Orion tahu Rani sangat cemas, segera ia berusaha menenangkan, "Hanya ada satu masalah, ada seorang anak tanggung seusia Grace. Tenang saja, tak usah takut. Mari kita coba keluar tanpa keributan! Senjata ini takkan kugunakan, kurasa aku akan menyimpannya saja, oke?" bisik Orion setelah berjongkok lagi, tak ingin membuat Rani panik. Ia tahu setiap langkah dan keputusan yang diambil akan sangat menentukan nasibnya dan Rani. Siapa tahu apa yang akan diperbuat sosok remaja itu, apakah ia berbahaya atau sebaliknya?
"Baiklah. Aku setuju! Tetapi jangan simpan dulu bet itu, pegang saja hingga yakin aman." Rani merasa jika pendapat Orion benar. Berbuat ceroboh apalagi menimbulkan suara berlebihan hanya akan memanggil kawanan zombie tadi datang kembali.
"Baiklah, maybe we'll need it just in case. Sekarang kita bergerak. Anak itu sedang asyik makan, semoga saja ia tak mendengar atau melihat kita. Keluar sendiri-sendiri, segera berlari menuju sepeda motor. Kau masih ingat di mana kita parkir? I meet you there, okay? Aku hitung mundur dan kau keluar duluan! Are you ready?"
Rani mengangguk.
"Tiga, dua, satu..."
Rani segera bergerak, tak ingin tahu lagi apa yang terjadi. Orion menyusul tepat di belakangnya.
Si anak sepertinya mulai merasa jika ada pergerakan udara tak jauh darinya. Perlahan sekali, ia menoleh...
Rani masih berada di pintu, menunggu Orion yang baru sampai di depan meja kasir. Pemuda itu tak dapat langsung beranjak. Ternyata tak semulus dan semudah yang ia rencanakan! 'Sesuatu' telah menahan langkahnya. Ia tak ingin mendengar atau melihat, tetapi juga tak kuasa berpaling.
"Kalian! Tolong. Aku hidup... hanya... merasa... lapar, haus, dan sesak..." Di luar dugaan, anak itu masih bisa bicara walau dengan suara parau. Dibuangnya bungkus makanan ringan yang telah habis ke lantai lalu mendekat ke arah Orion dan Maharani...
Langkahnya terhuyung-huyung seperti orang mabuk!