya tiba-tiba muncul dari balik pintu kayu besar karena menggagalkan misi perdananya. Namun otak saya berkata lain. Ia ingin sekali bertemu Nona Muda, mendengar suara lembutnya, dan bertanya:Â mengapa Nona Muda suka duduk di jendela lantai tiga?
"Kau.... "
Sontoloyo. Saya malah larut dalam lamunan tanpa sadar Nona Muda telah menangkap saya terkesiap dari balik pintu.
"N-Nona Muda?" panggil saya terbata sambil meraba dada yang berdentum kuat.
Wajahnya memerah terbakar malu. Nona Muda menodong menggunakan jari telunjuk, menyuruh dengan tegas agar tidak mendekat lagi ke arahnya karena jika tidak mendengarkan ...