"Aku takut..." bisik Rani dalam gairahnya, apalagi kali ini semua khayalan terlarang selama berhari-hari dalam beberapa detik akan menjelma nyata!
"Just take it easy. Kita coba. Aku akan berhati-hati. Percayalah kepadaku."
Gadis itu masih begitu lugu, namun beberapa saat kemudian, keluguan itu seakan pupus darinya.Â
Entah dua puluh menit, entah dua jam. Ritual suci itu entah sudah berapa kali terulang. Rani baru tahu jika ia bisa seliar ini. Orion pertama membuka jalan, yang Rani rasa begitu pedih pada awalnya. Namun seiring waktu, ia harus mengakui, mereka saling menginginkan hingga kepedihan pun berubah menjadi sensasi luar biasa. Bagaikan kembang api di malam tergelap, bukan hanya memercikkan nyala api, juga meletup-letup berulangkali dalam dirinya.
"Orion, is this just a dream or not? Karena aku tak pernah merasa seperti ini sebelumnya. "
Kelegaan luar biasa berkali-kali melingkupi keduanya bagaikan baru saja lepas dari bahaya besar. Saling berpelukan melepas lelah di atas ranjang yang sama, pasangan itu tak ingin terpisahkan lagi.
"Jadi, kita terus berada di sini untuk selamanya atau bagaimana?" Orion sedari tadi tersenyum tanpa henti. Ia suka sekali melihat Rani yang tersipu malu, berusaha menyembunyikan diri di balik selimut tebal yang ada.
"Belum pernah ada yang melihatku sepertimu. Bagaimanapun, aku sangat bersyukur bisa bersamamu. Hanya satu hal saja yang kucemaskan..." Rani menunduk, membenamkan diri di bahu pengantin prianya.
"Apa itu? Keluarga Delucas?" Orion membelai rambut hitam lembut Rani, menikmati aroma eksotis yang membuai.
"Ya, dan tidak. Dunia ini, semua yang bisa terjadi. Terlalu banyak yang kupikirkan. Bahkan kita belum sempat mengabari keluargaku di Evernesia."
"Kita pasti bisa ke sana suatu hari nanti. Percayalah, kau akan kembali ke tanah airmu bersamaku. Banyak hal yang bisa kita lakukan bersama-sama."