Mohon tunggu...
Rangga Aris Pratama
Rangga Aris Pratama Mohon Tunggu... Buruh - ex nihilo nihil fit

Membaca dan menulis memiliki kesatuan hak yang sama, seperti hajat yang harus ditunaikan manusia setelah makan dengan pergi ke toilet setiap pagi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Televisi Sontoloyo

25 Februari 2022   16:04 Diperbarui: 19 Maret 2022   12:28 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi orang dusun seperti saya menonton televisi adalah hiburan utama. Sebelum semua orang memiliki televisi mereka sendiri, orang-orang sering berkumpul di rumah saya menonton televisi.

Dikarenakan keluarga saya diwarisi televisi oleh leluhur alhasil rumah saya menjadi riuh ramai orang berkunjung. 

Saya gembira sekali karena rumah tidak sepi, saya memang suka ramai-ramai, bahkan saya sudi berhimpit-himpit dengan mereka sekedar memperhatikan ekspresi mereka menonton televisi.

Saya tidak mengerti arah pertunjukan yang mereka tonton di televisi, tapi saya mengerti betul bahwa mereka sedang marah, jengkel, memaki dan meneriaki tokoh utama sebagai seorang bodoh. 

Setelah acara televisi selesai dan simbok menunjukan gelagat mengantuk, mereka akan pamit pulang dan bersumpah demi padi-padi panenan mereka bahwa acara televisi itu benar-benar buruk dan mereka tidak akan kembali menonton-nya.

Tapi di hari berikutnya mereka datang lagi, melakukan ritual yang sama dan mulai marah, jengkel meneriaki bodoh dan bersumpah tidak akan menontonnya kembali, begitu setiap hari mereka habiskan untuk mengusir lelah sehabis bergulat dengan padi seharian.

Kemudian anak-anak mereka pulang dari kota dan akhirnya mereka mampu membeli televisi di rumah mereka sendiri-sendiri sehingga simbok tidak lagi dapat tamu.

Mula-mula simbok senang dengan situasi itu sebab tak perlu merebus kacang sebagai camilan, tapi setelah hari kedua simbok mulai malas menonton televisi dan memilih tidur. 

Aksinya tersebut tidak lain supaya simbok bisa bangun lebih pagi, simbok berniat mengejutkan mereka dengan menjadi orang yang pertama berada di sawah dibanding siapapun. Selepas subuh simbok akan cepat-cepat pergi ke sawah sebelum mereka semua pergi, dan dengan ramah akan menyapa mereka dari tengah sawah selagi mereka berduyun-duyun untuk berangkat.

Setelah simbok tidak lagi turut serta dengan saya menonton televisi saya mulai mencari-cari acara televisi yang cocok dengan selera saya, sebab tontonan yang selama ini kami konsumsi saya anggap tidak berfaedah.

Malam hari memang agak susah mencari acara televisi dengan tayangan kartun. 

Setelah lama saya mencari-cari dan tidak muncul, akhirnya saya menyerah. Barangkali kartun memang dipesan khusus untuk tayang di minggu pagi. Bapak juga tahu bahwa minggu siang setelah jatah saya menonton kartun selesai siaran akan di geser ke acara tinju. 

Bapak suka sekali tinju, saya sering memperhatikan mukanya ketika kedapatan jagoannya sedang melancarkan aksi pukul-memukul. Matanya akan melotot sambil giginya saling gigit satu sama lain sampai memperlihatkan punggung gigi berwarna kuning. 

Dan tangannya ikut mengepal seolah ia ada dalam ring tinju sungguhan. Sebenarnya saya belum selesai dengan acara kartun saya, tapi berhubung bapak hanya suka menonton acara tinju dan mengancam akan menjual televisi jika permintaanya tidak dituruti saya putuskan mengalah, toh saya masih bisa lanjut menonton malam-malam.

Setelah sering menonton tinju bersama, saya jadi tahu bahwa bapak dulu adalah seorang jagoan. Dia bercerita tentang teknik-teknik pukulan tinju, apa itu pukulan Jab, apa itu uppercut apa itu Swing, Hook ,Straight,cross dan lain lain sambil memperagakan gerakan gerakan serupa jagoan tinju yang ada di televisi.

Dan setelah saya menerima pelajaran bahasa inggris di sekolah, saya jadi mengerti masing-masing arti dari pukulan itu. Saya akhirnya mulai menyukai tinju dan lebih menikmati acara itu dibandingkan yang sebelum-sebelumnya.

Simbok masih tidak mau turut serta bersama saya menonton televisi di malam hari, bapak juga tidak akan mengerti acara televisi yang mengandung unsur cerita. Pada akhirnya saya menjadi satu-satunya orang yang terjaga di rumah kami.

Saya mulai tau saluran mana saja yang punya acara yang bagus dan pukul berapa acara itu diputar, jadi saya dapat memilih acara yang saya sukai sepenuhnya. 

Saya telah memiliki acara-acara pilihan saya sendiri selain kartun di minggu pagi. Salah satu acaranya bernama Bioskop Transparansi, dari namanya saja saya dapat menjamin bahwa tayangan yang akan di tayangan-kan dalam acara tersebut adalah tayangan-tayangan kelas premium.

Dan selama saya sabar menunggu satu sampai dua tahun saya akan dapat menyaksikan tayangan yang pernah di tayang-kan di bioskop sungguhan.

Berkat bapak saya, saya jadi menyukai tayanngan yang mengandung unsur pukul-pukulan. Tayangan begitu biasanya punya tokoh utama yang tampan dan gagah dan pintar berkelahi. 

Saya sering berandai-andai menjadi sosok gagah seperti itu, barang kali saya juga dapat menjadi tampan. Lambat laun saya mulai bangun siang dan kadang-kadang terlambat pergi ke sekolah. Simbok menuduh televisilah sebab saya menjadi sering mengantuk dan terlambat pergi ke sekolah. 

Tentu saja saya tidak terima, televisi yang hanya diam begitu di salah-salahkan. Akhirnya saya memberikan jaminan pada simbok bahwa saya akan tidak terlambat lagi pergi ke sekolah, dan akan tidak mengantuk lagi saat sembahyang subuh atau menyantap sarapan. 

Saya mulai bersiasat untuk merubah kebiasaan saya, tentu saja akan beresiko jika saya tetap melakukan kebiasaan itu di depan simbok atau bapak.

Akhirnya saya memberikan tempo yang lebih lama saat sedang buang air besar, tentu simbok tidak akan mencurigai saya tertidur saat didalam kakus, karena saya akan berpura-pura mengejan. Saya tidak terkejut rencana itu berhasil, karena saya telah memperhitungkannya masak-masak.

Di sekolah saya mulai menceritakan acara-acara yang saya tonton kepada teman-teman saya, mereka semua suka mendengarkan cerita saya, kata mereka dongeng saya lebih baik daripada dongeng guru kami.

Teman saya selalu terhibur dengan cerita saya kecuali satu orang, namanya Sonto , panjangnya Sonto Loyo. Saya tidak ambil pusing karena saya sebenarnya tidak pernah menganggap dia teman saya, bahkan saya tidak pernah mau repot-repot memperhatikannya selama ini. 

Saya bercerita pada mereka tentang adegan pukul-pukulan di Bioskop Transparansi yang saya tonton tadi malam. Judulnya Batu balboa, dalam acara film tersebut di ceritakan seseorang bernama Batu adalah seorang petinju amatir yang hidupnya kere dan menjalani pekerjaan sebagai preman penagih utang sambil menjalani hobinya sebagai tukang jotos. 

Tapi tiba-tiba ada juara dunia tinju kelas berat yang sedang gabut karena tidak bertemu musuhnya setelah jau-jauh melawat, dan akhirnya menantang Batu untuk beradu jotos.

Yang membuat saya bergetar takjub adalah kekalahan dari juara dunia tinju kelas berat ini setelah kena jotos Batu. 

Saya juga bercerita mengenai teknik-teknik tinju yang pernah bapak ajarkan. Apa itu cross,staight,hook,dan Jab. Tentu saja saya memberikan solusi bagi mereka apabila mereka tertarik mempraktikan tinju.

Saya memberi tahu mereka untuk mencari bonggol pisang. Pohon pisang atau bonggol pisang memiliki permukaan yang cukup lunak untuk dipukul dan saya jamin mereka akan diam saja menerima pukulan.


" Jajal wae wit kelopo di jotos, nek ra putung tangane" terdengar suara orang serampangan bicara dalam bahasa jawa.

Setelah dicari sumber suaranya datang dari sonto loyo.

Memang anak ini tidak pernah menjaga ucapannya, pantas tidak ada yang mau berkawan. Menurut penuturan teman saya yang rumahnya bersebelahan dengan sonto loyo, anak ini adalah anak setan, orang tuanya bukan lagi manusia. 

Buktinya mereka tidak pernah mau di undang pengajian Ya Sin, atau Kenduri atau apapun yang ada bau-bau mengaji dan tradisi. Menurut teman saya itu, bapaknya pernah lari terbirit-birit setelah dengan tidak sengaja melihat rupa asli keluarga sonto loyo, bapaknya berkata bahwa mereka mempunyai tanduk dan muka merah seperti setan.

Saya mendesak teman saya untuk membuktikan omongannya itu, dan ternyata teman saya ini bersumpah telah melihat dengan mata kepalanya sendiri.

Saya tidak punya pilihan lain selain membuktikannya sendiri dan setelah bersabar sebentar akhirnya saya punya waktu berdua saja dengan sonto loyo.

Setelah bel istirahat berbunyi, sonto loyo pergi ke kamar kecil untuk kencing, saya ikuti dari belakang sambil pura-pura memperhatikan tembok. Setelah ia masuk dan mengunci pintu saya jadi sedikit merinding, saya baru ingat apabila letak kamar kecil ini tersembunyi dan dikelilingi hanya tembok.

Kemudian saya menguatkan diri saya dengan menganggap diri saya adalah tokoh Batu seperti dalam acara film yang saya tonton tadi malam. "Batu tidak takut pada siapapun" gumamku dalam hati.

Sonto loyo keluar dari kamar kecil dengan tatapan dingin di tembakan kedepan, dia berjalan lurus saja seakan tidak melihat ada saya di depannya. Saya tertantang untuk balik mendekat padanya, dan setelah dekat kira-kira satu jengkal, saya bertanya padanya

" Kamu keluarga setan ya". Sekonyong-konyong sosok didepan saya itu berubah menjadi merah, kulitnya merah menyala dan muncul tanduk di kepalanya.


Ternyata benar dia adalah anak setan, tanpa menunggu aba-aba saya melepaskan straight di susul cross dan swing ke tubuh anak setan itu. Dan rupanya dengan jurus begitu saja dia sudah loyo.

Tangannya meringkuk menutupi mukanya, dugaan saya dia malu tanduknya terlihat orang. Saya meninggalkannya begitu saja ,dan rupanya dia punya nyali kembali kedalam kelas.

Saya lihat kulit mukanya belum pulih sepenuhnya menjadi manusia, terlihat ada satu bagian yang tetap merah.

Sisa hari itu, kelas kosong, dan walaupun hari ini saya gagal membuktikan kepada orang-orang bahwa dia adalah anak setan yang sedang menyamar, saya akhirnya pulang seperti biasa saja, saya berjalan dengan harapan dapat membuktikan itu lain waktu.

Saya berjalan di belakang sonto loyo sambil mengepal-ngepalkan tangan saya untuk jaga-jaga jika sewaktu-waktu dia akan malih rupa lagi. Dan setelah berada tepat di depan ruang guru, sonto loyo si anak setan menyeringai, memperlihatkan raut muka yang licik dan penuh tipu daya.

Saya berjalan mendekatinya dan melepaskan jab tepat kearah mukanya sebelum ia sempat malih rupa.

                                   ***
Di ruang bimbingan konseling saya ditanya-tanyai mengenai alasan saya berkelahi, Saya bersumpah bahwa saya tidak sedang berkelahi, saya sedang menghajar anak setan yang berpotensi mengancam hajat hidup umat manusia jika di biarkan melakukan tipu daya begitu saja.

Andai saja guru BK melihat sonto loyo saat malih rupa tentu saja ia akan percaya, sayangnya sonto loyo tidak sadarkan diri, loyo seperti bonggol pisang tekena salam dari binjay.

Hasilnya saya di katakan ini dan itu, macam-macam dan diancam oleh guru bk bahwasanya dia akan mengadukan perbuatan saya pada bapak saya, rupanya guru bk tahu apabila bapak saya mantan jagoan.

Saya akhirnya menangis dan memohon ampun supaya urung di adukan. Saya bisa mati jika itu sampai terjadi, bukan karena saya takut di hajar bapak saya.

Saya lebih takut bapak kalap lalu menjual televisi kami dan saya tidak diperbolehkan nonton acara pukul-pukulan lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun