Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Cinta Terakhir Sang Bangsawan (Novel Romansa Thriller Apocalypse Episode 110)

19 Mei 2023   08:40 Diperbarui: 19 Mei 2023   09:01 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku begitu yakin itu Russell, walau belum pernah berjumpa muka dengan muka! Orion berkali-kali meyakinkan diri sendiri, meski belum pernah bertemu langsung, ia sangat percaya bahwa yang terbesar itu adalah zombie Russell, mantan tetangga kamar isolasi, pasien pertama di Lab Barn.

Zombie pria usia 30-40-an yang sebelah kaki dan tangannya telah diamputasi itu tetap kelihatan kuat, masih bisa berdiri tegak dalam kandangnya. Ia kelihatan lemah sekaligus sangat marah dalam ketidakberdayaannya.

Russell, apa yang terjadi? Mengapa kelihatan kau sudah tak seperti manusia pada umumnya? Apa seiring waktu, zombie akan menjadi seperti itu? Orion teringat beberapa game console yang ia mainkan waktu masih remaja. Sosok yang menjadi bos atau raja dalam game-game survival horror selalu yang seperti Russell kini. Jauh lebih mengerikan dan menyeramkan daripada yang lain, bagaikan karakter antagonis dalam beberapa film atau puncak ketegangan menjelang tamat. Dalam kata lain, bagaikan monster!

"Sambutlah Russell, pahlawan kita malam ini..." pembawa acara memperkenalkan zombie terakhir itu, "pria malang yang berhasil kembali dari alam maut, malam ini akan menjadi bintang utama acara kita!"

Lady Rose yang memang sedari dulu ingin sekali bertemu langsung dengan sosok Russell tentu saja bersorak dan bertepuk tangan. Lady Mag yang keheranan semula diam saja, lama-lama ia ikut, begitu juga semua penonton yang sedari tadi terdiam.

"Mama, itu..." Orion satu-satunya penonton yang tak ingin bersorak. Ia merasa miris, begitu ingin protes, Apakah layak seorang zombie, korban yang sudah tiada, dipamerkan dan dipermainkan seperti ini? Bukan sekadar karena mereka sangat berbahaya jika sampai lepas dan melukai manusia. Jauh dari itu, apakah ini layak untuk dilakukan?

"Siapa dia?" Mag melirik putranya dan berbisik, merasa betul jika Orion sesungguhnya tidak senang dengan acara ini.

"Aku tak mengenalnya, tetapi pernah berbicara dengannya. Ia korban pertama yang kami coba selamatkan nyawanya namun gagal! Tidak menyaksikan langsung namun kudengar sendiri semua yang terjadi padanya. Ia sangat menderita, serta tak langsung ditidurkan oleh Kenneth."

"Oh, sungguh malang! That's so terrible!" Mag tak mampu berkata-kata.

"Mag Sahabatku, ternyata Kenneth menyimpan orang-orang ini untuk penelitian, aku hanya penasaran, ingin sekali meminjam mereka sebentaaar saja..." Rose kelihatannya tak sabaran ingin acara utama segera dimulai.

"Sebenarnya apa yang kau inginkan dengan semua ini, Rose?"

"Aku ingin tahu seberapa kita dan para zombie bisa berinteraksi. Penghuni kompleks kita juga perlu mengenal serta belajar mempertahankan diri jika sewaktu-waktu bertemu dengan mereka. Tujuanku benar dan mulia, bukan?" Rose sepertinya tak akan membatalkan rencananya ini! "Ayo, keluarkanlah mereka!" soraknya lagi tak sabar menunggu.

Orion membatin suram, Russell, apapun yang Kenneth telah perbuat kepadamu, aku sungguh tak tega. Aku juga masih harus mencari keluargamu di Chestertown dan mengabari mereka. Apa yang kini harus kulakukan?

***

Sementara dalam perjalanan menuju Chestertown, Kenneth tengah membidik sasaran. Orang-orang yang berada di tepi jalan itu sebentar lagi akan berpapasan dengan bus yang meluncur perlahan. Sopir bus telah diperintahkan Lady Rose untuk tidak berhenti dalam keadaan apapun. Bus semakin maju meluncur mendekati sosok-sosok itu.

"Kenneth! Mungkinkah mereka sudah benar-benar mati?" Rani bertanya sekali lagi dalam keraguannya, "Bagaimana jika mereka baru jadi korban saja?"

"Ya. Aku yakin mereka sudah jadi zombie. Takkan menyakitkan, lihat saja!"

Tanpa menunda lebih lama lagi, Kenneth menarik pelatuk, meluncurkan sebuah peluru berisi cairan antivirus hasil riset pertamanya ke sosok random, siapa saja.

Satu di antara mereka pun roboh. Kelihatannya berhasil. Tadinya Kenneth tampak gembira. Tetapi begitu mereka melewati rombongan terduga zombie itu, seseorang dari antara mereka berteriak keras, antara geram dan sedih...

"Apa yang kalian lakukan? Kalian sudah gila! Jangan tembak kami! Kami belum mati... Kami..."

Astaga! Rani merasa Kenneth baru saja melakukan sebuah kesalahan fatal, "Kenneth, mereka..."

Leon menggigit bibir, akhirnya tak tahan dan berkata terbata-bata, "Oh, damnit! Mereka kelihatannya... orang-orang biasa... yang terluka! Terinfeksi, namun..."

"Uh, belum menjadi zombie?" dokter itu kelihatan terkejut, "Oh, aku sungguh tak sengaja. Tetapi ya sudahlah, aku tak ingin tahu. Kita anggap saja sebuah insiden kecil dan berlalu. Lupakan saja!"

Suasana dalam bus jadi mencekam. Semua penumpang tak berani menoleh untuk menyaksikan lanjutan kejadian itu. Hanya Rani yang menoleh, walau sungguh tak tega...

Yang tertembak terkapar tanpa daya, sementara kawanan mereka mencoba menolong meski kelihatannya sia-sia.

Entah akan jadi apa dan efek samping bagaimana jika manusia yang masih hidup menerima cairan itu! Rani tak berani berkomentar, Orion, aku ingin cepat pulang... Aku sama sekali tak merasa nyaman dengan kejadian ini. Sejujurnya, aku kini merasa takut...


***


Orion sendiri tak kalah khawatir dengan apa yang sedang terjadi. Sang pembawa acara parade dengan berani kini mendekati dan memutar anak-anak kunci, membuka satu demi satu gembok pintu-pintu kandang para zombie yang masih memandang keluar dengan bingung. Russell juga tampak gelisah.

"Lihatlah, apa yang terjadi seandainya kita berani ke luar sana tanpa izin!" Pembawa acara yang mengenakan pelindung diri dan senjata berbentuk tongkat kejut itu segera berlari menjauh dari kandang terakhir. Ia keluar dari arena dan segera mengunci pintu pagar.

"Para penonton kini diharap mundur sejauh mungkin dari area pagar pembatas. Listrik pelindung segera akan diaktifkan!" 

(bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun