Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinta Terakhir Sang Bangsawan (Novel Romansa Thriller Apocalypse Episode 53)

1 Maret 2023   10:49 Diperbarui: 1 Maret 2023   11:03 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Selamat pagi, Nona Rani! Wow, you use a mask and a shawl! Apakah Anda baik-baik saja?" Grace heran bertanya kepada gurunya yang baru saja masuk pantry untuk ikut sarapan bersama setelah pagi menghebohkan itu.

Hampir semua anggota keluarga Delucas yang hadir di meja makan pada pagi hari menjelang siang tampak khawatir kepada sang guru muda Evernesia yang kebetulan hadir paling terlambat, tak seperti hari-hari sebelumnya. Tentu saja semua pasang mata spontan memandangnya, terkecuali Orion yang belum hadir. Rani menunduk, tak ingin rasa khawatirnya sendiri juga terlihat.

"Selamat pagi, Grace, Lady Rose, dokter Kenneth, Leon. Maaf, aku datang terlambat," ucap Rani pelan.

"Pagi, Nona Rani. Selamat makan." Lady Rose acuh tak acuh, berusaha fokus menyesap kopi susu tanpa gulanya.

"Pagi. Mantap, Nona Rani ternyata seorang guru teladan, already so aware, bersiaga mengenakan masker. Oh ya, omong-omong apakah Anda masih merasa kurang sehat? Nanti aku periksa sekali lagi, bagaimana?" dokter Kenneth bertanya dengan nada 'agak berbeda' seakan menaruh perasaan tertentu.

"Uh, oh, thank you very much, but you don't have to examine my health, I already feel much better than yesterday!" Rani buru-buru memperkencang syal yang melindungi lehernya, takut mata dokter itu penasaran dan mengembara di sana. "By the way, di mana Tuan Muda Orion Delucas?" tanyanya mencoba mengalihkan topik percakapan.

"Beliau mungkin masih tertidur karena lelah. Walau aku tak tahu lelah karena apa." seloroh Kenneth sekenanya. Dalam hati ia merasa kesal karena Rani telah dua kali berhasil menolak tawaran yang tentu saja tidak sepenuhnya profesional itu.

Rani mencopot maskernya dengan hati-hati. Ia bersyukur Orion tidak sampai meninggalkan jejak cinta di wajah. Bibirnya memang masih bisa merasakan dahsyatnya kecupan pemuda itu. Kadang ia merasa jengah sendiri jika teringat semuanya, lalu mati-matian berusaha menyembunyikan semua ekspresi.

Leon masih sedikit menaruh curiga pada Rani yang semalam tidur tanpa bergerak sedikitpun dengan kepala tertutup selimut. Namun ia belum menemukan celah untuk menanyakan itu saat ini. Jadi, ia malah bertanya kepada Kenneth yang sedang menikmati sereal sehatnya, "Jadi, bagaimana perkembangan terbaru di Chestertown, Dok?"

Kenneth menjawab, "Tadi pagi telah kukirimkan via ponsel, semua foto dan rekaman dokumentasi video temuan kita ke pak walikota dan bagian kesehatan publik. Penemuan awal yang mengejutkan, tetapi bagus sekali. Kurasa akan jadi berita viral. Kurasa kedua korban adalah penderita yang kabur dari Everlondon dan pria ketiga tadi adalah penduduk lokal tetangga kita."

"Orang yang diserang tadi belum meninggal dunia?"

"Belum. Kami telah membawa ketiganya ke lab barn tempat yang diizinkan Lady Rose kugunakan untuk penelitian. Orang ketiga hingga saat ini belum sadarkan diri. Kami sedang mengisolasi dan berusaha memulihkan dirinya, apapun nanti hasilnya. Mungkin saja ia akan menjadi pahlawan kemanusiaan."

"Wow, awesome. Now we have two dead zombies and one zombie-to-be!" Leon bersiul, lalu lanjut bertanya, "Apakah kita akan menjadikan mereka objek penelitian atau semacamnya? You know, membedah jasad mereka untuk mengetahui reaksi virus Octagon?"

"I-i-ini masih saatnya makan. Please don't talk about blood and gore, Guys! Kalian membuatku kehilangan selera!" Grace mengingatkan.

"I remind you too, Leon, stay away from the lab barn, Young Man! Jika kau berani melanggar..." Lady Rose sekali lagi mengingatkan putra sulungnya.

"Hei. Aku tahu, Ma. I'm not such a 'jughead', not a 'daredevil' either!"

Rani hanya ingin mencoba mengetahui kabar Orion. Diselesaikannya sarapan  secepatnya walau perutnya tak terlalu lapar.

Aku tak mungkin datang ke kamar pribadi suamiku. Keluarga Delucas akan curiga!

Rani punya nomor ponsel Orion. Ia belum pernah menghubunginya lewat chat. Karena mereka tinggal berdekatan, akan terasa aneh jika mereka mulai bercakap-cakap lewat tulisan. Lagipula, bagaimana jika Lady Rose, sengaja atau tidak, menemukan ponsel Orion dan membaca semua chat di dalamnya?

Duh, Orion. Now, how can I contact you without getting spied?

***

Keadaan Orion di kamarnya masih belum terlalu baik. Ia berusaha keras untuk memulihkan diri secepatnya. Tak ingin semua orang di kompleks ini curiga, apalagi jika sampai tahu semua tentang pernikahan sungguhan rahasianya dengan Rani! Ia teringat kepada ibunya, Lady Mag, juga tentunya Rani yang terasing, jauh dari negerinya sendiri!

Aku tak boleh sampai jatuh sakit. Mama, aku juga tak mau jika keputusanku dan rasa sakitku kelak mengecewakan dan mendukakan dirimu! Rani, My Love, berilah aku sedikit kekuatan. Aku ingin sekali mendengar suaramu atau membaca ketikan chat darimu, walau sebentar saja, satu baris kalimat saja!

Ia teringat pada ponselnya. Jarang menggunakan karena khawatir 'istri pertamanya' akan membaca semua isi chat sewaktu-waktu, dibatasinya semua hubungan dengan dunia luar pasca 'pernikahan' mereka. Namun hari ini Orion akan menggunakannya! Lalu, mungkin ia harus buru-buru menghapus jejak.

***

Rani dan kedua remaja Delucas siang itu kembali belajar di ruang perpustakaan. Semuanya telah mengenakan masker.  Walau terasa kurang nyaman, mereka tak ingin pandemi seperti virus Hexa terulang kembali.

Rani mengajar sebaik mungkin, mencoba untuk fokus. "Jadi, Anak-anak, dalam Bahasa Evernesia, penulisan nama benda dan keterangan sedikit berbeda dengan bahasa internasional dunia Ever. Kami menulis round table menjadi 'meja bundar' dan red balloon menjadi 'balon merah', itu hanya dua contohnya."

"Wow. Susah-susah gampang ya. Baiklah, aku akan berusaha mengingatnya!" Grace serius menanggapi.

Tetiba ponsel Rani berdering. Nada panggilnya berbeda dengan keluarga Evernesia.

O-o-orion? Rani memicingkan mata membaca nama kontak di layar ponsel, Ia meneleponku? Tak mungkin aku bisa mengangkat.

Leon dan Grace tak sempat melihat, karena Rani buru-buru menekan ikon 'tolak panggilan'.

"Uh, ada apa Nona Rani? Anda tampak panik. Ada orang tak dikenal, atau penelepon gelap?" Leon menyipit curiga.

"Tak apa-apa, Leon!" Rani berusaha tenang, "Hanya, uh, bibiku, di Viabata. Beliau sangat cerewet, selalu menanyakan keadaanku. Sedang mengajar, tak baik menelepon untuk urusan pribadi. I'll call her back later!"

"Uh, okay. Mari belajar lagi." Leon sekali lagi harus memendam rasa penasarannya.

Tiba-tiba pintu perpustakaan terbuka lebar. Dokter Kenneth menyerbu masuk, "Maaf mengganggu, Semuanya. Mari berkumpul di ruang tengah, cepat!"

(bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun