"Ada apa, Nona Maharani? Kelihatannya Anda sangat gelisah. Apakah terpaksa mengikuti perjalanan malam ini begitu mengganggumu?"
Pertanyaan Leon itu kalimat pertama yang terdengar. Sebelumnya hanya terdengar deru mesin. Bus berjalan pelan dengan sorot lampu depan minim. Maharani duduk di deretan bangku bus tengah, tepatnya di samping Leon yang berada di bagian pinggir. Perjalanan membelah kegelapan malam mereka berduapuluh menuju Chestertown terasa sangat berbeda dengan perjalanan pertama sang guru beberapa waktu sebelumnya. Walaupun belum menemukan halangan berarti, aura ketegangan sangat berasa dalam rombongan go downtown itu. Sama sekali tak ada yang berani bicara atau tertawa, kecuali Leon yang baru saja bertanya memecah kesunyian.
"Oh, tidak apa-apa. Mendampingi kalian bahkan di luar kewajiban seorang guru sudah jadi bagian tugasku. Terus terang, aku hanya sedikit curiga pada rencana mamamu di kompleks. Maafkan perasaanku ini, mungkin hanya intuisi yang tak perlu saja. Lupakan saja, mari kita fokus pada tujuan semula mencari bahan bakar dan sumber daya."
Kenneth yang duduk di depan mereka berbalik dan ikut berbicara, "Sayangnya, semua jaringan komunikasi terputus. Aku sebenarnya ingin memantau situasi di Lab Barn via online. Proyek kami juga sedang seru-serunya. Namun berada di sini juga mengasyikkan karena aku ingin mengujicobakan senjata toksinku pada zombie di kota. Jadi tak perlu ada penembakan, takkan ada lagi headshot yang membuat isi kepala para zombie berantakan! Uh, maafkan imajinasi liarku yang menjijikkan ini!" dokter itu tertawa sendiri.
"Dokter Kenneth, korban yang pertama itu kudengar bermutasi?" Leon yang juga tertarik pada segala tentang pandemi baru ini segera memanfaatkan kesempatan itu untuk berbincang-bincang. Mumpung tidak ada ibu dan adiknya, pemuda tanggung itu bisa menanyakan apa saja kepada dokter yang ia anggap sebagai saingan namun juga 'bermanfaat' untuk dijadikan inspirasi!
"Oh, maksudmu, Russell?"
Rani bergidik mendengar nama itu. Ia sudah pernah berjumpa walau hanya lewat pandangan kaca pintu. Sudah beberapa kali ia bertemu dengan zombie, meski Kenneth tak boleh sampai tahu semua perjalanan rahasia yang telah ditempuh berempat saja.
"Russell hari ini sengaja kubuat kelaparan. Sebelumnya aku sudah memberinya segala macam cemilan. Well, aku penasaran saja, bagaimana jika ia berpuasa? Akankah dia menjadi lebih lemah, atau justru..." Kenneth menggantungkan kalimatnya di udara, membuat Rani tambah bergidik.
Tetiba beberapa penumpang bus kecil itu terpekik. Kenneth, Rani dan Leon yang sebelumnya berbicara bertiga mau tak mau melihat apa yang terjadi lewat kaca jendela. Semua penumpang bersiaga, sopir bus tetap berusaha berkonsentrasi mengemudikan kendaraan melewati jalan kecil pegunungan.
Beberapa sosok muncul entah dari mana, dari kejauhan tampak seperti berdiri diam menunggu di tepi jalan. Sekilas hanya seperti orang-orang biasa sedang mencari tumpangan, namun tubuh-tubuh itu ternyata tak diam, melainkan bergoyang gelisah, mengembara tanpa arah, bahkan ada yang sudah sadar pada dua sorot lemah lampu bus!