Mohon tunggu...
Randy Davrian
Randy Davrian Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Program Studi Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional

Mahasiswa Program Studi Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta 2018. Kita negara demokrasi mari beraspirasi

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Permasalahan Permendikbudristek PPKS yang Merugikan Perempuan sebagai Kelompok Identitas

25 November 2021   15:01 Diperbarui: 25 November 2021   15:21 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Koran Tempo

Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Permendikbudristek RI) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi menimbulkan pro dan kontra.

Dalam Permendikbud No. 30 tahun 2021 ini memiliki pasal yang dianggap menyimpang dari nilai dan moral masyarakat Indonesia. Pasal yang dianggap menyimpang dari nilai moral masyarakat Indonesia adalah Pasal 5 Permendikbud No. 30, yang membahas mengenai macam-macam tindakan kekerasan seksual. 

Permendikbud ini mengabaikan nilai-nilai agama sebagai pendekatan dalam mencegah dan menangani kekerasan seksual di perguruan tinggi. 

Pasal yang juga menjadi kontroversi yakni pada pasal 1 mengenai Satuan tugas Pencegahan Kekerasan Seksual. Persoalan pokok yang pro kontra  bersumber dari kalimat "'tanpa persetujuan korban"  sebagaimana yang tercantum pada beberapa pasal dalam Permendikbudristek Nomor 30 tersebut. 

Adapun Kelompok penolak Permendikbud yang menilai kalimat tersebut sebagai aturan yang melegalkan perzinahan hingga perilaku seks bebas di dalam kampus, maupun hubungan seksual di luar pernikahan. Bahkan, paradigma seks bebas berbasis persetujuan (sexual-consent) bisa menjurus pada perilaku seks bebas (liberalisme seks). 

Selama ini banyak korban tidak berani bicara atas pelecehan yang dialami karena stigma sosial dan tidak ada jaminan perlindungan dari kampus. Permendikbud Ristek Nomor 30 menuai polemik lantaran adanya sejumlah klausul yang memuat kalimat  'tanpa persetujuan korban'.

Dalam kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan sebagai salah satu kelompok identitas yang rentan mengalami tindakan tersebut. 

Perempuan sebagai suatu kelompok identitas lebih banyak akan memerangi pasal tersebut, karena di dalamnya terdapat pasal yg akan melegalkan perzinahan, dan dari hal tersebut tentunya perempuan sebagai salah satu kelompok identitas akan merasa dirugikan dan tentunya tidak sejalan dengan hukun yg ada di Indonesia. 

Frasa "dengan persetujuan" yang sebelumnya didahului dengan frasa "dengan sengaja" telah menimbulkan keetidakpastian hukum dari Permendikbud ini yang tentu patut disayangkan karena mengindikasikan tidak menjamin kepastian hukum mengenai perlindungan bagi kaum perempuan yang seharusnya merupakan objek perlindungan dari Permendikbu ini. 

Maka perlu strategi-strategi yang dilakukan oleh pihak-pihak untuk memerangi kasus kekerasan seksual. Salah satu pihak yang perlu terlibat aktif adalah masyarakat sipil. Pentingnya kehadiran masyarakat sipil sejalan dengan teori demokrasi liberal dimana negara kuat dan masyarakat sipil juga kuat.

Tentunya relasi antara negara, masyarakat sipil yang di dalamnya terdapat berbagai kelompok identitas, memiliki relasi kuat. Sebagaimana dalam konteks ini peran negara berfungsi melindungi bagi setiap warga negaranya dari tindakan pelecehan atau merendahkan martabat perempuan sebagai kelompok identitas yang rentan akan tindakan tersebut. 

Keberadaan Permendikbud sendiri pada dasarnya bertujuan untuk melindungi korban kekerasan seksual terutama kepada perempuan sebagai kelompok yang rentan dan sering mengalami perlakuan tersebut. 

Permasalahan ini menjadi perhatian bersama dan semakin penting untuk dilakukan baik berupa pencegahan ataupun hukuman bagi pelaku ketika terdapat peristiwa pelecehan yang dilakukan oknum dosen kepada mahasiswa di salah satu perguruan tinggi. 

Hal ini tentunya semakin meningkatkan eskalasi tuntutan oleh setiap kalangan terutama kaum perempuan sendiri untuk menuntut rasa aman dan hak atas perlindungan diri.

Indentitas baik secara individual ataupun secara kolektif berkembang secara sistematis dan berkembang atas keterlibatan satu dengan yang lain (Jenkins, 2008: 45). Fungsi identitas sendiri adalah  membantu menemukan jati diri dan kepercayaan diri yang leih tinggi yang efektif efisien  dan dialektis. 

Dialektika yang diinginkan meliatkan dialog atau diskusi tentang penemuan  identitas sosial. Jadi identitas sosial ini juga membantu seseorang untuk menyadari dari mana dia berasal melalui cara erpikir dan bertindaknya. Hal ini kemudian menjadikan seseorang seagai agen sosial artinya menunjukkan bahwa seseorang tidak sendiri tetapi juga memiliki orang-orang di sekitarnya dengan dukungan dan solidaritas dari pihak lain dan kelompoknya sendiri (F.Nopeniti Nufnini, 2013).

Bagaimana strategi yang dilakukan agar ruang masyarakat sipil menjadi harmonis (seperti pada pandangan liberal) atau hilangnya konflik (seperti pada pandangan marxis) diantara kelompok-kelompok identitas.

Pengertian identitas harus berdasarkan pada pemahaman tindakan manusia dalam konteks sosialnya. Identitas sosial adalah persamaan dan perbedaan, soal personal dan sosial, soal apa yang kamu miliki secara bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakanmu dengan orang lain. 

Identitas sosial adalah bagian dari diri yang ditentukan oleh keanggotaan grup seseorang. Teori identitas sosial, yang dirumuskan oleh psikolog sosial Henri Tajfel dan John Turner pada 1970-an, menggambarkan kondisi di mana identitas sosial menjadi lebih penting daripada identitas seseorang sebagai individu. Teori ini juga menentukan cara-cara di mana identitas sosial dapat memengaruhi perilaku antarkelompok. 

Perilaku yang sama dalam kelompok tersebut dapat membentuk adanya suatu identitas sosial. Seperti penjelasan Brillig (dalam Anindhitya, 2011), bahwa kelompok sebagai kumpulan individu yang anggota-anggotanya sadar akan adanya satu identitas sosial bersama. Menurut Padilla dan Perez (2003), teori identitas sosial menyatakan bahwa individu berpikir, merasa, dan bertindak sebagaimana yang dilakukan oleh anggota kelompok yang diikuti.

Berbicara mengenai indetitas sosial di masyarakat tentu kita akan mengenal batul tentang identitas perempuan dalam kehidupan sosial sehari-hari. Identitas seseoarang sebagai perempuan sendiri adalah sebuah kelompok yang sangat besar akan tetapi sering kali tidak mendapatkan keadilan yang sama dibandingkan dengan laki-laki, baik dari segi pekerjaan ataupun konstruksi sosial dimasyarakat. 

Yangmana perempuan sering dianggap lemah dan dikesampingkan oleh laki-laki. Selain itu perempuan juga seringkali mendapatkan kekerasan oleh laki-laki. 

Kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak-hak asasi yang dimiliki perempuan sebagai seorang manusia. Berbagai bentuk kekerasan kepada perempuan terus berkembang dalam kehidupan masyarakat, dari mulai kekerasan luring yang memerlukan kontak fisik hingga kekerasan daring melalui media virtual.

Melihat kondisi ketidak adilan yang dialami oleh perempuan, tentu perempuan tidak hanya tinggal diam. Mereka berupaya untuk melawan hal tersebut seperti halnya dengan malakukan gerakan sosial yang menuntut kesetaraan sosial perempuan dan laki-laki atau biasa yang kita kenal dengan  gerakan sosial feminisme. Pengertian sederhana dari feminisme adalah ide atau pemikiran untuk melawan ketidakadilan yang menimpa perempuan.

Orang yang memperjuangkannya disebut feminis. Dengan demikian, sebenarnya feminisme itu ada dan tumbuh di setiap komunitas, wilayah, ras, agama, dan negara. Walaupun mungkin menggunakan istilah yang berbeda. Di Indonesia sendiri, gerakan feminisme lahir dipengaruhi oleh berbagai kondisi historis sejarah perjuangan bangsa, program pembangunan nasional, globalisasi, reformasi serta kehidupan religius masyarakat.

 Lalu bagaimana strategi yang dapat dilakukan agar masyarakat menjadi harmonis tanpa adanya ketidak adilan ataupun kekerasan terhadap perempuan dalam kehidupan sosial yang ada. 

Hal tersebut dapat di capai dengan cara pemerintah ataupun masyarakat mau menuruti tuntutan yang diberikan oleh kelompok perempuan dalam memberikan kesetaraan sosial baik laki-laki ataupun perempuan dalam berkehidupan di masyarakat. Selain itu pemerintah juga haruslah dengan tegas melindungi dan menjaga hak-hak terhadap perempuan. 

Penegakan hak asasi perempuan tentulah harus dilaksanakan sesuai dengan amanat Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang tidak membolehkan adanya diskriminasi pada suatu kaum tertentu. 

Oleh karenanya pemerintah saat ini tengah menetapkan suatu Undang-Undang yang dapat berlaku secara luas dalam rangka menghapuskan berbagai macam kekerasan. Seperti halnya dalam pembuatan Rancangan UndangUndang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

Muhammad Apriliansyah | Mochamad Atami Ridwan | Rahmat Hidayat | Randy Davrian Imansyah | Muhammad Farid Abiyyu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun