Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Cinta Terakhir Sang Bangsawan (Novel Romansa Thriller Apocalypse Episode 115)

23 Mei 2023   13:19 Diperbarui: 23 Mei 2023   17:22 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tetap saja jangan senang dulu, event ini sangat berbahaya. Kita sedang menuju ke dalam gua singa secara sadar dan sengaja." Meski ini jam tidur dan dirinya sudah sangat lelah, Rani tak dapat lagi merasakan kantuk. Seluruh panca indranya bersiaga penuh seakan-akan tahu peristiwa semacam yang kemarin itu sewaktu-waktu dapat terulang lagi.

"Kelihatannya suasana di sini cukup tenang. Aman terkendali. Kuharap kondisi Lab Barn juga baik-baik saja. Huh, mengapa aku malah ingin cepat pulang? Bukannya aku takut, hanya kekhawatiran seorang ilmuwan, wajar, bukan?" Kenneth juga tak bisa fokus, belum berhenti memikirkan koleksi-nya, turut dihantui firasat buruk yang menyebabkannya tak bisa bermanis-manis di hadapan Rani.

Perlahan, 20 anggota rombongan go downtown itu berjalan beriringan di trotoar SOHO, lokasi pusat perdagangan dan perbelanjaan yang dilalui Orion dan Rani belum lama ini. Sorot lampu senter lemah diarahkan tak jauh-jauh dari aspal dan jalan setapak.

Di mana-mana sampah, tong sampah dan dedaunan berserakan. Kendaraan-kendaraan tak bertuan terparkir rapi, walau ada juga yang acak melintang di tengah jalan. Sekilas hanya seperti kota hantu biasa, tak ada siapapun atau bunyi apapun kecuali embus angin dan gemerisik ranting pepohonan di tepi jalan.

Tetiba berkumandang erangan pelan. Antara ekspresi rasa sakit dan keluh khas gejala penyakit Octagon yang sedang berjangkit. Erangan itu diikuti lenguh dan geram lainnya. Suara lelaki dan perempuan, tua dan muda, semakin ramai. Hampir seperti paduan suara yang kacau.

"Astaga. Siapa di sana? Ada apa?" Kenneth sudah tahu benar bunyi-bunyian itu bukan timbre manusia biasa, "Semuanya, cepat menunduk dan bersembunyi di balik kendaraan-kendaraan ini!"

"Oh my God..."

"Apa yang terjadi?"

"Si-si-sial!"

"Please, don't say any word, Guys! Mereka masih dapat mendengar suara dan melihat kita! Mereka juga bisa memangsa kita!" Leon mengajak semua orang menunduk dan berlindung.

Dari kolong-kolong kendaraan dan suasana temaram, dengan rasa ngeri nan mendirikan bulu roma, rombongan itu terpaksa diam menahan napas. Langkah-langkah kaki mendekat diiringi erang dan geram bagai kotak musik diputar ke volume maksimal, semakin jelas dan nyata. Bagai kawanan hewan liar sedang mencari mangsa di rimba, zombie-zombie itu lewat sambil menjatuhkan tong sampah, mengorek-ngorek isinya, juga masuk ke setiap pintu bangunan dan kendaraan tak tertutup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun