Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinta Terakhir Sang Bangsawan (Novel Romansa Thriller Apocalypse Episode 46)

27 Februari 2023   08:42 Diperbarui: 27 Februari 2023   08:51 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi edit pribadi

Leon bersyukur cuaca perbukitan Chestertown malam itu sangat cerah, langit dipenuhi cahaya taburan bintang-bintang. Dipercepatnya langkah untuk tiba di paviliun Rani. Ia belum sadar bahwa tadi ia tak memasukkan anak kunci cadangan dengan baik dalam saku jaketnya. Begitu tiba di sana, dirabanya bagian saku itu, namun tak menemukan apa-apa!

"Oh, di mana benda itu? Damned! Apa tertinggal di kamar? Tak mungkin! Jatuh? Aduh, sungguh ceroboh diriku ini!"

Sementara Leon sibuk mencari-cari di sekitar beranda paviliun yang remang, sesosok tubuh dari kejauhan mengamati 'bocah besar yang mencurigakan' itu.

Pria itu langsung mendatanginya. "Leon Delucas! What a nice surprise! What are you doing here?"

Leon yang sedang menunduk mencari-cari tetiba menengadah. Terkejut, segera berdiri dan disapanya pria pendatang baru itu, "Hai, Dokter, uh, Kenneth!"

"What are you doing, pada malam selarut ini mendatangi paviliun seorang wanita?"

Leon salah tingkah, agaknya merasa dokter muda di hadapannya ini sama-sama 'mencurigai' Maharani. "Well, tadi ia terlihat kurang sehat, jadi aku hanya ingin memastikan Nona Rani tidak apa-apa!"

"Huh? Baiklah. Namun kurasa sangat kurang pantas jika bocah bangsawan seusiamu malam-malam begini 'main-main' ke ruangan seorang wanita muda yang jauh lebih dewasa. Kembalilah besok pagi."

Kau sendiri mau apa? Leon balik bertanya, walau hanya berani dalam hati saja.

Kenneth melanjutkan, "Aku yakin Nona Rani sedang tidur pulas. Mari kembali ke main mansion. Tinggal satu orang belum kuperiksa kesehatannya, walau aku segan. Tuan Orion Delucas."

"Uh, entahlah, kurasa malam ini Papa Orion tak berada di kamar bersama mamaku. Ia pasti ada di kamarnya sendiri."

"Baiklah, Young Man. Good night!"

Dokter itu berbalik untuk pergi, sekilas masih menunggu Leon beranjak menjauh dari paviliun Rani. Akhirnya mereka bersama-sama pulang kembali ke main mansion. Leon sedikit kecewa dengan misinya yang gagal, namun tak berdaya apa-apa. Dimasukkannya kedua tangan ke dalam jaket dan ikut di belakang Kenneth hingga keduanya berdampingan menelusuri jalan setapak gelap dan sepi.

"By the way, is Ms. Rani still a single lady?" Kenneth mencuri kesempatan itu untuk bertanya, hal yang segan ia lakukan jika ada Lady Rose di dekatnya.

"I think so, Doc. She never mention any name, neither a boyfriend or spouse. Ada apa?" Leon sedikit curiga, mulai menduga-duga apa maksud di balik pertanyaan dadakan si dokter.

"Oh, no, nothing important! Just forget it!" Kali ini giliran Kenneth yang salah tingkah, "Just being curious, because she is so pretty!"

"Yes, she is. I really like her! Well, as a student toward his teacher, of course!"

Tetiba kedua pria itu terkesiap. Langkah mereka terhenti dan langsung bersiaga dengan segenap panca indra. Mereka baru saja melewati pagar hidup tinggi yang berbatasan dengan jalan raya di sisi perbukitan Chestertown.

"Leon, kau dengar erangan itu?" Kenneth berbisik sepelan yang ia bisa.

"Ya, Dok. Dari balik pagar hidup ini. Sepertinya aku sering dengar di film-film atau game online. Mungkinkah..."

"Zombie?"

***

Sementara itu Orion dan Rani masih menikmati keintiman baru mereka. Kali ini Rani ingin mencoba sesuatu yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Orion yang bagaimanapun lebih matang dan berpengalaman dari pengantinnya yang masih kuncup begitu hati-hati dan tak memaksa.

"Sungguh kau ingin coba?"

"Benarkah ini akan terasa nikmat?"

"Bagaimana kau akan tahu jika kau tak pernah mencoba?"

"Mmm, baiklah."

"Jangan hanya menatap saja. I'm waiting..." Orion dengan suara sedemikian rendah menggoda, bagaimana mungkin Rani bisa menahan diri lebih lama lagi.

 Diam-diam ia melirik wajah tampan Orion, kian memerah pada tiap kecupan dan serangan. Dinikmatinya ekspresi sang suami yang terkadang tersenyum.

"Rani, kau nakal sekali. What a bad girl! I have to punish you after this. You make me want to have yours as well!"

Rani belum ingin berhenti. Mereka sama-sama terpaku dalam momen. Waktu seakan terhenti saat Orion dan dirinya abadi di sana, menikmati semua yang terjadi sedalam-dalamnya.

(Bersambung)

(Tanpa mengurangi kenikmatan dan makna cerita, kisah ini telah sedikit disesuaikan dari versi perdananya. Terima kasih.)

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun