Bukan takut dijotos masmusso, saya lebih khawatir dengan hati saya sendiri apabila aling tidak percaya pada saya setelah saya berkata dengan jujur.
Kebenaran tentang peristiwa yang menimpa baba ho di toilet langgar. Tidak ada yang tahu tentang itu selain saya, bapak dan aling. Biar begitu orang-orang tetap dapat kabar dari burung.
Rupanya benar kata orang, apabila angin mampu mengabarkan berita buruk. Andai saja angin juga mengabarkan berita baik, saya ingin titipkan rindu untuk aling padanya.
" Baba ho terjatuh kesrimpet sarung "
" Bukan, katanya karto yang mendorongnya"
" Padahal anaknya ustad, kelakuan kok maling"
kata orang berbisik sembunyi-sembunyi, walau jelas tujuannya untuk diperdengarkan.
Saya tidak ambil pusing jika orang-orang salah paham.
Yang saya tahu saya harus berbicara pada aling malam ini juga.
Saat saya ditugaskan membagi zakat fitrah, saya mengajukan diri membawa bagian zakat mualaf. Hadirlah saya di depan pintu rumah aling, setelah lama saya ketuk, mungkin sekitara lima kali, mulai ada tanda orang yang membuka pintu.
Dan benar saja, bukan aling yang saya temui, tapi biangnya,baba ho.
Sampai selesai sembahyang fitri, saling bersalaman dan saling memaafkan, rahasia itu tetap tidak terungkap. Memang benar hubungan saya dengan aling sudah membaik, akan tetapi ada jarak yang membentang disana.
Aling tetap dekat dengan kusno dan saya tetap ikut bermain bersama mereka juga masmusso.
Rupanya butuh keberanian menyatakan kebenaran dan lebih mudah melupakan semuanya begitu saja,demi kebaikan bersama.