Mohon tunggu...
Wiselovehope
Wiselovehope Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Cinta Terakhir Sang Bangsawan (Novel Romansa Thriller Apocalypse Episode 115)

23 Mei 2023   13:19 Diperbarui: 23 Mei 2023   17:22 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Aku yakin sekali jika Edward Bennet, si pendeta gadungan yang tak ada di sini, telah melakukan semua ini! Aku harus mencari informasi seakurat mungkin di pusat generator kompleks Delucas!


Malam itu juga Orion berangkat seorang diri ke pusat generator kompleks di mana beberapa orang kru masih menyelidiki kasus listrik yang padam lalu tetiba menyala kembali. Pemuda itu segera tahu jika ia tak dapat menuduh siapa-siapa. Mereka yang berjaga pada shift itu mengaku tak ada yang aneh, semua terjadi begitu saja. "Mungkin hanya kesalahan teknis, Tuan. Kami mencoba memperbaiki lalu tiba-tiba saja menyala kembali. Ini murni sebuah kecelakaan. Maafkan kami!"

Orion tak dapat diyakinkan begitu saja hanya dengan kata-kata. CCTV sebelum kejadian listrik padam masih menyala, tentunya sempat merekam siapa yang datang ke tempat ini! pikirnya sambil menuju ke ruangan rahasia di main mansion, pusat kamera pemantau itu.

Memutar momen beberapa saat sebelum listrik padam, Orion menemukan memang ada sosok datang sesaat kemudian pergi. Tak terlalu jelas apakah ia Edward Bennet atau bukan karena pria itu mengenakan masker, akan tetapi tak lama listrik padam setelah tamu itu berlalu. Berarti...

"Tuan Henry Westwood!" panggil Orion kemudian kepada sang kepala pelayan seusai Henry selesai mengatur pemakaman para korban, "Para staf yang menjaga generator utama masih tak mengaku. Mungkin Anda sebagai atasan memiliki cara agar mereka buka mulut. Sementara itu aku akan mencari Edward Bennet di seluruh kompleks ini hingga bertemu!"

"Baiklah Tuan Orion, saya tahu pasti apa yang harus saya lakukan. Tetapi harap sabar karena akan sedikit memakan waktu."

"Tentu saja. Asal mereka mengaku, itu sudah cukup bagiku!"

***

Rani dan seluruh rombongannya mulai menjelajahi kota hantu Chestertown pada malam terang bulan cerah mencekam. Walau belum lama pernah berada di sini bersama Orion, masih segar dalam ingatan betapa mengerikannya rombongan zombie yang menyerbu masuk ke dalam toko. Betapa pilunya saat Rani terpaksa membersihkan sosok remaja tanggung yang berpapasan saat mereka berjuang keluar dari sana.

"Nona Rani, akhirnya cita-citaku kesampaian, ingin turun ke kota bersamamu!" Leon tak bisa menahan kegirangannya, "Banyak barang yang bisa kita ambil secara gratis!"

"Tetap saja jangan senang dulu, event ini sangat berbahaya. Kita sedang menuju ke dalam gua singa secara sadar dan sengaja." Meski ini jam tidur dan dirinya sudah sangat lelah, Rani tak dapat lagi merasakan kantuk. Seluruh panca indranya bersiaga penuh seakan-akan tahu peristiwa semacam yang kemarin itu sewaktu-waktu dapat terulang lagi.

"Kelihatannya suasana di sini cukup tenang. Aman terkendali. Kuharap kondisi Lab Barn juga baik-baik saja. Huh, mengapa aku malah ingin cepat pulang? Bukannya aku takut, hanya kekhawatiran seorang ilmuwan, wajar, bukan?" Kenneth juga tak bisa fokus, belum berhenti memikirkan koleksi-nya, turut dihantui firasat buruk yang menyebabkannya tak bisa bermanis-manis di hadapan Rani.

Perlahan, 20 anggota rombongan go downtown itu berjalan beriringan di trotoar SOHO, lokasi pusat perdagangan dan perbelanjaan yang dilalui Orion dan Rani belum lama ini. Sorot lampu senter lemah diarahkan tak jauh-jauh dari aspal dan jalan setapak.

Di mana-mana sampah, tong sampah dan dedaunan berserakan. Kendaraan-kendaraan tak bertuan terparkir rapi, walau ada juga yang acak melintang di tengah jalan. Sekilas hanya seperti kota hantu biasa, tak ada siapapun atau bunyi apapun kecuali embus angin dan gemerisik ranting pepohonan di tepi jalan.

Tetiba berkumandang erangan pelan. Antara ekspresi rasa sakit dan keluh khas gejala penyakit Octagon yang sedang berjangkit. Erangan itu diikuti lenguh dan geram lainnya. Suara lelaki dan perempuan, tua dan muda, semakin ramai. Hampir seperti paduan suara yang kacau.

"Astaga. Siapa di sana? Ada apa?" Kenneth sudah tahu benar bunyi-bunyian itu bukan timbre manusia biasa, "Semuanya, cepat menunduk dan bersembunyi di balik kendaraan-kendaraan ini!"

"Oh my God..."

"Apa yang terjadi?"

"Si-si-sial!"

"Please, don't say any word, Guys! Mereka masih dapat mendengar suara dan melihat kita! Mereka juga bisa memangsa kita!" Leon mengajak semua orang menunduk dan berlindung.

Dari kolong-kolong kendaraan dan suasana temaram, dengan rasa ngeri nan mendirikan bulu roma, rombongan itu terpaksa diam menahan napas. Langkah-langkah kaki mendekat diiringi erang dan geram bagai kotak musik diputar ke volume maksimal, semakin jelas dan nyata. Bagai kawanan hewan liar sedang mencari mangsa di rimba, zombie-zombie itu lewat sambil menjatuhkan tong sampah, mengorek-ngorek isinya, juga masuk ke setiap pintu bangunan dan kendaraan tak tertutup.

"Mereka sedang menjarah..."

Tubuh Rani lemas, nyaris putus asa. Ia merasa rombongannya kini terpacak atau terkepung.
Korban-korban Octagon jauh lebih banyak kali ini, mungkin puluhan? Kami jelas kalah jumlah. Kami takkan bisa melawan mereka meski berdua puluh dan bersenjata lengkap! Orion, apa yang harus kulakukan? Akankah hidupku berakhir malam ini? Masih dapatkah aku pulang dan berjumpa lagi denganmu?

***

Orion berusaha masuk ke area kamp Edward Bennet, sayangnya petugas-petugas rekrutan mereka sendiri langsung mencegatnya.

"Tuan Delucas, maaf, malam-malam begini, Anda mau ke mana?"

"Aku ingin bertemu dengan Rev. Bennet. Ini sangat penting."

"Sayang sekali, beliau sedang tidak ada di sini. Bapak pendeta pemimpin kami sedang berada di main mansion untuk bicara dengan istri Anda."

Orion tak ingin berbantah, memilih untuk mengalah meski kecurigaannya makin bertambah. Uh, aku semakin yakin, ada hal lain yang diinginkan pendeta palsu ini dari Rose selain suaka dan logistik gratis di kompleks ini. Apakah ia berusaha 'menjaga rahasia mereka' atau sebaliknya, memecah belah kami semua?

Orion kembali ke main mansion. Tetapi ia tak langsung masuk ke lobi. Pintu ganda ternyata tak tertutup rapat sehingga percakapan di dalam ruang muka itu terdengar dari luar. Suara seorang pria! Edward? Pemuda itu segera mencuri dengar.

"Lady Delucas, saya datang membawa pengakuan yang sangat menyedihkan. Semoga Tuhan mengampuni dosa-dosaku ini. Saya ingin mengaku bertanggung jawab penuh atas semua tragedi yang terjadi malam ini!"

(bersambung)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun