(Point-of-view Ocean Vagano:)
'Aku terus menjelajahi Lorong Bawah Tanah sambil berusaha mencari jalan keluar. Senter kunyalakan seminim mungkin agar bisa bertahan lebih lama, serta kamera video yang sedari awal dipersiapkan pun masih terus merekam.
Aku belum berhasil menemukan tali pemandu yang bisa menuntun kembali ke jalan masuk. Hanya berputar-putar tak tentu arah dalam kegelapan sambil berusaha tetap tenang dan tidak panik, sebab tempat ini bagaikan labirin mimpi buruk dalam game-game survival horror yang sering kumainkan bersama Sky di malam-malam liburan kuliah kami di kota. Tapi pada praktiknya semua terasa berbeda.
Belum lagi suara-suara aneh yang terkadang terdengar, apakah makhluk tadi masih ada di sini mengintaiku? Tapi entah mengapa, aku merasa ia tak mengancamku.
Sebuah ruangan yang kuduga sebuah gudang kujumpai, seakan mengundangku masuk. Di bawah sorotan suram lampu senter, kulihat beberapa benda rongsokan yang kurasa tergusur dari museum puri karena sudah rusak, atau... mungkinkah karena dirahasiakan seseorang dari kami?
Lukisan kanvas potret bayi-bayi kembar.
Yang ada di museum seingatku hanya potret bayi Sky dan aku. Juga kenang-kenangan saat kami masih batita, balita hingga menjelang usia kami diberangkatkan untuk menempuh pendidikan formal di kota.
Tapi lukisan yang tadi kusebutkan belum pernah kulihat seumur hidupku. Tiga bayi baru lahir, kurasa salah satu bayi itu adalah Earth.
Emily betul. Semua yang ia ceritakan itu bukan karangan atau ilusi.
Entah Earth atau ayah kami masih ada, atau bahkan mereka berdua.