Ocean nanar menatap dalam cahaya yang semakin gelap bersama turunnya malam dan memastikan apa yang ia lihat bukan ilusi.
Tak ada siapa-siapa dalam peti kayu yang mulai hancur itu.
Hanya lapisan kain satin tua  saja dan tak ada satu benda atau kerangka manusiapun, apalagi tengkorak Zeus Vagano.
"Apa di sini bukan makamnya? Atau jangan-jangan... ayahku belum mati?"
Ocean segera keluar dari galian tanah merah yang ia buat dan buru-buru menaiki kudanya. "Astaga. Siapa yang bisa aku tanyai tentang semua ini? Hanya Hannah dan Lilian yang hidup pada masa itu! Mereka pasti mengetahui sesuatu!"
Pemuda itu bergegas memacu Silver Sea kembali ke puri bersama malam yang semakin gelap..
Sementara Emily dan Sky telah kembali ke puri dan bersih-bersih, masih merasa begitu takut dan gemetaran serta tak tahu harus berbuat apa setelah mendengar jeritan tadi.
"Ada apa di bawah sana? Syukurlah kita bisa kembali dengan selamat!" ungkap Emily saat ia dan Sky bersama-sama makan di dapur yang sepi mencekam.
Mulai hari itu tak ada lagi Hannah yang 'entah ada di mana' jadi mereka terpaksa memasak sendiri dan buru-buru makan tanpa perduli pada rasa hidangan dadakan yang diolah asal saja. Syukurlah Sky ternyata bisa masak sedikit karena dulu pernah kuliah mandiri di kota. Emily membantunya tanpa banyak komentar.
"Kurasa kita harus segera melakukan sesuatu, tapi apa? Ocean saja belum kembali."
"Sky, Emily!" tiba-tiba orang yang dibicarakan muncul di ambang pintu dapur, masih berlepotan tanah merah pemakaman.
"Ocean? Kok kau kotor sekali?" Sky dan Emily buru-buru menghampiri pemuda yang biasanya rapi dan tampan, namun malam itu tampak lelah dan lusuh.
"Aku menemukan sesuatu.."
"Duh, Kakak, mandi dulu.. kami memasak sup dan salad untuk makan malam. Kau tampak berantakan. Ayo." Sky buru-buru mengajak Ocean ke kamar tidurnya, "Emily, kau tunggu di sini dulu ya, dan berhati-hatilah, jangan kemana-mana sendirian dulu. Penjaga ada di setiap koridor, bila ada apa-apa carilah mereka. Satu orang berjaga di pintu ini juga!"
"Uhh, baiklah!" Emily juga cemas melihat keadaan dan kondisi Ocean yang tak seperti biasanya.
Dan tentu saja mulai saat ini semua takkan bisa seperti biasanya lagi.
Bukan hanya misteri kamar penyiksaan kosong dan raibnya Hannah. Suara itu, entah dari manusia atau hewan, bukan seperti yang mereka dengar sebelumnya.
Karena sumbernya juga dari sana dan mereka mendengar dengan begitu jelas, Emily takkan pernah bisa melupakannya.
Warna suara yang berbeda, seperti laki-laki tua atau kakek-kakek.
'Mungkinkah bukan hanya seseorang yang telah lepas itu, tapi ada orang kedua yang masih tertawan di bawah sana? Mengapa selama ini hanya ada satu suara yang kami dengar?'
Sementara itu di rumah mercu suar, Lilian dan Earth makan dalam diam. Mereka tak perduli pada Hannah yang masih terikat di lantai atas namun tak bisa lagi mengucapkan sumpah serapah.
"Sebenarnya, aku tak tega." ucap Lilian sedih sambil mengoles roti dengan mentega. "Ia dulu sahabatku. Hatinya begitu baik dan ia begitu percaya pada cinta laki-laki yang ingin menikahinya. Kami bersama-sama pindah kemari dari kota dengan harapan kami bisa tetap bersahabat dan hidup bahagia dan berkecukupan walau jauh dari peradaban manusia. Zeus juga mengizinkanku tinggal karena tak mau Hannah kesepian. Tapi malah begini jadinya. Persahabatan dan cinta hancur karena perjodohan.."
"Maksudmu, ayah dan ibuku menikah bukan karena cinta?" Earth yang juga sedang makan, masih belajar memperbaiki kosakatanya yang terbatas gegara begitu jarang berkomunikasi.
"Ya, cinta Zeus muncul juga setelah sadar bila ia dan Hannah, walau putri keluarga sosialita, tak akan pernah direstui, apalagi Florence memang gadis bangsawati tradisional yang sabar dan baik. Mau saja dijodohkan. Hal itu membuat Hannah amat panas hati, karena Zeus mulai terpikat di saat-saat terakhir. Ia jadi menikah karena sadar bila perangai Florence jauh lebih baik daripada Hannah yang memang sifatnya terlalu posesif dan mendendam.
Ya. Dendam. Itulah akar dari segala permasalahan, apalagi dendam karena cinta."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H