Mohon tunggu...
dr. Randy Adiwinata
dr. Randy Adiwinata Mohon Tunggu... Dokter -

Youtube channel: docvisor; instagram: @adiwinatarandy, @docvisor . Seorang dokter umum, lulusan Fakultas Kedokteran Atma Jaya, Jakarta. Memiliki minat dalam bidang medical research dan medical writing. Juga, Seorang bassist di tengah kesibukan. Co-founder dari Docvisor yaitu sebuah organisasi yang dibentuk oleh sekumpulan dokter yang merasa ironi dengan maraknya berita hoax kesehatan. Dan bertujuan untuk menyebarkan edukasi kesehatan berbasis bukti.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

"Ibu Anda Perlu Cuci Darah..."

9 September 2018   17:15 Diperbarui: 10 September 2018   20:32 2957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tahun 2012, saya sedang menjalani stase Koas (dokter muda) pertama saya, yaitu Ilmu Penyakit Dalam. Pasien pertama rawat inap saya adalah seorang wanita berusia 60an tahun dengan pneumonia (infeksi paru) dan chronic kidney disease (gagal ginjal kronik).

Sebagai pasien pertama tentu saja pasien ini sangat berkesan untuk saya, dan saya pun berusaha sebaik saya dalam merawat Ibu tersebut.

Akan tetapi Ibu tersebut kian hari semakin lemah dan mengalami perburukan kondisi ginjal.

Pada saat itu, diputuskan untuk melakukan hemodialisa (cuci darah).

Saya dan dokter konsulen saya berusaha menjelaskan bahwa kondisi ginjal ibu semakin buruk, yang bila tidak dicuci darah maka racun akan semakin menumpuk dalam darah dan dapat menyebabkan Pasien menjadi tidak sadarkan diri.

Saat itu, baik Ibu maupun anak pasien langsung menolak untuk dilakukan cuci darah. 

Mereka menolak Cuci darah dengan alasan, bila di cuci darah maka akan ketergantungan dan melemahkan kondisi tubuh Ibunya.

Sebagai informasi Ibu ini memiliki 7 orang anak, dan setiap hari yang menemani Ibu ini di RS adalah anak nomor ke 6.

Saya setiap hari berusaha meyakinkan bahwa cuci darah merupakan salah satu pilihan terapi terbaik untuk ibu tersebut.

Akhirnya ibu tersebut mengatakan sesuatu yang membuat saya tersentuh.

"Dok, saya percaya dengan dokter, karena dokter selalu merawat saya. Kalau memang cuci darah adalah pilihan terbaik, saya mau melakukannya, saya sudah anggap dokter seperti anak saya sendiri. Tapi dok, andaipun saya mau untuk cuci darah, anak-anak saya harus setuju semua untuk cuci darah. Kalau tidak, mereka pasti menolak."

Perasaan saya saat itu senang seperti mendapat harapan baru, akan tetapi juga sadar bahwa saya mempunyai tugas berat untuk meyakinkan ketujuh anak Ibu.

Setiap hari saya memberikan penjelasan dan menapis mitos-mitos tentang cuci darah. Akhirnya tinggal anak kedua dan ketujuh yang tidak setuju untuk cuci darah.

Tapi sayangnya, kondisi Ibu semakin memburuk, kadar Ureum dan Kreatinin semakin meningkat.

Ya, Ibu mengalami delirium (Acute Confusional State), yaitu kondisi tidak sadar penuh dimana Ibu menjadi seperti orang bingung, dan meracau terus.

Ini merupakan salah satu tanda Uremia (penumpukan ureum/zat sisa yang seharusnya dikeluarkan melalui air seni). Cuci darah menjadi pilihan yang sebaiknya segera dilakukan saat itu.

Kondisi Ibu semakin memburuk. Kesadaran dari delirium menjadi cenderung mengantuk. Dan akhirnya seluruh anak setuju untuk dilakukan cuci darah.

Para teman-teman dokter muda dan konsulen lainnya pun, kaget karena mereka setuju (melihat begitu kerasnya penolakan cuci darah dari pihak keluarga awalnya).

Cuci darah pertama kali pun dilakukan, Saya pun menemani.

Setelah cuci darah, terjadi penurunan kadar ureum dan kreatinin signifikan. Dan kondisi kesadaran ibu pun membaik. Ibu dan keluarga itu pun bersyukur. 

Cuci darah kedua dan berikutnya dilakukan, berangsur keadaan Ibu membaik. Dan akhirnya tibalah saatnya dimana kondisi Ibu cukup stabil untuk rawat jalan. 

Saat itu saya sedang tertahan di ruang Hemodialisa dan tidak dapat mengantar ibu keluar dari Bangsal, padahal saya ingin sekali mengucapkan selamat dan juga mengingatkan agar tidak lupa rutin cuci darah.

Tidak disangka, saat saya kembali ke bangsal, ibu tersebut masih ada di bangsal. Dan Ibu dan keluarganya berpamitan dengan saya.

Kemudian teman dokter muda saya berkata, "Ibu itu seharusnya bisa pulang dari tadi pagi, tapi ngotot mau tetap nungguin elu."

Pengalaman berharga ini yang menyentuh hati saya dan membuat saya bertekad untuk menjadi seorang dokter penyakit dalam.

Peristiwa itu juga mengajarkan saya mengobati pasien mungkin "Mudah", yaitu menegakkan diagnosis dan meresepkan sesuai dengan buku Panduan. Semudah mengucapkan "Ibu harus di cuci darah".

Tapi bayangkan, betapa menakutkannya prosedur itu bagi pasien dan keluarganya yang mungkin tidak tahu sama sekali tentang prosedurnya.

Kemudian ditambah dengan mitos kesehatan yang belum tentu benar.

Mengobati pasien bukan hanya penyakitnya, tetapi Merawat pasien juga memperhatikan psikologisnya, dan juga membuat hubungan dengan Pasien dan Keluarganya secara baik dan Profesional.

Salam

"The good physician treats the disease, the great physician treats the patient who has the disease." -William Osler-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun