Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Cinta Terakhir Sang Bangsawan (Novel Romansa Thriller Apocalypse Episode 109)

17 Mei 2023   16:26 Diperbarui: 17 Mei 2023   16:29 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

"Ada apa, Nona Maharani? Kelihatannya Anda sangat gelisah. Apakah terpaksa mengikuti perjalanan malam ini begitu mengganggumu?"

Pertanyaan Leon itu kalimat pertama yang terdengar. Sebelumnya hanya terdengar deru mesin. Bus berjalan pelan dengan sorot lampu depan minim. Maharani duduk di deretan bangku bus tengah, tepatnya di samping Leon yang berada di bagian pinggir. Perjalanan membelah kegelapan malam mereka berduapuluh menuju Chestertown terasa sangat berbeda dengan perjalanan pertama sang guru beberapa waktu sebelumnya. Walaupun belum menemukan halangan berarti, aura ketegangan sangat berasa dalam rombongan go downtown itu. Sama sekali tak ada yang berani bicara atau tertawa, kecuali Leon yang baru saja bertanya memecah kesunyian.

"Oh, tidak apa-apa. Mendampingi kalian bahkan di luar kewajiban seorang guru sudah jadi bagian tugasku. Terus terang, aku hanya sedikit curiga pada rencana mamamu di kompleks. Maafkan perasaanku ini, mungkin hanya intuisi yang tak perlu saja. Lupakan saja, mari kita fokus pada tujuan semula mencari bahan bakar dan sumber daya."

Kenneth yang duduk di depan mereka berbalik dan ikut berbicara, "Sayangnya, semua jaringan komunikasi terputus. Aku sebenarnya ingin memantau situasi di Lab Barn via online. Proyek kami juga sedang seru-serunya. Namun berada di sini juga mengasyikkan karena aku ingin mengujicobakan senjata toksinku pada zombie di kota. Jadi tak perlu ada penembakan, takkan ada lagi headshot yang membuat isi kepala para zombie berantakan! Uh, maafkan imajinasi liarku yang menjijikkan ini!" dokter itu tertawa sendiri.

"Dokter Kenneth, korban yang pertama itu kudengar bermutasi?" Leon yang juga tertarik pada segala tentang pandemi baru ini segera memanfaatkan kesempatan itu untuk berbincang-bincang. Mumpung tidak ada ibu dan adiknya, pemuda tanggung itu bisa menanyakan apa saja kepada dokter yang ia anggap sebagai saingan namun juga 'bermanfaat' untuk dijadikan inspirasi!

"Oh, maksudmu, Russell?"

Rani bergidik mendengar nama itu. Ia sudah pernah berjumpa walau hanya lewat pandangan kaca pintu. Sudah beberapa kali ia bertemu dengan zombie, meski Kenneth tak boleh sampai tahu semua perjalanan rahasia yang telah ditempuh berempat saja.

"Russell hari ini sengaja kubuat kelaparan. Sebelumnya aku sudah memberinya segala macam cemilan. Well, aku penasaran saja, bagaimana jika ia berpuasa? Akankah dia menjadi lebih lemah, atau justru..." Kenneth menggantungkan kalimatnya di udara, membuat Rani tambah bergidik.

Tetiba beberapa penumpang bus kecil itu terpekik. Kenneth, Rani dan Leon yang sebelumnya berbicara bertiga mau tak mau melihat apa yang terjadi lewat kaca jendela. Semua penumpang bersiaga, sopir bus tetap berusaha berkonsentrasi mengemudikan kendaraan melewati jalan kecil pegunungan.

Beberapa sosok muncul entah dari mana, dari kejauhan tampak seperti berdiri diam menunggu di tepi jalan. Sekilas hanya seperti orang-orang biasa sedang mencari tumpangan, namun tubuh-tubuh itu ternyata tak diam, melainkan bergoyang gelisah, mengembara tanpa arah, bahkan ada yang sudah sadar pada dua sorot lemah lampu bus!

"Astaga, Tuan, Nona, siapa mereka?"

"Mereka masih hidup? Mengapa mendatangi kita?"

"Perlukah kita tolong?"

"Tidak, jangan, mereka sudah... mati!"

"Itulah yang kita tunggu-tunggu!" Kenneth malah tampak girang. Segera diraihnya sepucuk senapan berpeluru antivirus dan dibukanya salah satu jendela bus. Diarahkannya laras panjangnya ke sasaran acak di luar sana.


***

Kembali ke arena pertunjukan malam di Kompleks Delucas.

"Siapa itu? Siapa mereka?" Lady Mag tetiba merasa ada yang sangat tidak beres di sini.

Lady Rose tersenyum. Ia tak ingin langsung menjawab pertanyaan sahabatnya itu.
"Mereka bisa jadi sosok kita di masa depan, kecuali kita tetap bertahan dan bisa mengatasi semua masalah ini. Seperti kata putraku Leon, survival of the fittest!"

Orion tahu jika orang-orang yang berada dalam kandang-kandang kecil yang diperlakukan mirip dengan hewan-hewan sirkus itu sosok-sosok seperti yang ia hadapi beberapa waktu silam! Segera ia mengenali satu yang terpisah dan digiring masuk paling akhir adalah Russell! Kelihatan besar dan menyeramkan, sudah jauh berbeda dari saat Rani bertemu.

"Russell!" Orion merasa ada sesuatu mengoyak-ngoyak batinnya yang terdalam.

Semua mata memandang belasan sosok itu dengan aneka ekspresi; takut, prihatin, serta takjub.

Seorang pria yang kelihatannya didaulat menjadi pembawa acara berdiri di tengah-tengah arena, berbicara lantang lewat sebuah megafon.

"Malam ini kita semua akan mengetahui apa yang terjadi apabila kita sampai lengah dan kurang waspada pada pandemi yang sedang terjadi. Ini tak main-main. Semua ini nyata dan sedang terjadi di depan mata. Karena kita perlu belajar berdampingan hidup dengan semua teman-teman kita yang malang ini, ada baiknya kita lihat apa yang akan terjadi seandainya kita berpapasan dengan salah satu dari mereka!"

Lady Mag dan Orion tampak tegang, namun masih tak berdaya untuk mencegah apa yang kemudian terjadi.... 

(bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun