Perasaan saya saat itu senang seperti mendapat harapan baru, akan tetapi juga sadar bahwa saya mempunyai tugas berat untuk meyakinkan ketujuh anak Ibu.
Setiap hari saya memberikan penjelasan dan menapis mitos-mitos tentang cuci darah. Akhirnya tinggal anak kedua dan ketujuh yang tidak setuju untuk cuci darah.
Tapi sayangnya, kondisi Ibu semakin memburuk, kadar Ureum dan Kreatinin semakin meningkat.
Ya, Ibu mengalami delirium (Acute Confusional State), yaitu kondisi tidak sadar penuh dimana Ibu menjadi seperti orang bingung, dan meracau terus.
Ini merupakan salah satu tanda Uremia (penumpukan ureum/zat sisa yang seharusnya dikeluarkan melalui air seni). Cuci darah menjadi pilihan yang sebaiknya segera dilakukan saat itu.
Kondisi Ibu semakin memburuk. Kesadaran dari delirium menjadi cenderung mengantuk. Dan akhirnya seluruh anak setuju untuk dilakukan cuci darah.
Para teman-teman dokter muda dan konsulen lainnya pun, kaget karena mereka setuju (melihat begitu kerasnya penolakan cuci darah dari pihak keluarga awalnya).
Cuci darah pertama kali pun dilakukan, Saya pun menemani.
Setelah cuci darah, terjadi penurunan kadar ureum dan kreatinin signifikan. Dan kondisi kesadaran ibu pun membaik. Ibu dan keluarga itu pun bersyukur.Â
Cuci darah kedua dan berikutnya dilakukan, berangsur keadaan Ibu membaik. Dan akhirnya tibalah saatnya dimana kondisi Ibu cukup stabil untuk rawat jalan.Â
Saat itu saya sedang tertahan di ruang Hemodialisa dan tidak dapat mengantar ibu keluar dari Bangsal, padahal saya ingin sekali mengucapkan selamat dan juga mengingatkan agar tidak lupa rutin cuci darah.