"Tolong aku! Lapar... Haus... Sesak..."
Leon dan Grace sebenarnya tahu lebih baik segera menyelamatkan diri sekarang juga daripada sok jadi jagoan. Tetap saja kekerasan hati sang anak sulung membuat kakinya teguh bertahan. Ia tak ingin jadi pengecut yang pergi begitu saja tanpa perlawanan!
"Kami tak punya apa-apa yang kau inginkan, Sir! Pergi dari sini, atau kau kami tusuk! Kami takkan berbaik hati..." Di luar dugaan, Leon merogoh saku jaket adiknya dan menyambar pisau lipat Grace. Diacungkannya di depan dada seolah-olah mencoba mengancam sosok korban reanimasi, pria tua malang yang segera mencapai mereka dalam jarak beberapa meter lagi.
"Leon, ayo kita lari saja! This is not gonna work...we will die..." Grace menatap adegan di hadapannya dengan rasa ngeri.
"Diam saja kau, Dik! I know, at least I have to try... I don't want to run like a chicken!"
Zombie lansia itu semakin mendekat. Kelihatannya masih 'sadar' dan masih sangat mirip dengan manusia hidup kecuali bagian kulit wajah nan teramat pucat. "Anak-anak... tolong, aku... belum mau, mati..."
Sedetik lagi tangan-tangan si kakek akan mencapai ujung pisau Leon. Detik berikutnya semua mendadak berubah! Sesuatu menjatuhkannya, rubuh menghantam aspal.
Sebutir timah panas baru saja menembus belakang batok kepalanya.
"Astaga, Kak, nyaris saja!" tangis Grace pecah. Ia spontan menabrak tubuh kakaknya, memeluk Leon yang tak mampu berkata-kata. Pisau lipat di tangannya terjatuh ke jalan menyusul si kakek yang kini sudah 'dibersihkan'.
"Kalian tak apa-apa?" dari kejauhan terdengar suara lantang Orion. Di tangannya ada hunting rifle milik Magdalene. Diturunkannya sambil berlari mendatangi.