Sementara Ocean masih berkuda menuju ke mercusuar, Emily dan Sky yang masih menunggu dengan cemas di puri merasa perlu melakukan sesuatu.
Keduanya menunggu di lounge, Sky mondar-mandir gelisah, sementara sesekali terdengar gema raungan seseorang tak jelas namun cukup menakutkan. Beda dengan yang dahulu-dahulu. Ini seperti suara berat seorang pria tua atau kakek-kakek.
"Ahhh, Sky, aku tahu puri ini terjaga baik saat ini, tapi mengapa aku merasa, bila kita berada di sini saja tanpa berbuat apa-apa adalah sesuatu yang salah!" Emily berusaha keras menutup telinganya walau suara itu masih terus awet terngiang-ngiang dalam ingatan.
"Betul, apa sebaiknya aku turun sendiri ke Lorong Bawah Tanah dan membereskan makhluk apapun itu?" ucap Sky. "Sebenarnya di puri ini ada cukup persenjataan untuk berperang sekalipun. Senjata tajam maupun senjata api. Hanya saja kami merahasiakannya agar tak terjadi pertumpahan darah.."
"Aduh, jangan, Sky! Aku tak ingin kalian terluka apalagi bila sampai terbunuh!" Emily bergidik ngeri.
"Iya, tapi tetap saja aku harus membereskan sesuatu itu, tak bisa tidur rasanya bila ia terus meraung seperti serigala jadi-jadian dan apalagi bila ia sampai terlepas dan  berhasil menemukan jalan ke atas sini seperti monster-monster di film horor."
Sky mendekati salah satu sisi tembok di lounge yang dihiasi lukisan zaman dahulu, meraba salah satu sisi pigura, dan menggesernya dengan mudah. Di dalamnya ternyata ada beberapa pucuk senjata laras panjang.
"Senapan?" Emily bertambah takut.
"Ya, aku akan turun lagi sendiri ke bawah sana dengan senter dan tali penunjuk jalan juga masker dan senapan ini, agar aku bisa segera membunuh makhluk itu!"
'Aduh, bagaimana mungkin aku bisa mencegah Sky?' Emily merasa kelu, tak dapat berbuat apa-apa.