Rani tak dapat melihat banyak objek berarti dalam ruangan besar temaram bersuhu sangat rendah itu. Namun ia sudah terlanjur masuk dan bertekad akan menyelidiki segalanya.
Ada deretan kandang besi kosong, sekilas seperti di dalam pet shop atau toko penjualan hewan peliharaan. Entah untuk apa atau siapa, yang jelas semua itu lebih mirip penjara-penjara mini yang menyedihkan. Lalu deretan meja penelitian, mikroskop, labu erlenmeyer, tabung-tabung reaksi, serta cairan-cairan aneh dalam botol-botol kaca.
Astaga. Ini seperti sebuah laboratorium rahasia, atau jangan-jangan... langkah Rani terhenti saat menatap sederetan lemari besi serupa kulkas-kulkas satu pintu. Tak perlu waktu lama baginya untuk menyadari jika itu...
Lemari pembeku? Apa itu untuk jenazah? Jadi tempat  ini... sebuah ruang mayat?
Rani tak ingin mendekat, apalagi sampai membuka dua di antara pintu-pintu yang sepertinya 'berpenghuni' itu, ditandai dengan semacam lampu peringatan, tetap menyala darurat seperti halnya beberapa lampu kecil dalam bangunan Lab Barn. Mungkin telah disediakan sumber daya cadangan agar apapun isinya tetap awet.
Aku pergi saja. Mungkin dokter Kenneth melakukan ini masih dalam kapasitasnya sebagai seorang tenaga medis. Aku akan dianggap terlalu ingin ikut campur. Tetap saja, memiliki ruang penyimpanan jenazah bervirus di lahan pertanian ini, sedikit menakutkan...
***
Sementara dokter Kenneth dan staf yang menjadi asistennya masih terduduk di lantai. Â Zombie Russell masih meronta, tak seberapa jauh, terpacak di atas ranjangnya. Belenggu-belenggu dan rantai yang menahannya hampir putus karena kekuatan sentakannya. Sewaktu-waktu ia akan terlepas!
"Dokter, apa kita tak sebaiknya kabur sejauh-jauhnya dari sini selagi masih ada kesempatan?" asisten yang ketakutan itu tak terlalu menghiraukan ancaman si dokter atas dirinya, jauh lebih khawatir pada sosok mengerikan yang baru saja mencekiknya.
"Tunggu sebentar lagi saja. Aku masih ingin melihat apa saja yang Russell bisa lakukan!" Kenneth bersikeras bertahan, walau mereka perlahan-lahan beringsut menjauh dari tempat mereka terjatuh.
"Dia, dia, sangat kuat. Penutup kepalaku ini saja nyaris lepas!"
"Oh ya? Menarik! Walaupun begitu, masih belum cukup. Aku masih ingin tahu, masih adakah sedikit kesadaran pada zombie Octagon 'hidup' ini? Apakah Russell bisa menerima perintah, barangkali seperti monster ciptaan dokter Frankenstein di dalam buku fiksi terkenal Mary Shelley?
"Duh, Dok! Jangan... Makhluk ini pasti bisa mematikan kita juga..."
Bersamaan dengan terputusnya kalimat asisten itu, zombie Russell meraung keras sekali! Suaranya menggema di seluruh penjuru Lab Barn. Lumbung itu berlangit-langit utama cukup tinggi, sehingga suara apapun akan beresonansi dengan jelas.
Orion di ruang sebelah begitu ingin keluar untuk melihat, sebenarnya mudah saja, pintunya tak terkunci. Tetapi mati-matian ia mencoba menahan diri.
Tidak, jangan, ini sangat riskan! Apapun yang terjadi di sebelah, selain bukan urusanku, bukan masalahku, juga berbahaya untukku dan Rani! Russell mungkin tak tertolong, tetapi aku harus menolong diriku sendiri demi Rani!
Rani yang baru saja keluar dari ruang pendingin tetiba merinding meskipun udara di luar jauh lebih hangat.
Suara itu... Russell! Rani tak ayal ingin segera kembali ke ruangan Orion. Ia tak mau meninggalkan Orion di sebelah zombie itu, walau terpisah dinding sekalipun.
Namun ia tak bisa! Keberadaannya di sini sudah terlalu lama dan tentu akan menimbulkan kecurigaan. Berbuat ceroboh malah bisa-bisa akan membuatnya ketularan virus Octagon.
Lampu-lampu utama masih padam. Belum sampai setengah jam lalu bertemu Orion dan terpaksa menjenguk Russell, tapi bagi Rani petualangan pagi ini terasa seperti berjam-jam lamanya!
Rani keluar ke arah berlawanan yang diharapkannya menuju lobi Lab Barn. Ternyata kali ini ia beruntung. Di depan ada cahaya-cahaya dari jendela tinggi.
"Siapapun, tolong, di dalam sana..."
Petugas jaga berbaju hazmat di muka pintu segera menenangkan. "Nona, kabar baik, sebentar lagi listrik akan kembali normal. Genset sudah dipasang dan segera akan diaktifkan. Semua sudah terkendali."
"Tetapi... Tuan Orion dalam bahaya!"
"Kami akan segera mengeceknya. Nona bisa kembali ke main mansion. Tuan Leon telah menunggu."
Sementara itu dokter Kenneth dan asistennya masih berada dalam ruangan Russell bersama zombie baru yang sungguh belum bisa diprediksi itu.
"A-a-arrgh!" Russell tampaknya sedikit lagi akan terlepas.
Kenneth kali ini tak ingin main-main lebih lama lagi. Ia berdiri, diikuti asistennya.
"Mundur pelan tanpa membalik badan dan kita buka pintu dan keluar dari sini. Segera kunci pintu dan kita biarkan Russell di sini. Aku yakin lampu-lampu, CCTV, dan sistem keamanan akan segera.."
"Haaaah!" Russell tetiba berdiri. Semua rantai dan belenggu pada kaki tangannya terputus seketika. Â
Ia hanya punya sebelah tangan dan kaki, dua anggota gerak tersisa. Namun ia masih bisa berdiri cukup seimbang. Ia memang tak bisa berjalan, namun ia masih bisa meloncat!
Ditatapnya kedua pria berbaju hazmat yang sedang mundur itu. Pupilnya tak bernyawa, namun tatapan kosong itu justru menyampaikan pesan tanpa kata kepada kedua calon korbannya...
Lapar... haus... sesak... aku butuh kalian. Aku harus mendapatkan kalian! Tunggu aku!
Russell membuka lebar-lebar mulutnya, menjilat bibirnya yang menghitam dan pecah-pecah, dan meloncat maju!
(bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H